DENPASAR-fajarbali.com|Enam terdakwa asal Sumba Barat Daya (SBD) yang terjerat kasus pembunuhan dalam sidang, Kamis (12/5/2025) akhirnya mengajukan pembelaan atau pledoi usai dituntut 14 dan 12 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ketut Kartika Widnyana dalam sidang sebelumnya.
Diketahui, dalam perkara ini, dua terdakwa masing-masing Fiktorius Pikir Hati alias Fiktor (36), dan adiknya Kristoforus Kaka (29) juga mengajukan pledoi atau nota pembelaan dalam sidang lanjutan pembunuhan kakak iparnya Raymundus Loghe Rangga, 33, di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Kamis (12/6) sore.
Pembelaan yang disampaikan oleh tim penasihat hukum para terdakwa dari Hasta Law Office, I Nyoman Hendri Saputra dan A.A. Gede Agung Kresna Dalem, juga tak tanggung-tanggung yaitu minta agar dibebaskan dari segala dakwaan jaksa.
Sebelumnya, JPU I Ketut Kartika Widnyana dan I Made Rika Gunadi menyatakan kedua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penganiayaan berat yang dilakukan secara terencana hingga menyebabkan kematian.
Dalam amar tuntutannya, JPU menjerat kedua terdakwa dengan Pasal 355 ayat (2) KUHP jo Pasal 355 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Selain menuntut dua bersaudara ini, empat terdakwa lain (berkas perkara berbeda) yang masih satu pekerjaan dan satu kampung halaman yang terlibat dalam aksi pengeroyokan juga dituntut hukuman serupa.
Hermanus Radu Bani (31) Mateus Muda Rowa (25), dan Petrus Pati Wondi (24), masing-masing dituntut 14 tahun penjara. Sementara Agustinus Tama Talo (40) yang dinilai memiliki peran lebih ringan, dituntut 12 tahun penjara.
Sementara itu, dalam pledoi yang dibacakan oleh tim penasihat hukum mereka menegaskan tidak ada niat dari para terdakwa untuk merampas nyawa korban. Bahkan, disebutkan korban Raymundus sempat hidup selama beberapa jam setelah kejadian dan sempat meminta air minum sebelum meninggal dunia di rumah sakit.
“Fakta bahwa korban masih hidup beberapa jam setelah kejadian menunjukkan tidak ada niat membunuh secara langsung. Peristiwa ini tidak memenuhi unsur penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu,” kata kuasa hukum.
Penasihat hukum juga menegaskan bahwa motif utama kedatangan Fiktor dan Kristoforus adalah untuk menjemput kembali istri Fiktor, Monika, yang kabur usai cekcok rumah tangga.
“Tidak pernah ada pembicaraan sebelumnya untuk menyakiti korban, apalagi sampai merampas nyawanya,” lanjutnya. Mereka meminta agar kedua terdakwa dibebaskan dari dakwaan, atau jika tidak, dijatuhi hukuman seringan-ringannya.
Sementara dalam pledoi terpisah, empat terdakwa lain juga menyampaikan hal senada. Hermanus, Mateus, Petrus, dan Agustinus disebut datang hanya untuk menemani Fiktor menjemput istrinya. Mereka tidak mengetahui akan terjadi pertikaian ataupun tindak kekerasan di lokasi.
“Tidak ada perencanaan membunuh ataupun melakukan penganiayaan berat sebagaimana dituduhkan,” ucap kuasa hukum. Empat terdakwa juga disebut tidak membawa senjata tajam dari luar.
Pisau yang digunakan berasal dari lokasi kejadian dan ditemukan secara spontan. Bahkan, salah satu terdakwa hanya memukul sekali dan tidak mengetahui bahwa serangan lain akan menyusul.
Para terdakwa disebut memiliki latar belakang ekonomi yang sulit, menjadi tulang punggung keluarga, serta telah menyesali perbuatannya. “Kami berharap majelis hakim mempertimbangkan peran masing-masing secara proporsional dan menjatuhkan putusan yang adil,” tandas penasihat hukum.
Sebelumnya dijelaskan, kronologi kasus ini berawal dari pertengkaran antara Fiktor dan istrinya, Monika Muda Kaka, pada 10 Desember 2024 malam di bedeng proyek Grand Hill Jimbaran, Badung.
Fiktor diduga memukul Monika hingga istrinya itu menelepon kakaknya, Debiana Hangga, istri dari korban Raymundus. Sekitar pukul 22.00 Wita,
Debiana bersama Raymundus dan kerabat mereka, Dominikus Japa Rahi, datang menjemput Monika dan sempat memukul Fiktor karena dianggap melakukan kekerasan dalam rumah tangga.
Singkat kata, merasa terhina Fiktor lalu menghubungi Kristoforus dan meminta bantuan untuk menemui Raymundus, bahkan menyarankan membawa senjata tajam. Kristoforus segera mengumpulkan empat rekan sekampungnya, yakni para terdakwa dalam kasus ini.
Mereka berkumpul di tempat kos Hermanus di kawasan Taman Pancing Timur, Denpasar Selatan, lalu bergerak bersama menuju rumah kos korban di Jalan Pulau Seram, Denpasar Barat, dengan tiga sepeda motor.
Sesampainya di lokasi, para terdakwa naik ke lantai dua dan mengetuk kamar korban. Terjadi adu mulut yang memanas, hingga Mateus Muda Rowa memukul korban. Aksi kekerasan beruntun pun terjadi, diikuti pemukulan dan penikaman secara bergantian oleh para terdakwa terhadap Raymundus.
Fiktor bahkan disebut menikam ketiak kanan korban, diikuti sabetan dan tusukan dari Kristoforus dan terdakwa lain ke berbagai bagian tubuh korban.Korban yang tak berdaya sempat tergeletak di teras kos, namun kekerasan terus berlanjut. Wajahnya ditikam, tangannya ditusuk, hingga tubuhnya bersimbah darah.
Sementara itu, kerabat korban, Dominikus Japa Rahi, yang mencoba melarikan diri juga dikeroyok. Ia ditikam di paha hingga pisaunya tertancap, lalu disayat lehernya oleh Kristoforus. Korban selamat meski mengalami luka berat.
Setelah para penyerang pergi, istri korban dan Monika keluar menolong. Dominikus yang terluka parah ditarik masuk ke kamar dan berhasil mencabut pisau yang menancap di tubuhnya.
Debiana kemudian menemukan suaminya, Raymundus, dalam kondisi sekarat di gang sebelah utara rumah kos. Ia sempat meminta air minum sebelum akhirnya dinyatakan meninggal dunia di RS Prof Ngoerah pada dini hari.W-007