https://www.traditionrolex.com/27 Kakak Beradik Lahir Tanpa Telapak Tangan Diyakini Faktor Leluhur. Orangtua Tetap Optimis akan Masa Depan Buah Hatinya - FAJAR BALI
 

Kakak Beradik Lahir Tanpa Telapak Tangan Diyakini Faktor Leluhur. Orangtua Tetap Optimis akan Masa Depan Buah Hatinya

Terkadang rasa iri datang bagai tamu tak diundang, ketika Susilawati melihat teman-teman sepermainan anaknya yang bertubuh sempurna. Namun, rasa iri itu berubah menjadi syukur sesaat setelah ia membayangkan ribuan anak di luar sana yang terlahir jauh lebih parah dari kedua putranya itu.

 Save as PDF
(Last Updated On: 01/11/2023)

Foto: Kakak beradik, I Putu Bayu Prama Putra (10 tahun) dan I Kadek Raditiya Angga Putra (7 tahun) terlahir tanpa telapak tangan.

 

MANGUPURA – fajarbali.com | Air mata Ni Kadek Susilasari (31) tak terbendung saban kali Bayu, putra sulungnya, mempertanyakan kondisi fisiknya yang berbeda dari teman-temannya. Mulutnya terkunci rapat. Dadanya seketika sesak.

Bayu yang kini berusia 10 tahun dan telah duduk di kelas IV SDN 5 Mengwitani, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, memang kerap mempertanyakan kondisi fisiknya. I Putu Bayu Prama Putra, nama lengkapnya, lahir tanpa telapak tangan sempurna.

Kondisi serupa terjadi pada Kadek Raditiya Angga Putra, adik kandung Bayu. Bayu dan Raditiya terpaut tiga tahun, dan kini mengenyam pendidikan di sekolah yang sama. Bedanya, Raditiya yang baru kelas 1 SD, belum pernah melontarkan pertanyaan paling “horor” ke ibunya. Mungkin karena belum terbangun kesadaran dalam dirinya, layaknya Bayu sebelum menginjak kelas IV.

“Setiap Bayu tanya ‘bu, kok tangan Bayu beda dengan teman-teman?’, dada saya sesak. Hanya bisa jawab dengan tangis sambil mengalihkan pembicaraan,” kata Susilasari, Rabu (1/11/2023), di tempat kostnya, Banjar Jumpayah, Mengwitani.

Terkadang rasa iri datang bagai tamu tak diundang, ketika Susilawati melihat teman-teman sepermainan anaknya yang bertubuh sempurna. Namun, rasa iri itu berubah menjadi syukur sesaat setelah ia membayangkan ribuan anak di luar sana yang terlahir jauh lebih parah dari kedua putranya itu.

Suami Susilasari, I Wayan Wandra Artana (39), menambahkan, tidak ada kejadian aneh saat istrinya mengandung kedua anaknya, baik dari ngidam hingga lahir. Pasangan suami istri asal wilayah pegunungan Banjar Telengan, Desa Gegelang, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, ini baru merasa curiga setelah mendengar penjelasan dokter spesialis kandungan.

Tepatnya saat kandugan pertama berusia delapan bulan. Dokter menjelaskan hasil USG 4 dimensi, bahwa sang dokter tidak menemukan telapak tangan sang jabang bayi. “Dokter sudah nyerah. Katanya alat (USG) sudah dibolak-balik tapi tidak ditemukan telapak tangan. Saya tetap tenang, barangkali masih sembunyi (telapak tangannya-red).

“Selamat anak bapak laki-laki. Tapi mohon bersabar. Anak bapak ada kelainan,” kenang Wandra mengulangi perkataan dokter beberapa saat setelah Bayu lahir lewat bedah caesar di RSUD Mangusada Badung.

Wandra mengira, kelainan yang dimaksud dokter berupa penyakit dalam khususnya sesak napas, karena memang faktor genetik keluarganya. Ternyata setelah ia mengamati, bayi yang dinanti-nantinya benar-benar tidak memiliki telapak tangan. Wandra merasakan kebahagiaan hanya sekejap mata. Bertukar menjadi neraka. “Saya langsung ingin bunuh diri saat itu,” kenangnya.

Situasi itu membuat pasangan ini trauma. Mereka mengaku memasang KB permanen agar tidak memiliki anak lagi. Sebagai orang Bali, alternatif terakhir “matuun” pun ditempuh. Menurut “orang pintar” itu, konon leluhur Wandra berperang sampai tangannya putus, namun belum mendapatkan upakara/upacara.

Mungkin saja leluhur yang terpaut “empat undag” itu yang bereinkarnasi ke anak-anaknya. Percaya tidak percaya, petunjuk itu dijalani dengan prosesi “mabayuh” meskipun tidak merubah kondisi anaknya.

Pria yang tidak lulus SD ini melanjutkan, rasa syukurnya kian berlipat saat melihat kedua putranya tumbuh mandiri. Bahkan ia sendiri heran, bagaimana anak tanpa telapak tangan bisa makan sendiri, ganti pakaian, menulis, hingga naik sepeda. “Saya semakin yakin tidak ada cobaan yang melebihi kesanggupan kami,” katanya.

Wandra juga merasa hidupnya dikelilingi orang-orang baik. Meskipun ber KTP Karangasem dan tinggal in de kost, kelian banjar setempat tetap membantu agar anak-anaknya mendapatkan sekolah negeri.

Wandra dan Susilasari ingin kedua buah hatinya berpendidikan setinggi mungkin, meski ia hanya seorang buruh cat bangunan sanggah dan istrinya perajin tedung (payung untuk di tempat suci). Selain menjamin kebutuhan sandang, pangan, papan, tugas terberatnya sebagai orangtuanya adalah menjaga mental kedua anaknya agar tidak minder saat dewasa.

Jika saja di kampung halamannya ada peluang kerja, ia memilih untuk pulang. Tapi rumahnya di pegunungan. Malah mempersulit akses pendidikan anaknya. Wandra tetap berharap adanya bantuan dari dermawan untuk kelangsungan pendidikan Bayu dan Raditiya.

Melihat kemampuan otak kedua anaknya yang normal, serta semangat bersekolah, Wandra optimis keduanya memiliki harapan di masa depan. Bahkan Wandra sering menggoda Bayu untuk melanjutkan ke jenjang sarjana kelak. Bayu pun kerap menjawab dengan anggukan kepala.

“Kami mohon ke depan ada dermawan yang memberikan beasiswa pada anak kami. Kalau kebutuhan jangka pendek berupa alat tulis dan pakaian sekolah,” harap Wandra, seraya memastikan kedua anaknya tidak akan dioperasi lalu diganti dengan tangan palsu, mengingat mereka sudah terbiasa melakukan sesuatu dengan tangan bawaan lahirnya. (Gde)

 Save as PDF

Next Post

Studi Tiru Program Bangga Kencana Perwakilan BKKBN Sulsel Kunjungi Bali

Rab Nov 1 , 2023
Studi tiru peningkatan capaian program Bangga Kencana terutama dalam Percepatan penurunan stunting dan Kampung Keluarga Berkualitas.
Bkkbn

Berita Lainnya