https://www.traditionrolex.com/27 Evaluasi Jalur Zonasi - FAJAR BALI
 

Evaluasi Jalur Zonasi

Sudah saatnya jalur zonasi dalam sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dievaluasi

 Save as PDF
(Last Updated On: )

FOTO: I Made Gede Putra Wijaya

 

MANGUPURA – fajarbali.com | Tokoh pendidikan Bali sekaligus ketua YPLP Kabupaten PGRI Badung I Made Gede Putra Wijaya, menilai, sudah saatnya jalur zonasi dalam sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dievaluasi bahkan direvisi karena terbukti tidak efektif selama kurang lebih lima tahun penerapannya.

Zonasi, kata Putra Wijaya, justru membuat orangtua calon murid bingung karena banyak parameter yang gagal dipahami. Dari sinilah bibit-bibit ‘kekisruhan’ muncul.

Dalam pengamatannya, zonasi melahirkan kepercayaan diri dalam benak orangtua atau calon murid baru, bahwa jika rumah/domisilinya dekat dengan sekolah sasaran, mereka otomatis diterima.

“Kenyataannya kan enggak seperti itu. Bahkan ada yang rumahnya hanya terpisah tembok (dengan sekolah-red) malah enggak keterima. Ini kan kacau,” tegas Putra Wijaya ditemui di sela Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) bagi peserta didik baru TA 2023/2024 SMK PGRI 1 Badung, Senin (10/7).

Kerancuan sistem zonasi, lanjut dia, membuat banyak calon peserta didik seolah tercecer. Sehingga munculah gelombang kedua PPDB di persekolahan negeri. Parahnya, hal ini dimainkan oleh kelompok-kelompok yang berkepentingan hingga terjadi gelombang “tsunami”.

Fakta di lapangan, peserta didik baru di sekolah negeri khususnya jenjang SMA/SMK sederajat membludak, jauh melebihi daya tampung dan rasio guru. “Mau dikemanakan pendidikan kita?,” tanyanya.

Evaluasi menjadi penting, karena menurut dia, sistem zonasi tidak sesuai dengan tujuan awal diterapkan yakni memeratakan, menghapus kastanisasi pendidikan dan menekan “traffic jamp” di jalanan.

Pengamat dan praktisi pendidikan ini justru mendorong dikembalikannya sistem nilai ujian yang dulu dikenal dengan Nilai Ebtanas murni. Mengingat sistem Ujian Nasional sudah dihapus, maka salah satu solusi yakni dengan mengadakan tes masuk versi masing-masing sekolah layaknya sekolah ikatan dinas, jika tes jalur nilai sekolah diragukan.

“Jadi setiap sekolah punya tes seleksi masing-masing. Seperti sekolah dinas lah. Ini kan sangat ‘fair’ menurut saya. Ada indikator akademik dan intelektual yang jelas tapi butuh komitmen bersama. Bila perlu ada pengawas eksternal,” sarannya.

Sistem tes seleksi masuk, lanjut dia, juga melahirkan peserta didik berkarakter. Yang tidak diterima pun bisa menerima kenyataan karena memang gagal melewati seleksi. Ia menepis sistem ini justru mempertebal kastanisasi sekolah, justru semakin menguatkan karakteristik setiap sekolah.

Dengan demikian, persekolahan swasta berbasis kerakyatan, juga mendapatkan imbas positif. Calon siswa yang gagal seleksi di sekolah negeri bisa ditampung dengan subsidi dari pemerintah daerah sehingga tidak perlu membangun gedung-gedung sekolah baru dengan biaya tinggi.

Hal ini pun, masih menurut Putra Wijaya, telah jelas diatur dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sidiknas) bahwa pihak swasta berperan dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.

Putra Wijaya berharap, gagasannya ini disampaikan oleh YPLP Provinsi Bali, pusat hingga PB PGRI ke Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) sebagai stakeholder.

“Saya rasa pengurus YPLP dan PB PGRI punya akses untuk menyampaikan ke Kemendikbud. Semoga didengar karena ini kepentingan umum, bukan saya pribadi,” tegas Putra Wijaya. (Gde)

 Save as PDF

Next Post

Gercep, BRI Bantu Korban Banjir Tukad Unda Klungkung

Sen Jul 10 , 2023
Bantuan diberikan dalam bentuk kasur, bantal, dan peralatan masak kepada para korban yang mengungsi di Balai Budaya Klungkung.
BRI Peduli

Berita Lainnya