Tingkatkan Kunjungan Wisman, Bali Harus Garap Pasar Potensial

DENPASAR-fajarbali.com |  Rata-rata wisatawan memiliki masa tinggal di Bali 10 hingga 14 hari, dengan spending money yang cukup tinggi. Hal ini disampaikan Ketua ICPI (Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia) Wilayah Bali, Drs. I Putu Anom, M.Par, di Denpasar, senin (5/1/2018). Sehingga pangsa pasar wisatawan berkualitas saat ini lebih banyak dari kawasan Eropa Barat dan Timur serta Amerika Serikat.

Melihat potensi kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Bali ini, Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Kabupaten Badung bersinergi dengan Dinas Pariwisata Kabupaten Badung melibatkan stakeholder pariwisata yang telah melakukan promosi ke-3 kota di Amerika Serikat akhir bulan Januari lalu.

Para stakeholder ini juga berencana melaksanakan sales mission ke Australia pada bulan Februari ini, disamping secara rutin setiap tahun mengikuti ajang promosi pariwisata ITB Berlin, WTM (World Travel Mart) di Inggris.

Tahun 2018 ini juga memiliki jadwal kegiatan untuk melakukan promosi ke Rusia, Timur Tengah, Jepang dan India. Disamping kegitan tersebut juga menanti agenda kegiatan untuk mengikuti ajang promosi di beberapa negara lainnya, sekaligus berperan dalam mempromosikan pariwisata Bali untuk bisa mendatangkan wisatawan berkualitas.

"India dengan jumlah penduduk milyaran orang memiliki kesamaan budaya dengan Bali, sehingga kunjungan wisatawan dari negara ini terus meningkat kunjungannya ke Bali," tegas Mantan Dekan Fakultas Pariwisata Unud itu.

Terkait dengan peluang wisatawan China yang tergolong mice tourism juga sangat berpeluang meningkatkan kunjungannya ke Bali terutama dalam menyambut perayaan tahun baru Imlek mendatang. Didukung tersedianya penerbangan langsung dari Cina ke Bali, serta adanya langkah-langkah kerjasama dan kebijakan dari Kementerian Pariwisata dan Pemerintah Daerah Bali untuk terus meningkatkan kunjungan wisatawan asal Cina.

"Mudah-mudahan kondisi Bali tetap aman dan nyaman untuk dikunjungi wisatawan dengan langkah-langkah positif dan kreatif dari pemerintah serta dari pelaku pariwisata dan seluruh lapisan masyarakat," tegasnya.

Anggota Divisi Riset BPPD (Badan Promosi Pariwisata Daerah) Kabupaten Badung itu menambahkan, terkait dengan turunnya tingkat hunian kamar di awal tahun 2018 berakibat terjadinya perang tarif dipahami sebagai sebuah situasi yang sulit bagi dunia usaha agar tetap beroperasi dan mampu membayar gaji serta tambahan upah untuk karyawan meskipun tidak sebesar pada waktu ramai atau peak seasons. "Rasanya agak sulit menerapkan standar tarif kamar sesuai aturan yang wajib ditaati pihak hotel," tegas pria asal Kapal-Mengwi.
Dengan demikian kedepan perlu upaya yang lebih intens berkordinasi dengan pihak Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KOPPU) di Jakarta tentang berbagai hal yang mengatur persaingan usaha. "Apakah dibolehkan menetapkan standar tarif kamar maupun Perda sesuai peraturan persaingan usaha yg berlaku saat ini," tutup Putu Anom.(kdk)

Scroll to Top