https://www.traditionrolex.com/27 Rangkaian Pelaksanaan Nyepi Warga Buleleng Lakukan Berbagai Tradisi  - FAJAR BALI
 

Rangkaian Pelaksanaan Nyepi Warga Buleleng Lakukan Berbagai Tradisi 

(Last Updated On: 18/03/2018)

SINGARAJA – fajarbali.com | Pelaksanaan berata penyepian di Kabupaten Buleleng menyimpan banyak tradisi. Baik tradisi dari sebelum pelaksanaan hari Berata Penyepian hingga usai melangsungkan Berata Penyepian. Rangkaian tradisi yang dilakukan warga Buleleng bukan hanya melakukan ritual megoak-goakan sebagai tradisi peninggalan leluhur namun tradisi ngoncang hingga nyakan diwang juga mewarnai pelaksanaan nyepi yang terjadi di Kota Pendidikan. 

Sebelum hari raya Nyepi, tepatnya pada saat pengerupukan, tradisi ngoncang atau memukul lesung, selalu dilakukan oleh warga di Banjar Adat Pakraman Paketan, Kelurahan Paket Agung. Kegiatan ngoncang selalu dilangsungkan setiap tahun menjelang pengerupukan, ketika memasuki waktu sandyakala. Krama setempat meyakini ritual ngoncang sudah dilakukan berabad-abad silam. Mengingat lesung yang digunakan sebagai sarana ngoncang juga sudah berusia ratusan tahun dan digunakan turun temurun, dari generasi ke generasi. Hanya saja dalam beberapa tahun terakhir, ngoncang sedikit dimodifikasi oleh warga setempat. 
Kini ngoncang tak hanya dilakukan oleh setiap kepala keluarga yang memiliki lesung kayu. Namun diperbesar wilayahnya menjadi tingkat banjar adat, dan digagas oleh RT IV/Kelurahan Paket Agung. Ketua RT IV/Kelurahan Paket Agung, I Putu Gede Merta mengatakan, sarana lesung sangat disakralkan oleh warga setempat. Lesung tak boleh digunakan sebagai tempat duduk, apalagi sebagai tempat menjemur pakaian.”Kalau orang tua bilang pamali,” katanya. 
Salah satu Tokoh Agama di Banjar Adat Pekraman Paketan Putu Mahendra menuturkan, dulu tradisi ngoncang ini dilaksanakan pada saat dilaksanakannya beberapa upacara Agama Hindu, mulai dari pelaksanaan Ngaben (Pembakaran Mayat-red), ataupun dengan upacara otonan (hari kelahiran Bayi secara Hindu,red). Biasanya, tradisi ngoncang dilaksanakan sebelum mulainya sebuah upacara yadnya. Menurut Putu Mahendra, selain untuk upacara Yadnya, tradisi ngoncang juga kerap kali dilakukan saat munculnya peristiwa peristiwa yang berkaitan dengan alam, misalnya saat terjadinya peristiwa gempa bumi, dan juga peritiwa Gerhana Bulan atau di Bali disebut Bulan Kepangan. 
Untuk peristiwa gerhana bulan Kata Mantan Klian Banjar Pekraman Paketan ini, di Bali Gerhana Bulan memilki cerita tersendiri tentang bagaimana bisa terjadinya Gerhana Bulan. Cerita Gerhana Bulan tidak lepas dari cerita Raksasa Kalarau, cerita yang sangat terkenal di kalangan masyarakat Bali. Dalam cerita itu, intinya adalah bagaimana Raksasa Kalarau itu berusaha untuk menelan Dewi Bulan.
Tak hanya ngoncang, ritual lainnya juga diselenggarakan setelah Hari Raya Nyepi, tepatnya pada saat ngembak geni, Minggu (22/3/2018) sejumlah desa menyelenggarakan ritual. Salah satunya Desa Panji di Kecamatan Sukasada. Setiap tahunnya desa ini rutin menggelar tradisi megoak-goakan yang dipusatkan di Monumen Bhuana Kerta dan Lapangan Umum Desa Panji. Ritual megoak-goakan diyakini sudah menjadi tradisi turun temurun berabad-abad silam. Tradisi ini mulai muncul ketika Ki Barak Panji Sakti menyerang Kerajaan Blambangan. Dulunya tradisi dilangsungkan pada saat krama melakukan ngembak geni, atau saat sipeng. Namun kini tradisi dilakukan sehari sesudah sipeng. W – 008
 

 Save as PDF

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Next Post

Dua Putra Bali Terima Gelar Doktor Honoris Causa di India

Ming Mar 18 , 2018
Dibaca: 17 (Last Updated On: 18/03/2018)Bangalora-fajarbali.com | Salah satu yayasan yang bergerak di bidang kebudayaan di Bangalore, Aasta Foundation Trust, bekerja sama dengan University Of Swahili dan Lembaga Swadaya Masyarakat RSVVM India, menyelenggarakan sebuah even internasional.  Save as PDF

Berita Lainnya