Menuju Indonesia Emas, Program Bangga Kencana Dikuatkan

Di hadapan 400 warga setempat, Kepala Perwakilan BKKBN Bali Sarles Brabar, menjelaskan, Bangga Kencana merupakan upaya dalam mewujudkan keluarga yang berkualitas.

 Save as PDF
(Last Updated On: )

FOTO: Sosialisasi Penguatan Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting di Desa Tianyar, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, Senin (15/1/2024).

 

AMLAPURA – fajarbali.com | Pemerintah melalui Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), terus berupaya menekan angka stunting demi mencapai Indonesia Emas 2045 sesuai amanah Peraturan Presiden (Perpres) 72/2021.

Di awal tahun 2024, Perwakilan BKKBN Provinsi Bali, bersama mitra Komisi IX DPR RI, kembali turun di Desa Tianyar, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, Senin (15/1), dalam rangka Sosialisasi Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana) dan Percepatan Penurunan Stunting.

Di hadapan 400 warga setempat, Kepala Perwakilan BKKBN Bali Sarles Brabar, menjelaskan, Bangga Kencana merupakan upaya dalam mewujudkan keluarga yang berkualitas. Salah satu fokus dari program Bangga Kencana yaitu penurunan stunting yang juga menjadi program strategis nasional.

Sarles menambahkan, tujuan pemerintah yakni menyiapkan generasi mendatang agar tumbuh menjadi manusia yang sehat jasmani rohani, cerdas, dan kompetitif di panggung dunia.

Untuk itu, menurut dia, faktor gizi pada anak merupakan kunci untuk mencapai tujuan itu. “Jangan berharap banyak kalau gizi anak kita kurang bagus, terutama dalam masa emasnya,” kata Sarles.

“Kehadiran bapak/ibu di sini, menunjukkan bahwa kita satu visi. Mari resapi dan jalankan dalam kehidupan sehari-hari materi-materi yang disampaikan nara sumber,” imbuhnya.

Penyuluh KB Kecamatan Kubu, Ni Putu Maya Lestari, meluruskan bahwa, ciri-ciri anak berisiko stunting sangat kompleks. Tidak mesti yang tinggi/panjang badannya pendek.

Stunting, menurutnya, terjadinya kegagalan dan gangguan tumbuh kembang pada 100 hari pertama kehidupan. Termasuk pada motoriknya. “Jadi anak pendek itu belum tentu berisiko stunting. Di sini cirinya adanya gangguan sehingga perkembangan anak tidak ideal dengan usianya,” jelas Maya.

Untuk itu, Maya berpesan kepada keluarga yang memiliki balita harus rajin-rajin ke posyandu. Sebab, di sana akan diketahui perkembangan buah hati. Misalnya bagi balita yang telat bicara, akan dikawal oleh kader.

“Jika ada bayi-bayi yang berisiko akan mendapatkan atensi khusus. Misalnya kalau telat biacara, orangtuanya akan diberi PR untuk melatih. Kalau tidak ada perkembangan berikutnya, baru dirujuk,” ungkapnya.

Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR RI I Ketut Kariyasa Adnyana, menekankan pentingnya pengendalian stunting dari hulu, yakni dengan menyasar remaja calon orangtua kelak. Dan yang terpenting hindari pernikahan di bawah umur.

“Penelitian menunjukkan bahwa bayi-bayi yang berisko stunting lahir dari orangtua yang kawin di bawah umur. Mari ikuti anjuran pemerintah, yakni minimal 21 tahun untuk perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki. Tapi harus dalam kondisi sehat,” sarannya.

Kariyasa juga mengimbau masyarakat untuk memanfaatkan potensi-potensi pangan lokal, terutama sumber protein dari ikan yang cukup melimpah di desa tersebut untuk memenuhi asupan gizi. (Gde)

 Save as PDF

Next Post

Optimalisasi Pemenuhan Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual di Kabupaten Buleleng

Sel Jan 16 , 2024
Dengan melihat kondisi lingkungan yang kurang bersahabat, maka optimalisasi pemenuhan hak perempuan korban kekerasan seksual di Kabupaten Buleleng menjadi suatu hal yang harus dilakukan.
Rai

Berita Lainnya