Psikosomatis Masih Menjadi Ancaman di Masa Pandemi

(Last Updated On: )

Denpasar-fajarbali.com | Paparan informasi tentang virus corona yang berlebihan dapat memicu rasa cemas, khawatir, serta stress. Bahkan tak jarang tubuh seperti merasakan gejala mirip Covid-19 usai menerima informasi terkait gejala infeksi virus corona.

“Gejala yang muncul tersebut sebenarnya adalah manifestasi dari gangguan psikosomatis. Beberapa manifestasinya seperti sesak nafas mirip dengan manifestasi infeksi Covid-19,” jelas Psikiater RSJ Bali, dr. I Made Wedastra, M.Biomed, SpKJ saat dihubungi Minggu (30/8).

Lalu bagaimana cara agar bisa mencegah psikosomatis? dr Wedastra dalam kesempatan ini membagikan tips yang bisa dilakukan agar terhindar dari gangguan psikosomatis. Poin utamanya adalah dengan lebih sering meningkatkan respon relaksasi tubuh terhadap stress.

“Salah satu cara meningkatkan respon relaksasi tubuh terhadap stress yaitu dengan olahraga. Cara lain yakni dengan istirahat yang cukup. Pasalnya, kurang tidur bisa menaikkan kadar hormone kortisol atau hormone stres,” ujarnya.

Selain itu, lanjut dr Wedastra, mengatur pola makan yang bergizi dan seimbang. Dengan mengonsumsi makanan bergizi dapat membantu menurunkan kadar hormone kortisol dan adrenalin yang meningkat saat stress.

“Jangan lupa meningkatkan kualitas spiritual dan religiusitas. Apabila sudah terjadi gangguan psikosomatis maka diperlukan  pendekatan yang holistik dalam penanganannya,” katanya.

Pendekatan yang dimaksud adalah pendekatan terhadap gangguan psikis yang mendasari maupun pendekatan terhadap gangguan fisik yang terjadi akibat gangguan psikosomatik tersebut.

“Misalnya pada orang yang mengalami serangan sesak nafas berulang yang dipicu oleh gangguan cemas. Selain penanganan pada keluhan sesak nafasnya, yang tidak kalah penting adalah penanganan yang optimal terhadap gangguan cemasnya, baik berupa pemberian obat-obatan anti cemas maupun pemberikan psikoterapi yang sesuai,” imbuhnya.

dr Wedastra menjelaskan, psikosomatis merupakan gangguan atau penyakit  dengan gejala-gejala yang menyerupai penyakit fisik yang disebabkan faktor psikologis atau peristiwa psikososial tertentu. Hal itu umumnya terjadi akibat kurangnya kemampuan adaptasi seseorang dalam menghadapi stress.

“Jika sudah menjadi gangguan psikosomatis berarti bukan merupakan reaksi normal. Sebab, sudah terjadi gangguan pada fisik pasien. Psikosomatis dapat terjadi melalui proses emosi, yaitu stress yang tidak mampu diadaptasi dengan baik. Lalu, emosi yang diproses oleh otak tersebut akan disalurkan melalui susunan saraf ke organ-organ tubuh. Misalnya, saluran pencernaan, saluran pernafasan, dan sistem hormonal,” terangnya.

Pihaknya menjelaskan bahwa gangguan psikosomatis bisa terjadi baik pada orang yang sehat, tetapi bisa juga terjadi pada orang yang memang secara fisik sudah memiliki kelainan pada organ fisiknya.  Pada orang yang secara fisik sehat, gangguan psikosomatis ini akan menimbulkan manifestasi yang beragam, seperti sering berdebar-debar, keringat dingin, keluhan pencernaan seperti kembung mual, dan gangguan tidur.

“Sementara itu, apabila gangguan psikosomatis ini terjadi pada orang yang secara fisik sudah sakit, maka psikosomatis bisa memperberat penyakit yang telah diderita. Selain itu, juga berpengaruh terhadap menurunnya kualitas hidup dan kepatuhan terhadap pengobatan,” tungkasnya. (dhar)

 Save as PDF

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Next Post

Petugas Medis Rumah Sakit Terpapar Covid-19

Ming Agu 30 , 2020
Dibaca: 11 (Last Updated On: )GIANYAR-fajarbali.com | Sejumlah poli di RSUD Sanjiwani Gianyar, kembali ditutup lantaran terdapat petugas medis yang terpapat covid 19. Sejumlah poli yang ditutup sejak 29 Agustus ini baru membuka pelayanan kepada masyarakat umum pada 3 September mendatang.  Save as PDF

Berita Lainnya