Ini Hasil Riset Fungsi Desa Adat di Kabupaten Badung

Urgensi penelitian menganalisis pelaksanaan ketiga fungsi: parhyangan, pawongan dan palemahan yang merupakan fungsi utama desa adat. Ketiga fungsi tersebut terkait dengan filosofi Tri Hita Karana (tiga penyebab kebahagiaan).

 Save as PDF
(Last Updated On: )

 

Tim peneliti fungsi desa adat di enam kabupaten yang tersebar di Kabupaten Badung.

DENPASAR-fajarbali.com l Tim dosen Universitas Ngurah Rai (UNR) Denpasar lintas keilmuan, yakni I Made Sumada, Yudistira Adnyana, Ni Luh Putu Suastini dan I Made Adi Suwandana, melakukan penelitian mendalam tentang analisis fungsi desa adat di Kabupaten Badung.

Yudistira Adnyana, dikonfirmasi di Denpasar, belum lama ini, menjelaskan, penelitian berlangsung di enam  Desa Adat: Plaga, Blahkiuh, Mengwi, Kerobokan, Legian dan Bualu. Keenam desa adat tersebut dipilih secara purposive mewakili karekateristik sosial Desa Adat di seluruh Kecamatan di Kabupaten Badung. Waktu penelitian selama tujuh bulan sejak Oktober 2023-April 2024.

Menurutnya, urgensi penelitian menganalisis pelaksanaan ketiga fungsi: parhyangan, pawongan dan palemahan yang merupakan fungsi utama desa adat. Ketiga fungsi tersebut terkait dengan filosofi Tri Hita Karana (tiga penyebab kebahagiaan).

“Secara historis Desa Adat bersifat otonom karenanya terdapat perbedaan dalam tata cara pengaturan penyelenggaraan fungsi parhyangan, pawongan dan palemahan. Keanekaragaman praktek adat ketiga fungsi: parhyangan, pawongan dan palemahan di tiap desa adat dikenal dengan istilah Desa Mawa Cara,” jelas Yudis.

Peneliti, lanjut Yudistira Adnyana ingin membedah fungsi utama desa adat, bagaimana pembagian fungsi parhyangan, pawongan dan palemahan di masing-masing desa adat, pelaksanaan ketiga fungsi, parhyangan, pawongan dan palemahan di masing-masing desa adat, serta mendalami makna fungsi parhyangan, pawongan dan palemahan.

Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpualan data dokumentasi, observasi dan wawancara. “Hasil penelitian menunjukan pelaksanaan fungsi parhyangan, pawongan dan palemahan di keenam desa adat terdapat kesamaam dan perbedaan antar-desa adat,” jelasnya.

Ia membeberkan, fungsi Parhyangan terkait pelaksanaan beberapa ritual di Pura Khayangan Tiga (Pura Desa, Pura Puseh dan Pura Dalem) dan pura lain yang lebih besar. Fungsi Pawongan, terkait pelaksanaan aspek adat dalam proses pernikahan, perceraian dan meninggal (kubur/ngaben) warga. Sedangkan fungsi Palemahan terkait pengelolaan lingkungan dalam bentuk kegiatan kebersihan lingkungan, pengelolahan sampah.

“Makna pelaksanan fungsi parhyangan untuk menjaga keharmonisan manusi dengan Tuhan. Makna pawongan untuk menjaga keharmonisan sesama manusia. Makna palemahan untuk menjaga keharmonisan manusia dengan lingkungan,” imbuh dia.

Secara tradisional keenam desa adat telah melakukan pembagian fungsi parahyangan, pawongan dan palemahan. Untuk melaksanakan ketiga fungsi tersebut struktur organisasi Prajuru Desa Adat umumnya terdiri dari: Bendesa Adat/Kelian Desa Adat (ketua), Penyarikan (sekretaris), Petengen (bendahara), Petajuh (wakil Bendesa), Baga (bidang: parahyangan, pawogan dan palemahan) dan pembantu umum (kasinoman). Selain itu didukung oleh unit teknis-fungsional yang lebih kecil seperti: sekeha serati/ceraki (sesaji/banten), sekeha gong (musik/gamelan), sekeha santi (kidung), pecalang (keamanan) desa adat.

Penelitian mengungkapan struktur organisasi prajuru desa adat tidak persis sama di keenam desa adat karena dipengaruhi jumlah banjar adat dan warga adat pendukung desa adat tersebut. Desa adat Blahkiuh (8 banjar adat), Desa adat Mengwi (13 bajar adat), Desa adat Kerobokan (52 banjar adat) dan Desa adat Bualu (8 banjar adat).

Karena terdiri dari cukup banyak banjar adat maka struktur prajuru desa adat terdapat organ baga parahyangan, pawongan dan palemahan. Sedangkan di Desa adat Plaga hanya terdapat 1 banjar adat maka dalam struktur prajuru adat tidak terdapat baga parahyangan, pawongan dan palemahan.

Ketiga fungsi tersebut dilaksanakan oleh struktur prajuru adat pokok: bendesa, petajuh, penyarikan dan petengen. Seperti dijelaskan Bendesa adat Plaga yang juga sebagai Ketua Majelis Desa Adat (MDA) Kecamatan Petang, “di wilayah Desa Plaga (berbentu Perbekel setara Kelurahan) terdapat 8 desa adat (Plaga, Kiadan, Nungnung, Bukian, Tinggan, Semanik, Tiyingan, Auman). Setiap desa adat tersebut terdiri hanya terdiri dari 1 (satu) banjar adat.

“Jadi untuk efektifitas kerja ketiga fungsi parahyangan, pawongan dan palemahan di kerjakan secara kolektif oleh prajuru desa adat dan secara teknis didukung banjar adat,” ungkapnya.

Fungsi Parhyangan

Bidang parahyangan (Ketuhanan/agama) mempunyai fungsi pokok melaksanakan ritual di Pura Kayangan Tiga (Pura Desa, Pura Puseh, Pura Dalem). Keenam desa adat secara tradisi sudah melaksanakan ketiga fungsi ini. Namun di beberapa desa adat terdapat fungsi tambahan berupa melaksanakan ritual di Pura Kayangan Jagat (Pura Puncak Mangu di Desa adat Plaga dan Pura Patitenget di Desa Adat Kerobokan) serta Pura Sad Kayangan (Pura Taman Sari di Desa Adat Mengwi).

Tugas prajuru khususnya bidang parahyangan mengkoordinir pelaksanaan dan monitoring jalannya ritual dalam bentuk: piodalan, purnama, tilem, pecaruan, melasti. Desa adat berfungsi menyediakan biaya ritual (sebagian/seluruhnya). Desa adat juga memiliki unit khusus yang disebut Serati (kelompok praktisi banten/sesaji) yang berfungsi mempersiapkan dan mendukung kelancaran jalanya ritual. Desa adat Bualu menyebutnya dengan istilah Ceraki. Pelaksana teknis dari kegiatan ritual (piodalan) khayangan tiga di delegasikan ke masing-masing banjar adat secara bergiliran.

Fungsi dari kegiatan ritual adalah menjaga keharmonisan hubungan manusia (warga desa) dengan Tuhan. Tujuan kegiatan ritual memohon perlindungan, keselamatan, kesejahteraan dan ucapan rasa syukur serta permohonaan maaf kepada Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa). Kegiatan ritual mencakup: piodalan (tiap 6 bulan), purnama dan tilem (tiap 15 hari).

Termasuk kegiatan melasti yakni ritual penyucian simbul-simbul Ketuhanan ke pantai untuk desa adat di Badung tengah dan Badung selatan. Sebagaimana penjelasan Bendesa adat Plaga, semua desa adat di Kecamatan Petang (Badung utara) secara tradisi semuanya melasti ke campuhan (muara pertemuan dua sungai) terdekat. Ritual melasti biasanya dilaksanakan sebelum Hari Raya Nyepi yang jatuh sekali dalam setahun berdasarkan kalender Bali. Kegiatan ritual lain seperti Barong Landung dan Barong Macan di Desa Mengwi.

Penelitian ini menemukan pelaksanaan fungsi parahyangan di keenam desa adat cenderung sama yakni berpusat pada kegiatan ritual Pura Kayangan Tiga (Blahkiuh dan Bualu). Hanya saja di beberapa desa adat fungsi parahyangan ditambah ritual di pura khayangan jagat (Plaga, Kerobokan) dan pura sad khayangan (Mengwi). Makna fungsi parhyangan adalah menjaga hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.

Fungsi Pawongan

Bidang pawongan menyangkut urusan manusia/krama. Pengelolaan warga/krama melalui aturan (perarem). Tugas Prajuru adalah menyiapkan aturan (perarem) yang mengatur krama wed/mipil (warga asli desa adat), krama tamiu (krama Bali dari luar desa adat) dan tamiu (orang luar Bali termasuk orang asing).

Selain itu prajuru desa adat (dapat didelegasikan kepada klian banjar adat) bertugas dalam hal pernikahan krama adat dan bila ada krama adat meninggal. Dalam hal pernikahan Kelian Adat menandatangani surat pernyataan perkawinan sebagai dasar mengurus akte perkawinan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Dalam hal perkawinan beda agama, sebelum pelaksanaan upacara Sudi Wedani, Bendesa Adat menandatangani surat pernyataan.

Fungsi Bendesa Adat/Kelian Adat sebagai saksi adat atas pernikahan warganya. Dalam hal warga yang meninggal Bendesa Adat/Kelian Desa Adat memberikan petunjuk hari baik dan di beberapa Desa Adat dapat memberikan dana santunan kematian. Fungsinya agar pelaksanaan hari penguburan/Ngaben mendapat hari baik dan mencegah benturan pelaksanaan dengan ritual di pura atau kegiatan ritual desa lainnya.

Praktik adat dan tradisi pernikahan dan meninggal dunia disetiap desa adat juga beragam. Contohnya, Desa Adat Bualu tidak mengenal tradisi ngaben. Semua warga adat yang meninggal pasti mengikuti tradisi penguburan. Bahkan seluruh desa adat di Kecamatan Kuta Selatan (9 Desa Adat) kecuali Desa Adat Jimbaran, melaksanakan upacara penguburan.

Penelitian ini mengungkapkan pelaksanaan fungsi pawongan terdapat kesamaan di keenam desa adat. Di semua desa adat pelayanan warga (krama) adat untuk urusan kelahiran, pernikahan, perceraian, adopsi anak dan kematian secara teknis diserahkan ke klian banjar adat.

Bendesa adat umumnya berfungsi menentuan hari baik untuk penguburan atau pembakaran mayat. Prajuru Desa Adat Bualu khusus membentuk Adi Mukaning Desa yang berfungsi mewakili Bendesa sebagai saksi nikah warga. Untuk administrasi warga pendatang (krama tamiu dan tamiu) desa adat misalnya mengeluarkan Kartu Identitas Sementara yang dapat ditindaklanjuti di kantor desa (Perbekel/Kelurahan) menjadi surat keterangan penduduk non-permanen.

Fungsi pawongan yang beririsan dengan fungsi palemahan ditemukan di desa adat yang status tanahnya masih milik desa adat disebut dengan Tanah Ayahan Desa (AyDs) atau Tanah Karang Desa (TKD). Berdasarkan keterangan Bendesa Adat Plaga menurut awig-awig desa adat, intinya bila ada krama tamiu dan tamiu membeli tanah dan membangun rumah di wilayah tanah Desa Adat Plaga maka krama tamiu dan tamiu tersebut wajib masuk menjadi warga Desa Adat Plaga.

Sementara bila ada krama tamiu dan tamiu yang hanya membeli tanah saja tanpa membangun maka tidak masuk warga desa adat tapi tetap membayar uang batu-batu atau penanjung batu”.

Mirip dengan di Plaga, di Desa Adat Mengwi tanahnya bersatus Tanah Ayahan Desa (AyDs). Menurut penjelasan Petajuh (wakil Kelian Desa) bidang pawongan, “tanah ayah desa (AyDs) atau Tanah Karang Desa (TDK) tidak bisa diperjualbelikan. Kalaupun ada krama tamiu/tamiu yang membeli tanah di Desa Mengwi harus ikut adat dan status krama tamiu/tamiu tersebut tidak sama dengan krama pengarep tapi bertatus krama pengele”

Sebagian besar desa adat masih menggunakan cara manual dalam mengelola data warganya (baik warga adat (krama wed), krama tamiu dan tamiu). Dalam model manual, peristiwa kelahiran, pernikahan, perceraian, adopsi anak dan kematian warga adat dicatat secara manual oleh Klian banjar adat.  Kecuali Desa adat Kerobokan yang sudah menerapkan tata kelola data warga secara digital.

Dalam model digital, Bendesa adat mengetahui dinamika warga adat (kelahiran, pernikahan, perceraian dan kematian), krama tamiu dan tamiu secara online. Seperti dinyatakan Bendesa adat Kerobokan, “pengelolaan warga secara digital diadakan untuk memudahkan prajuru adat desa dan banjar untuk mengawati dinamika kependudukan baik warga adat, krama tamiu dan tamiu di wilayaha desa adat Kerobokan. Prajuru bisa memonitor siapa kos di rumah siapa.

Memang investasinya cukup besar sekitar 1 milyar lebih. Model digital ini juga berguna untuk mendukung program desa wisata”. Makna fungsi pawongan, menjaga hubungan harmonis antara manusia dengan manusia, khususnya antara warga adat yang satu dengan warga adat yang lainnya.

Fungsi Palemahan

Bidang palemahan menyangkut kegiatan gotong royong di pura dan lingkungan. Prajuru bidang palemahan bertugas mengkoordinir pelaksanaan gotong royong tersebut. Pelaksanaa fungsi palemahan terdapat variasi antara satu desa adat dengan desa adat lainnya.

Keenam desat adat melaksanakan fungsi palemahan dalam bentuk kegiatan kebersihan lingkungan secara gotong royong baik di wilayah (wewidangan) pura khayangan tiga dan pura-pura lainnya serta kebersihan di wilayah (wewidangan) banjar adat.

Desa Adat Bualu tiap bulan melaksanakan kegiatan bersih-bersih pantai bekerjasama dengan pihak hotel di wilayahnya. Bendesa adat Bualu menyatakan, “Baga palemahan desa adat Bualu juga berfungsi untuk berkordinasi dengan pihak unit usaha di wilayahnya (hotel, restoran, caffee shop dan spa berjumlah 47 buah) agar warga adat diproritaskan dalam pengadaaan tenaga kerja dengan tetap menimbang faktor profesionalisme.

Bendesa adat Bualu sudah membuat MoU dengan manajemen unit usaha”. Desa adat Kerobokan juga mengadakan kegiatan bersih-bersih pantai tapi waktunya disesuaikan dengan kebutuhan.

Hanya di Desa Adat Mengwi ditemukan fungsi palemahan mencakup kegiatan pembangunan fisik termasuk rekovasi pura khayangan tiga dan pura lainnya. Searah dengan kebijakan pemerintah daerah tentang pengelolaan sampah berbasis sumber, bagi desa adat yang telah memiliki Tempat Pengelolaan Sampah reduce, reuse, recycle (TPS3R)) seperti desa Mengwi dan Blahkiuh.

Sementara desa Bualu sudah mendapat hibah tanah untuk TPS3R namun pembangunannya masih menunggu Pemerintah Kabupaten Badung.

Sedangkan Desa Adat Kerobokan belum punya TPS3R karena belum memiliki lahan. Desa adat Plaga bersama 7 desa adat lainnya mengelola TPS3R bersama bekerjasama dengan Perbekel Plaga.

 

 

 Save as PDF

Next Post

Cara Aman Mencuci Honda EM1 e:, Tak Disarankan Menggunakan Air Bertekanan

Kam Mei 2 , 2024
Dibaca: 317 (Last Updated On: ) Honda EM1 e:   DENPASAR-fajarbali.com | Supaya tampil bersih, biasanya pemilik sepeda motor mencucinya secara rutin. Tidak cuma motor dengan mesin bensin, motor listrik seperti Honda EM1 e: pun wajib di cuci untuk meningkatkan penampilannya. Namun perlu diketahui adalah cara mencuci motor konvensional dengan listrik sangat […]
1714624094952_copy_800x682

Berita Lainnya