Panglingsir Puri Ageng Mengwi dan rombongan di depan bade tumpang sembilan.
GIANYAR-fajarbali.com | Puri Ageng Mengwi, Badung, dengan Puri Agung Ubud, Gianyar, memiliki nilai historis yang kuat. Panglingsir Puri Agung Ubud Tjok. Oka Artha Ardhana Sukawati, mengakui bahwa cikal bakal leluhurnya tak terlepas dari Puri Ageng Mengwi.
Hal itu disampaikan Cok Ace, sapaannya, saat menerima kehadiran Panglingsir Puri Ageng Mengwi AA Gde Agung, beserta ratusan rombongan, dalam rangka ngaturang saji sebagai upakara pelengkap rangkaian Palebon Agung Newata Tjok. Bagus Santaka, Sabtu (13/4).
AA Gde Agung kembali hadir saat puncak palebon, Minggu (14/4) sebagai saksi "royal cremation" itu. Bahkan ia diberikan tempat khusus duduk di naga banda bersama "tuan rumah", pandita, dan orang-orang pilihan lainnya.
Cok Ace menegaskan, hingga kini, sampai enam generasi hubungan antar-kedua puri masih terjalin dengan baik. "Lewat kegiatan-kegiatan seperti ini, kami pesankan ke generasi berikutnya agar senantiasa merawat hubungan ini," kata Cok Ace.
Mewakili keluarga, Cok Ace berterima kasih kepada Puri Ageng Mengwi yang telah merawat nilai-nilai gotong royong warisan leluhur. "Kami di sini punya anak cucu, selalu kami pesankan jangan pernah lupakan Puri Ageng Mengwi," tegasnya.
Panglisir Puri Ageng Mengwi AA Gde Agung duduk di naga banda bersama Panglisir Puri Agung Ubud Tjok Oka Artha Ardhana Sukawati, saat puncak Palebon Agung, Minggu (14/4).
Pada kesempatan yang sama, AA Gde Agung menerangkan, pihaknya menghaturkan saji berupa bebangkit jangkep yang dikawal oleh ratusan komponen masyarakat, mulai dari pengayah, ibu-ibu PKK, hingga pangemong Pura Ganter dengan busana khas poleng.
Setelah tiba di parkiran Museum Lukisan Ubud, ia memimpin rombongan ma-peed lengkap dengan baleganjur menuju lokasi upacara, Puri Agung Ubud. "Kami menerjunkan setidaknya 200 orang dengan kedaraan (mobil) 25 unit. Pada hari H, kami mempersembahkan tari sakral baris ketekok jago," jelasnya.
AA Gde Agung menambahkan, seluruh persembahan digarap sendiri di puri bersama dengan masyarakat. Tidak ada motivasi apapun dalam hal ini, kecuali semangat menjaga rasa sagilik-saguluk salunglung sabayantaka, “pada nuwenang”.
Menurutnya, adat dan tradisi itu dilaksanakan terkait dengan persaudaraan dengan Puri Agung Ubud yang terlah berlangsung secara turun temurun.
"Dresta atau tradisi yang kami laksanakan ini berkenaan dengan rasa kebersamaan. Hal yang sama juga dilakukan Puri Agung Ubud untuk di Puri Ageng Mengwi saat ada pelebon. Puri Ubud 'ngaturang' lembu. ," kata AA Gde Agung. (gde)