https://www.traditionrolex.com/27 Melalui Danu Kerthi, Memelihara Peradaban Air - FAJAR BALI
 

Melalui Danu Kerthi, Memelihara Peradaban Air

“Air yang mengalir ke muara dengan tenang dan bersih, tentu ada tangan-tangan bijak di hulu yang merawat hutan.” Sasanti bijak ini terus terpelihara di negeri asalnya India sampai ke Nusantara dan khususnya Bali. Sasanthi bijak ini sebagai jawaban keberpihakan ajaran Hinduisme terhadap lingkungan, dalam hal ini relasi manusia dengan alam.

 Save as PDF
(Last Updated On: 13/10/2022)

GIANYAR-fajarbali.com | Sasanti bijak dari tanah Hindustan menuliskan; “Air yang mengalir ke muara dengan tenang dan bersih, tentu ada tangan-tangan bijak di hulu yang merawat hutan.” Sasanti bijak ini terus terpelihara di negeri asalnya India sampai ke Nusantara dan khususnya Bali. Sasanthi bijak ini sebagai jawaban keberpihakan ajaran Hinduisme terhadap lingkungan, dalam hal ini relasi manusia dengan alam.

Kalimat bijak tersebut dituliskan mulai saat penjawaan sastra-sastra India, pada masa pra Majapahit, melalui pengetahuan maha kawi lahirlah karya adiluhung. Salah satu sastra dan sekaligus sebagai acuan pemujaan terhadap bumi dan beserta isinya lahirlah kalimat Nangun Sat Kerthi yang arus utamanya adalah pelaksanaan Upakara Sad Kerthi di Bali. Ritual Upakara Sad Kerthi, ini juga merupakan puncak dari relasi manusia Bali dengan alam yang diwujudkan melalui pemujaan terhadap Sang Pencipta, bahwa masyarakat Bali baik sebagai masyarakat agraris dan masyarakat bahari, memuliakan alam Bali dengan laku nyata. Puncak relasi atau hubungan dengan Sang Pencipta ini yang melalui Upakara Sad Kerti, menandakan pula, masya Bali telah mampu menjaga alam dan sebagai perwujudan rasa bakti dilakukan dengan Upakara, bahwa apa yang telah diberikan oleh alam sudah melebihi dari apa yang di harapkan. Orientasi nilai para bijak Hindu Bali menjelaskan bahwa alam itu hidup dan menghidupi, maka lahirlah lahan-lahan persawahan yang kontour bentangnya selaras dengan alam. Tidak ada bentang alam yang dipaksa di ekploitasi menjadi lahan agraris, dan semua itu selaras dengan bentuk alam. Air irigasi yang terbentuk juga meliuk indah mengikuti bentang alam tanpa ada perusakan bentang sungai. Laku hidup ini terus terpelihara, sepanjang masyarakat Bali masih menjadikan alam sebagai tempat hidup dan menghidupi, walau tantangan modernisasi telah menggerogoti kebudayaan agraris, yang menjadikan masyarakat agraris Bali mulai berjarak dengan alam. Sadar akan alam yang hidup dan menghidupi, oleh pemerintah Provinsi Bali, kebudayaan agraris mulai ditekankan kepada laku agraris yang modern, seperti halnya pertanian organik di Bali termasuk Perda Pemuliaan Alam Bali.

Di samping tercatat memiliki luas hutan lebih dari 132.358 Hektar, Pulau Bali memiliki lebih dari 500 lebih sumber mata air, 162 sungai yang masih mengalir, 4 danau dan 128 bendungan/waduk yang besar maupun kecil. Diakui oleh pemerintah, sumber-sumber mata air ini menghadapi tantangan akibat berkembangnya tata hunian dan dan sumber air bukan lagi mengkhusus untuk pertanian. Di mana modernisasi seperti pariwisata juga membutuhkan sumber air yang tidak sedikit, maka sumber mata air tersebut mengalami pergeseran fungsi. Lahan pertanian juga terus menyusut akibat kebutuhan ruang untuk hunian dan perkembangan pariwisata, namun pemerintah juga terus menekan, agar alih fungsi lahan tidak semakin liar dan kebablasan. Formula terbaik yang dilahirkan dari Gubernur Bali, Wayan Koster melalui visi ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali’ melahirkan beberapa Perda, Pergub yang berpihak kepada alam dan lingkungan. Salah satu produk hukumnya, Pergub nomor 24 Tahun 2020, Tentang Perlindungan Danau, Mata Air dan Laut.

Lahirnya peraturan gubernur ini, sangat jelas menjawab dan sejalan dengan keberpihakan Pemerintah Provinsi Bali terhadap lingkungan, baik sekala dan niskala. Dalam Pergub ditegaskan pertimbangan dasar lahirnya pergub perlindungan sumber mata air adalah; Air sebagai sumber kehidupan dan sebagai sarana penting dalam upacara keagamaan. Sedangkan kondisi di lapangan, kualitas sumber daya air menurun, sehingga diupayakan menjaga kesucian dan keharmonisam sumber-sumber daya air tersebut.

Gubernur Bali, I Wayan Koster pun mengajak seluruh masyarakat Bali untuk dengan sadar memelihara, merawat dan melestarikan alam bumi Bali beserta isinya agar lahir manusia Bali yang mampu merawat peradaban air. Kata bijak dari India lain juga menuliskan dengan baik, ada tiga mutiara di dunia ini; Makanan, air dan nasehat bijak. Pemprov Bali juga telah memberikan ruang guna terpeliharanya mutiara tersebut, sehingga tujuan akhir dari visi Pemprov Bali adalah masyarakat Bali yang sejahtera sekala dan niskala.

Melalui Festival Seni Bali Jani (FSBJ), tiap tahunnya lahir tema-tema keberpihakan kepada lingkungan. Dimana pada FSBJ 2022, dengan tema ‘Jaladhara Sasmita Danu Kerthi’ yang melalui seniman dan sastrawan Bali dan luar Bali untuk menggaungkan air baik sungai, danau, laut dan mata air sebagai sumber peradaban, sumber literasi untuk menemukan kehidupan yang harmonis. Lewat karya-karya seniman dan tulisan sastra akan terbaca bagaimana peradaban air tertuang dalam karyanya sebagai literasi berkelanjutan bagaimana masyarakat Bali memelihara peradaban air. Seniman dan sastrawan Bali juga diberikan kesempatan menuangkan karya-karya mereka baik tradisi dan kontemporer, guna menggali lebih dalam bagaimana peradaban air terpelihara di masa lalu, masa kini dan menjawab tantangan peradaban air di masa depan.

I Gede Sarjana Putra S.Fil (Sastrawan, Jurnalis)

 Save as PDF

Next Post

Komisi II DPRD Bali Harapkan Pemerintah Kendalikan Inflasi Dengan Program Berkelanjutan

Kam Okt 13 , 2022
“Ini artinya pemerintah sudah turun dan terdapat dukungan. Mudah-mudahan itu diiringi dengan program. Harapan kita diiringi dengan program, misalnya cabe kedepannya ada bantuan untuk petani cabe. Daging mahal, bantuan ke peternak, tidak hanya insidentil sifatnya tapi program secara terus menerus,” tandasnya.
IMG-20220726-WA0076-8b60668e

Berita Lainnya