SINGARAJA-fajarbali.com | Gelombang penolakan terhadap rencana PLN membangun jaringan listrik Jawa Bali Crossing (JBC) dengan tower setinggi 376 meter melalui Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) di kawasan Pura Segara Rupek, Desa Sumberklampok, Gerokgak, Buleleng, makin menguat.
Menurut Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) se-Bali, proyek itu dinilai melanggar keputusan majelis agama dan adat di Bali. Jika PLN ngotot (tetap melaksanakan proyek), maka PHDI se-Bali, Majelis Desa Pakraman, Pengempon Pura Segara Rupek dan sejumlah elemen masyarakat Bali berencana menghadap Presiden Joko Widodo untuk memohon pembatalan proyek transefer listrik berkapasitas 500 KV tersebut.
“Kami dari majelis agama (PHDI) se-Bali, bersama majelis adat dan sejumlah tokoh masyarakat bakal menghadap Presiden Joko Widodo untuk memohon pembatalan rencana proyek, jika PLN ngotot,” kata Ketua PHDI Provinsi Bali Prof. Dr. Drs. I Gusti Ngurah Sudiana, M.Si., usai menggelar persembahyangan ‘Guru Piduka’ di Pura Segara Rupek, bersama ratusan pamedek dari PHDI kabupaten/kota se-Bali, MMDP, pangempon pura, perwakilan 15 desa adat, Kementerian Agama, serta gabungan pemuda Hindu, Jumat (9/2/2018).
Sudiana menegaskan, Bali barat merupakan ‘benteng’ pertahanan pertama Pulau Dewata. Jika benteng itu jebol, maka seluruh wilayah Bali rusak. Oleh karenanya, keputusan majelis agama, adat, serta pemerintah kabupaten/kota dan provinsi harus benar-benar dijaga.
“Keputusan tentang kearifan lokal harus diikuti oleh siapapun yang datang ke Bali. Bila diabaikan, maka tokoh-tokoh Bali tidak ada artinya lagi. Ini tidak main-main. Apalagi Bali sudah punya program energi mandiri,’ tegas Sudiana.
Persembahyangan ‘Guru Piduka’ ini, kata Sudiana, selain bertujuan memohon keselamatan, juga bertujuan memohon petunjuk kepada Ida Sanghyang Widhi Wasa yang berstana di Pura Dang Kahyangan Segara Rupek, agar mencegah siapapun oknum yang ingin mengusik kesucian pura. Terlebih rencana pendirian tower dinilai jelas-jelas melanggar ‘Bhisama’ PHDI tentang radius kesucian Pura Dang Kahyangan yakni ‘apeleng alit’ atau 2000 meter.
“Tidak boleh ada pembangunan apapun dalam radius yang tertuang dalah ‘Bhisama’ PHDI,” sebutnya.
Bhisama, lanjut dia, merupakan suatu keputusan tinggi umat Hindu yang harus diperhatikan oleh perusahaan maupun pemerintah jika ingin membangun proyek di Bali. Sebab, Bali mempunyai budaya dan adat yang merupakan rohnya Bali yang harus dilestarikan.
Terlebih, pura merupakan taksunya Bali. Oleh karena itu, pihaknya meminta kepada pemerintah pusat untuk membatalkan rencana megaproyek pembangunan SUTET berkapasitas 500 KV tersebut di Bali.
Pria yang juga Rektor IHDN Denpasar ini menyebut, JBC tidak terlalu mendesak dilakukan, apalagi ketersediaan listrik di Bali masih surplus, sehingga pihaknya mengimbau PLN memaksimalkan sumber pembangkit yang ada di Bali. Selain itu, penolakan pembangunan SUTET ini juga didasarkan untuk menjaga keseimbangan alam Bali.
Sebagai salah satu tokoh masyarakat, ia tidak ingin terjadi sesuatu terhadap alam Bali ke depannya akibat dampak dari rencana pembangunan tersebut. “Kita tidak ingin Bali atas apa yang tidak dikehendaki orang Bali membuat Bali tidak baik ke depannya. Sehingga, siapapun orang Bali wajib menyelamatkan Bali, wajib menjaga kesucian pura, dan wajib menghormati keputusan lembaga,” tandasnya.
Hal senada juga dikatakan Ketua Ikatan Pengempon Pura Bali Barat (Ikapurba), Putu Suastika dan Ketua MMDP Kabupaten Buleleng, Dewa Putu Budarsa. Dikatakan,
selain dikhawatirkan mengganggu kesucian pura, rencana pembangunan SUTET tersebut juga akan mencemari kelestarian lingkungan. Apalagi, kabel-kabel proyek tersebut akan melintasi beberapa Desa Pakraman. “Bhisama kesucian pura ini juga sudah sesuai dengan RTRW Provinsi Bali tahun 2009-2029.
Oleh karenanya, kami sangat mendukung bhisama ini dan tetap menolak rencana pembangunan Bali Crossing itu. Mohon Pemerintah memperhatikan apa yang telah menjadi kesepatakan kami,”tegasnya. Pada kesempatan tersebut, PHDI Bali menyerahkan 50 buku Bhagawadgita dan baju adat kepada para pemangku, bendesa adat dan prajuru adat se-Kabupaten Buleleng.
Sebelumnya, General Manager PLN Distribusi Bali I Nyoman Suwarjoni Astawa mengatakan, kalau proyeksi Rencana Usaha Penyedia Tenaga Listrik (RUPTL) ini tidak berjalan, tahun 2022 Bali terancam mengalami defisit listrik.
Sebagai acuan, Suwarjoni memaparkan, kondisi defisit listrik pernah dialami di Tahun 2015 lalu sebelum PLTU Celukan Bawang dibangun. “Saat ini Bali mengalami pemadaman bergilir. Jadi, begitu ada satu pembangkit besar mengalami pemeliharaan, pemadaman bergilir harus diambil,” kata Suwarjoni Astawa kemarin. Dengan kondisi seperti itu, PLN menawarkan solusi menambah daya transfer melalui JB Cross. Total yang disalurkan mencapai 500 kilo volt (KV). (gde)