SEMARAPURA-fajarbali.com | Dugaan penyelewengan dana di Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Ped, Kecamatan Nusa Penida, Klungkung memasuki babak baru. Kejaksaan Negeri Klungkung telah menetapkan dua orang tersangka, Kamis (14/10/2021).
Yakni IMS yang merupakan Ketua LPD, dan IGS seorang pengurus LPD di bagian kredit. Kasus yang telah melewati masa penyidikan selama lima bulan inipun, disinyalir menyebabkan kerugian negara hingga Rp5 Miliar.
Kajari Klungkung, Shirley Manutede didampingi Kasi Pidana Khusus, Bintarno, dan Kasi Intel, Erfandy Rachman Kurnia serta Kasubsi Penyidikan, Leonardo mengungkap, sejatinya dugaan penyelewengan dana di LPD Ped sudah dibidik sejak tahun 2017 silam. Namun, pada lima bulan terakhir ini barulah kasus tersebut masuk dalam tahap penyidikan. Meski sudah ada dua tersangka yang ditetapkan, Shirley Manutede mengatakan pihaknya belum melakukan penahanan. Lantaran hingga saat ini, Kejaksaan masih menunggu hasil audit dari Inspektorat. Yang mana disebutkan hasilnya segera akan dikirimkan.
“Berdasarkan hasil kami hitung sendiri dan sudah disounding, ada sekitar Rp5 Miliar lebih kerugian negaranya. Sehingga kami telah menetapkan dua tersangka dalam perkara ini,” ujar Kajari Klungkung, Shirley Manutede.
Setelah melakukan penetapan tersangka, kini Kejaksaan akan melanjutkan kasus tersebut dengan agenda pemeriksaan tersangka dan saksi. Setelah pemeriksaan saksi, Shirley Manutede juga mengatakan bisa saja jumlah tersangka bisa bertambah. Mengingat penyimpangan yang terjadi di LPD Ped terindikasi melibatkan jajaran pengurus dan pengelola LPD. Menurut Shirley Manutede, ada beberapa modus yang sudah didalami oleh Kejaksaan. Diantaranya, pemberian dana pensiun kepada pegawai yang belum memasuki purna tugas. Ada juga pemberian komisi kepada pegawai yang tidak sesuai ketentuan.
Tak hanya itu, selama penyidikan juga ditemukan dugaan penyimpangan berupa pemberian tunjangan kesehatan yang menyalahi aturan, biaya tirtayatra, biaya outbound, serta biaya promosi yang seharusnya dicairkan sesuai peruntukan, tetapi dana tersebut diduga justru dibagi-bagi. Belum lagi temuan kredit macet sekitar Rp2,5 Miliar yang terjadi sejak tahun 2017 lalu. Kredit ini diduga menggunakan sistem kredit topengan. Dalam kasus ini, satu orang meminjam uang dengan menggunakan 12 nama nasabah yang berbeda-beda.
Lebih lanjut, Kasi Pidana Khusus, Bintarno menambahkan, atas kasus ini kedua tersangka yang sudah ditetapkan akan dijerat pasal berlapis. Pertama, Pasal 2 ayat (1) UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dan ditambah atas UU No 20 tahun 2001 dengan ancaman penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp200 Juta dan paling banyak Rp 1 Miliar. Kedua, Pasal 3 UU No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU No.20 tahun 2001 dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp50 Juta. (dia)