Denpasar-fajarbali.com | Tidak hanya berdampak buruk pada sektor pariwisata, pandemi Covid-19 juga menyebabkan daya beli masyarakat menurun. Pertumbuhan ekonomi Bali bahkan disebutkan terpuruk paling dalam dibandingkan daerah lainnya mengingat Bali menggantungkan sektor ekonominya dari pariwisata. Ditengah kondisi yang serba sulit ini justru Pemerintah mewacanakan mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap sembako dan sektor pendidikan.
Menanggapi hal itu, Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Bali Putu Armaya mengatakan, rencana kebijakan ini akan sangat memberatkan jika benar direalisasikan. Dikatakan, pemerintah seharusnya mencari cara-cara lain untuk meningkatkan pendapatan dimasa pandemi Covid-19.
“Jika kebiajakan tentang PPN dikenakan akan sangat memberatkan kita juga. Kenapa memberatkan karena terus terang ini kan menyangkut hidup orang banyak. Janganlah pemerintah itu istilahnya berburu dikandang binatang,” ucapnya, Selasa (15/6/2021).
Ia menambahkan, jika bahan-bahan makanan pokok masyarakat atau sembako dikenai PPN maka harganya semakin mahal sehingga konsumen otomatis akan menurun.
“Pastinya konsumen akan menjerit karena harga semakin mahal. Konsumen akan menyesuaikan terutama kelompok menengah ke bawah. Jika barang-barang yang dikonsumsi turun, maka penjualan juga akan menurun yang pada akhirnya mempengaruhi hulunya yakni industri dan pengusaha,” ujarnya.
Baca Juga :
Coinomo – Gerbang Mata Uang Kripto Ritel di Asia Tenggara – Umumkan Putaran Pembiayaan Strategis Baru yang Dipimpin oleh Vertex Ventures SEAI
“Dialisis”, Metode Cuci Darah Untuk Pasien Keracunan
Putu Armaya menjelaskan, industri atau pelaku usaha akan mengurangi jumlah produksi, akibatnya jumlah tenaga kerja harus efisien baik pengurangan waktu jam kerja hingga upah. Dilanjutkan, secara umum dampak berantainya yakni pendapatan masyarakat akan berkurang.
“Ketika PPN naik otomatis dampak besarnya pendapatan masyarakat turun, konsumsi turun, daya beli turun. Tak hanya itu, rencana pemberlakuan PPN terhadap sembako juga berpotensi menaikkan tingkat kemiskinan di Indonesia,” tegasnya.
Putu Armaya mengatakan, selain PPN sembako yang dinilai memberatkan, rencana pengenaan PPN dibidang pendidikan juga berat bagi masyarakat. Ia menegaskan rencana ini sangat merugikan sekolah-sekolah swasta, terutama di pedesaan.
“Secara keseluruhan pemberlakuan PPN terhadap sembako dan sektor pendidikan akan menurunkan pertumbuhan ekonomi Indonesia,” pungkasnya.
Disisi lain beberapa waktu lalu pemerintah justru memberikan sejumlah insentif perpajakan sejak tahun lalu dan masih berlangsung hingga saat ini. Hal ini untuk membantu badan usaha tetap bertahan dengan bisnisnya di tengah tekanan pandemi Covid-19.
Dan terbaru yang diberikan adalah insentif untuk sektor otomotif. Pemerintah memberikan diskon pajak hingga 100 persen atau pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) mulai nol persen untuk pembelian mobil baru. Kebijakan ini menurut Armaya tentu tidak berkeadilan. (dha)