Tabanan – fajarbali.com | Desa Munduk Temu, Pupuan, Tabanan merupakan desa penghasil manggis, tetapi dengan kondisi sekarang perekonomian di Bali yang sedang stagnan akibat wabah Covid-19, membuat banyak petani buah lokal di Munduk Temu, Tabanan terancam merugi. Tetapi disatu sisi salah seorang petani manggis, I Nyoman Wintara juga mengapresiasi langkah sejumlah pemuda yang bekerja disektor pariwisata kemudian dirumahkan, mereka mencoba memasarkan buah-buahan di Desa Munduk Temu secara online dan hasilnya cukup membantu.
Lanjutnya Wintara, adanya sosial distancing ini memang sangat bagus kalau memasarkan produk buah lokal dengan sistem online, hanya saja pengetahuan para petani akan teknologi untuk pemasaran online sangat terbatas. Sehingga pihaknya sangat berharap sekali kepada Gubernur Bali, Wayan koster untuk bisa memberikan binaan pemahaman pemasaran buah lokal melalui sistem online.
“Kami petani Desa Munduk Temu, Tabanan memohon kepada Gubernur Bali, Wayan Koster agar bisa diberikan pelatihan memasarkan hasil produk buahnya secara online,” harapnya Kamis (23/7/2021).
Baca Juga :
Terjaring Razia Vaksin, Satu Mobil Travel, 10 Penumpang Belum Divaksin
Pemkot Gandeng IDI dan FK Unud Gelar Tele Konseling Pasien Isoman
Wintara yang akrab disapa Mankfull menjelaskan, biasanya ketika mendekati hari raya seperti Galungan dan Kuningan permintaan buah dipasaran meningkat. Tetapi akibat pandemi Covid-19 ini pendapatannya sangat anjlok.
“Sebenarnya kan lumayan ketika ada karya entah berapa buah yang bisa terserap, tapi karena situasi seperti ini ya mau bagaimana lagi. Jangankan karya, rainan purnama dan tilem saja sekarang sepi, orang-orang tidak ada yang keluar,” paparnya.
Mantan Perbekel Desa Munduk Temu itu pun berharap Gubernur Bali bisa memberi perhatian lebih kepada para petani manggis, dimana Desa Munduk Temu dan sekitarnya seperti Desa Kebon Padangan, Pajahan, dan desa-desa lain di Kecamatan Pupuan termasuk daerah penghasil manggis terbaik di Tabanan. Sebab yang selama ini tersorot hanya pengemudi ojek online dan pekerja di pariwisata saja.
“Petani juga susah, terutama para buruh, tetapi kami tidak berani menuntut keras karena paham akan situasi saat ini,” pungkas Mangfull. (kdk)