https://www.traditionrolex.com/27 Ini Dia, Doktor Hukum Tata Negara Pertama Undiknas - FAJAR BALI
 

Ini Dia, Doktor Hukum Tata Negara Pertama Undiknas

Eva, sapaan karibnya, mencatatkan diri sebagai Doktor Hukum Tata Negara pertama di kampus yang dikenal dengan nama beken Undiknas University.

 Save as PDF
(Last Updated On: 01/02/2024)

FOTO: Dr. Eva Ditayani Antari, SH., MH., CCD., didampingi rekan sejawat dan keluarga.

 

DENPASAR – fajarbali.com | Universitas Pendidikan Nasional terus menambah dosen berkualifikasi doktor. Terbaru, dosen muda dari Fakultas Hukum, Eva Ditayani Antari, SH., MH., CCD., resmi menyandang gelar Doktor bidang Hukum Tata Negara, setelah melewati Ujian Terbuka dan Promosi Doktor, Program Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya, Malang, belum lama ini.

Eva, sapaan karibnya, mencatatkan diri sebagai Doktor Hukum Tata Negara pertama di kampus yang dikenal dengan nama beken Undiknas University. Kini, Fakultas Hukum Undiknas University total memiliki 12 dosen bergelar doktor.

Dikonfirmasi dari Denpasar, Kamis (1/2/2024), Eva tampak diselimuti kebahagiaan. Maklum saja, perjalanannya menuju puncak gelar akademik tertinggi itu dicapai penuh tantangan. “Saya harus pintar-pintar membagi waktu,” terang Eva.

Eva berhasil mempertahankan disertasinya berjudul “Kepastian Hukum Atas Naskah Akademik dalam Pembentukan Undang-Undang dan Peraturan Daerah” dalam sidang yang cukup “panas”.

Dosen kelahiran Denpasar 11 September 1989 ini, dinyatakan lulus dengan Predikat Dengan Pujian (Cumlaude). Masa studi 3 tahun 6 bulan.

Eva dipromotori oleh Prof. Dr. Moh. Fadli, S.H., M.Hum., Ko Promotor I Prof. Dr. Tunggul Anshari Setia Negara, S.H., M.Hum., Ko-Promotor II Dr. Riana Susmayanti, S.H., M.H.

Sedangkan para penguji, yakni; Prof. Dr. Rachmad Safaat, S.H., M.Si., Dr. Dewi Cahyandari, S.H., M.H., Dr. Istislam, S.H., M.Hum., serta Dr. I Dewa Gede Palguna, S.H., M.Hum., penguji eksternal dari Universitas Udayana.

Eva menjelaskan, hasil penelitian disertasinya, mengarah pada kesimpulan. Pertama bahwa urgensi naskah akademik dalam pembentukan undang-undang dan/atau peraturan daerah (perda) meliputi pada tahap pra-legislasi, legislasi, dan pasca-legislasi.

Naskah akademik yang pengkajiannya dilakukan secara ilmiah berdasarkan pemikiran logis, kritis, objektif, dan independen tidak semata merepresentasikan kelompok kepentingan tertentu atau bersifat teknokratik, melainkan mengedepankan kepentingan umum.

“Oleh karena itu naskah akademik digunakan sebagai pedoman dalam menyusun suatu rancangan undang-undang dan/atau rancangan peraturan daerah (ranperda); dokumen acuan dalam tahap pembahasan; bahan harmonisasi rancangan undang-undang dan/atau ranperda;  dan alat bukti yang dapat diajukan dalam permohonan dan persidangan pengujian undang-undang atau peraturan daerah (judicial review) pada Mahkamah Konstitusi atau Mahkamah Agung,” jelas Eva.

Kedua, masih kata Eva, bahwa adanya ketidaksesuaian antara naskah akademik dengan rancangan undang-undang atau rancangan peraturan daerah menimbulkan akibat hukum yang berbeda yang disebabkan perbedaan pengaturan keharuskan mencantumkan naskah akademik antara undang-undang dan perda.

“Undang-undang yang penyusunannya tanpa disertai atau tidak sesuai dengan naskah akademik dapat diajukan pengujian formil kepada Mahkamah Konstitusi,” imbuhnya.

Sementara dalam pembentukan perda, naskah akademik dapat digantikan dengan penjelasan/keterangan. Penjelasan/keterangan merupakan uraian mengenai alasan pembentukan peraturan daerah yang menggambarkan mengenai urgensitas dan landasan pembentukan peratiran daerah.

Tidak terdapat bentuk aturan yang menentukan mengenai sistematika penjelasan/keterangan sebagaimana mana dengan naskah akademik. Penjelasan/keterangan tersebut memiliki uiraian yang lebih singkat bila dibandingkan naskah akademik.

Terakhir, menurutnya, kepastian hukum naskah akademik dalam pembentukan undang-undang dan perda dapat dilakukan dengan memahami makna kepastian hukum yang meliputi kepastian hukum atas pengaturan, proses, kewenangan, waktu, dan eksekutorial dari naskah akademik.

Ia melanjutkan, pengaturan mengenai naskah akademik semestinya mencantumkan materi muatan terkait proses penyusunan naskah akademik dan sanksi atas undang-undang dan perda yang tidak mengacu pada naskah akademik.

“Selain itu diperlukan pula mekanisme pengujian validitas atau risalah pembahasan naskah akademik sebagai evaluasi atas kesesuaian naskah akademik dengan rancangan undang-undang atau rancangan perda yang disusun,” pungkas Eva, seraya berterima kasih kepada Pimpinan Undiknas dan Perkumpulan Pendidikan Nasional (Perdiknas) atas segala dukungan dari awal studi hingga lulus.

Terpisah, Ketua Perdiknas Dr. AAN Eddy Supriyadinata Gorda, mengucapkan selamat kepada doktor barunya tersebut. Pencapaian Eva, menurut Gung Eddy, sangat sesuai harapan institusi.

“Bu Doktor Eva adalah contoh dosen yang punya visi. Beliau tidak hanya memikirkan kenyamanan pribadi, tapi organisasi,” kata Gung Eddy. (Gde)

 Save as PDF

Next Post

Bupati Giri Prasta Resmikan RSUD Suwiti

Jum Feb 2 , 2024
Selalu meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat
RSUD Suwiti (1)

Berita Lainnya