Denpasar-fajarbali.com | Radikalisme belakangan ini kembali menguak kepermukaan pasca terjadinya aksi pengebomban beberapa waktu lalu. Tindakan semacam itu secara langsung akan merusak moral bangsa dan merugikan banyak orang. Dalam upaya memerangi dan mengantisipasi radikalisme tersebut perlu adanya peran pemerintah, masyarakat dan seluruh stakeholder dalam memberikan pemahaman terhadap bahaya radikalisme khususnya kepada generasi muda.
Akademisi, I Made Buda Astika, S.Pd., M.Pd mengatakan, guna mengantisipasi terhadap kemungkinan adanya perekrutan masyarakat menjadi anggota radikalisme perlu diadakan penyuluhan dan pembinaan yang matang, terlebih bagi generasi muda yang rentan terhadap pergaulan bebas dan ingin mencoba hal baru.
“Selain peran pemerintah dan pendidik, seluruh stakeholder harus berperan aktif dalam upaya pencegahan masuknya paham radikal ke tengah-tengah lingkungan masyarakat. Dengan pemahaman yang tepat, masyarakat akan mampu memproteksi diri dan menghindari aksi yang mengarah ke paham radikalisme. Pemahaman yang tepat juga akan melindungi generasi muda dari bahaya radikalisme. Ini yang harus kita gencarkan kembali,” ungkapnya saat ditemui, Kamis (8/4/2021).
Baca Juga :
Kapal Selam Nanggala 402 Hilang Kontak di Perairan Laut Bali, TNI AL Kerahkan 5 KRI dan 1 Helikopter
Ungkap Bandar 30 Kg Ganja, Perwira Asal Negara Ini Dapat Jabatan Strategis
Buda Astika menegaskan, radikalisme atas nama agama sangat tidak dibenarkan, baik menurut hukum, maupun negara. Paham tersebut bisa dicegah secara maksimal dengan mengoptialkan peran tokoh masyarakat, pemerintah, dan pendidik di sekolah.
“Aksi itu hanya bisa dilawan bila semua pihak solid, terutama pada penyebaran paham radikal di media sosial. Kalau kita mau bendung secara parsial, sulit dan tidak mungkin. Masalah terorisme adalah masalah bersama dan tanggung jawab sama-sama,” terangnya.
Menurut Buda Astika yang juga Kepala SMK Negeri 5 Denpasar menekankan, tokoh agama dan pemangku kepentingan juga memiliki peran penting dalam mencegah aksi teror. Mereka dapat membantu pemerintah menutup ruang-ruang penyebaran paham radikal.
“Anak kecil kini bisa mengakses informasi dengan sangat mudah di media sosial. Salah satu informasi itu bisa jadi berupa paham radikal. Celakanya, ada orang tua yang membiarkan anaknya terpapar lantaran mereka juga setuju dengan pemahaman itu. Kalau ini dibiarkan dan tidak ada tindakan pencegahan serta upaya dari stakeholder, maka ini jadi masalah tersendiri yang akan merugikan banyak pihak,” pungkasnya. (dha)