https://www.traditionrolex.com/27 Relevansi Undagi Bali di Era Modern - FAJAR BALI
 

Relevansi Undagi Bali di Era Modern

Undagi merupakan sebutan bagi arsitek tradisional Bali

 Save as PDF
(Last Updated On: 26/07/2023)

Foto: Ida Bagus Alita.

 

MANGUPURA – fajarbali.com | Dalam era modern yang penuh tantangan dan dinamika, Undagi Bali tetap menjadi landasan kuat dalam mengatur tata letak bangunan bagi keberlangsungan hidup masyarakat Bali, mempertahankan kearifan lokal, dan merawat harmoni sosial di pulau dewata ini.

Undagi merupakan sebutan bagi arsitek tradisional Bali. Seorang undagi tidak hanya membekali dirinya dengan ilmu rancang bangun, tetapi juga harus mempelajari serta memahami seni, budaya, adat dan agama.

Salah satu penekun arsitektur tradisional Bali, Ida Bagus Alita saat ditemui di kediamannya, Desa Sibang Kaja, Kecamatan Abiansemal, Badung ini mengungkapkan, relevansi sebuah arsitektur Bali akan mengikuti jaman, menurutnya suatu bangunan tradisonal Bali mempunyai nilai yang sangat lentur, dan mudah larut dalam pesatnya perkembangan jaman.

“Arsitektur Bali ini merupakan salah satu identitas budaya. Disadari atau tidak, ke depan dia itu akan mengikuti, yaa secara alami” kata Pria yang akrab disapa Gus Alit, belum lama ini.

Gus Alit yang merupakan praktisi berpengalaman di bidang arsitektur ini menjelaskan, ada tiga klasifikasi dalam penataan bangunan yang mengambil filosofi Undagi Bali, pertama “Arsitektur Tradisional Bali”, yang mana konsep ini merupakan penataan bangunan sepenuhnya mengacu pada filosofi Bali yang kental akan adat dan budaya dengan memperhatikan aturan Asta Kosala Kosali.

Selanjutnya klasifikasi “Arsitektur Bali”, menurut Gus Alit, dalam konsep yang kedua ini sudah ada kontaminasi dari struktur bangunan modern hingga 30 persen, kemudian 70 persen sisanya masih berkonsep tradisonal Bali.

Yang terakhir “Arsitektur Bebalihan”, ini merupakan tata bangun berkonsep Bali dengan tidak menghilangkan aturan Asta Kosala Kosali, namun dalam penerapannya biasanya digunakan bagi masyarakat Bali yang memiliki lahan minim. Kendati demikian, konsep yang ketiga ini tetap berpedoman pada konsep bangunan Undagi Bali.

“Jika mempunyai lahan yang luas, bisa menerapkan konsep yang pertama, lahan medium juga bisa dengan menerapkan konsep kedua, dan memiliki lahan minimal bisa juga sesuai klasifikasi yang ketiga, jadi sangat relevan hingga saat ini” ujar pria kelahiran 14 April 1966 itu.

Foto: Salah satu dari banyaknya karya Ida Bagus Alita.

Dirinya menyebut, sebagai warga masyarakat khusunya masyarakat Bali, harus merasa bersyukur, sebab konsep penataan bangunan tradisional Bali yang telah ada sejak dulu ini dicatat dan diabadikan oleh leluhur, sehingga kini para praktisi arsitektur Bali dapat mewarisi konsep-konsep tersebut.

Disamping itu, dalam penerepan arsitektur Bali, kata lulusan Fakultas Teknik Arsitektur Universitas Dwijendra ini, juga mengadopsi konsep Tri Hita Karana dengan menerapkan suatu pendekatan yang mengutamakan keseimbangan dan harmoni antara tiga aspek penting dalam kehidupan masyarakat Bali, yaitu hubungan manusia dengan Tuhan (Parhyangan), hubungan manusia dengan manusia (Pawongan), dan hubungan manusia dengan alam (Palemahan).

Lebih jauh dijelaskan, bahwa sejak dahulu telah disepakati ada tiga tingkatan dalam tata bangunan tradisional Bali yang mencerminkan struktur sosial, fungsi bangunan, dan tingkat spiritualitas dalam masyarakat Bali.

“Utara dan Timur itu merupakan struktur paling atas atau Uttama dalam aspek Tri Hita Karana yaitu Parhyangan, digunakan untuk bangunan tempat suci. Selanjutnya lebih ke hilir, yaitu Madya, misalnya rumah tinggal dan tempat tinggal keluarga dalam aspek Pawongan. Terakhir, yaitu Nista atau aspek Palemahan terdapat bangunan-bangunan yang memiliki fungsi lebih praktis dan lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari atau masyarakat umum” jelasnya.

“Nilai-nilai kearifan lokal ini masih dijaga dan diwariskan dari generasi ke generasi, sehingga arsitektur tradisional Bali tetap relevan dan memberikan inspirasi bagi perkembangan arsitektur yang berkelanjutan” imbuh Gus Alit sembari mengatakan saat ini dirinya dipercaya oleh Pengempon Pura Tanah Lot Kabupaten Tabanan untuk melakukan restorasi pura Dang Kahyangan itu.

Foto: Konsep restorasi Pura Tanah Lot yang akan digarap dalam waktu dekat ini.

Dirinya berharap, dalam upaya menjaga dan melestarikan lingkungan khususnya alam Bali, yang menjadi faktor penting yaitu regulasi dari Pemerintah. Menurutnya aturan-aturan yang diterbitkan pemerintah belum sepenuhnya mendukung komitmen pelestarian lingkungan.

Ia menginginkan pemerintah agar memberikan ruang bagi para seniman-seniman guna berbagi pengetahuan, pengalaman, dan gagasan dalam menghadapi tantangan arsitektur di era modern yang semakin kompleks ini.

“Harapan tiang kedepan, di regulasi terutama yang harus berkomitmen secara kontinyu, serta membuka ruang bagi seniman-seniman, terkadang tidak sedikit regulasi yang menyebabkan ‘kehancuran’ Bali.” pungkasnya. rl

 Save as PDF

Next Post

Kasus Suap Penerbitan KTP WNA, Mantan Kadus Sekar Kangin Divonis Setahun

Rab Jul 26 , 2023
menjatuhkan vonis kepada terdakwa I Wayan Sunaryo Kepala Dusun Sekar Kangin, Kelurahan Sidakarya, Kecamatan Denpasar Selatan dengan pidana 1 tahun penjara, denda Rp 50 juta subsider 1 bulan kurungan
mantas kadus

Berita Lainnya