GIANYAR – fajarbali.com | Di masa stay at home dan para siswa belajar di rumah, sebagian waktu luang siswa ada yang mengisi waktunya dengan gadget.
Walau demikian, ada juga siswa yang mengisi waktunya dengan belajar menganyam lontar. Hal ini terjadi di Desa Bona, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar. Warga disini menggeluti anyaman lontar sejak 50 tahun lalu terkenal. Bahkan rata-rata-warga disana saat itu bisa menganyam daun lontar. Anyaman lontar ini pertamanya membuat topi buat petani ke sawah, tikar dan tas kecil untuk pemangku.
Di Tahun 1980-an, kerajinan anyaman daun lontar berkembang pesat dengan boomingnya pariwisata di Bali. Kerajinan anyamam lontar ini beredar sampai ke Eropa, utamanya negara Spanyol, Perancis dan Italia. Selanjutnya pasar di Asia adalah Jepang. Salah satu perajin dan penjual anyaman daun lontar di Desa Bona adalah Usaha Pucuk Lontar Mas, dengan pemilih I Gusti Ngurah Suwantara. Dirinya bersama keluarga merintis usaha tersebut sejak tahun 1980-an. Bahkan usahanya berkembang sampai ke Kuta. “Namun setelah Bom Bali, usaha kami sempat surut, namun kami bertahan dengan toko kami di Bona ini,” jelas Gusti Suwantara.
Dikatakan Gusti Suwantara, saat usahanya berkembang, banyak anak-anak SD yang ikut menganyam lontar, sepulang sekolah. “Hampir semua anak SD waktu itu bisa menganyam lontar,” jelasnya. Perkembangan model anyaman berkembang, dari topi sampai ke tas, dompet dan souvenir lainnya,” tuturnya. Bahkan dikatakannya, beberapa disain anyaman didapat dari pesanan wisatawan. Sedangkan wisatawan yang membeli untuk di jual lagi, seperti tas untuk laundry hotel, tas liburan pantai, atau kebutuhan wisatawan lainnya yang bahannya semua alam. Sedangkan saat ini, hanya sedikit siswa yang mau belajar menganyam lontar. “Anak SD saat ini sangat jarang yang bias menganyam, regenerasi kami tidak ada,” keluhnya. Penganyan lontar saat ini generasi tua, ibu-ibu yang menyelesaikan pekerjaan dapur, baru bekerja anyaman.
Harapannya, pemerintah melalui Gubernur Bali, Pak Koster, bisa meregenerasi penganyam, melalui pendidikan keterampilan disekolah. “Kendala kami tenaga, banyak pemesan Eropa komplin,karena lambatnya penyelesaian. Kami kekurangan tenaga, ini persoalannya,” tuturnya. Paling tidak, pekerjaan menganyam bukanlah tujuan utama, namun daripada tidakmemiliki pekerjaan samasekali, pekerjaan menganyam bisa menjadi alternative. Selain itu, keterampilan menganyam harus dimiliki anak-anak di Bali, sebelum keterampilan itu diambil alih wilayah luar Bali. “Bila serius bekerja, pendapatan bisa menghidupi perekonomian keluarga,” tutupnya.(gds).