Suami Meninggal, Ruri tak Bisa Asuh Anak Kandungnya, Lapor ke Polisi

“Alasan terlapor menghalangi klien saya (pelapor) untuk mengasuh anaknya karena  terlapor menganggap anak klien kami adalah anak angkatnya”

(Last Updated On: )

Ruri Manggarsari didampingi kuasa hukumnya saat melaporkan kasusnya ke Polda Bali.Foto/eli

DENPASAR-Fajarbali.com|Nasib Ruri Manggarsari (40) tidak seberuntung wanita lain yang bisa mengasuh dan melihat tumbuh kembang anaknya. Pasalnya, sejak suaminya, I Made Ada Widarta (48) meninggal dunia, 26 Mei 2024 silam, wanita kelahiran Solo, Jawa Tengah merasa dijauhkan dari putranya tunggalnya yang masih berusia 12 tahun oleh paman sampingnya atau orang yang tidak ada hubungan langsung dengan almarhum  suaminya.

Atas kejadian itu, Ruri Manggarsari didampingi pengacaranya Siti Sapurah alias Ipung melaporkan orang yang disebut paman samping (terlapor) ke Polda Bali, Rabu (21/8/2024). Ditemui usai melapor, Ipung mengatakan, pihaknya melapor ke Polisi karena pelapor diduga menghalangi Ruri Manggarsari (pelapor) untuk bertemu dengan anak kandungnya.  

“Alasan terlapor menghalangi klien saya (pelapor) untuk mengasuh anaknya karena  terlapor menganggap anak klien kami adalah anak angkatnya. Dan dari sini kami juga menduga bahwa anak kandung klien kami ini akan dimasukkan ke dalam KK (Kartu keluarga) dari terlapor,” ujar Ipung kepada wartawan.

Ipung menambahkan, pihaknya melaporkan pelapor dengan dugaan melanggar Pasal 76 b Jo Pasal 77 UU No 35 tahun 2014 tentang perubahan pertama dari UU 23 tahun 2002 tentang perlindungan Anak.“Pasal ini menyebutkan, barang siapa dilarang menempatkan perlakuan salah terhadap anak dan atau penelantaran anak, dan anak dilarang dilakukan secara diskriminasi,” jelas Ipung.

“Walaupun sempat terjadi perdebatan antara saya dengan anggota polisi yang bertugas menerima laporan, tapi akhirnya laporan kami diterima. Harapan kami setelah laporan ini diterima, tidak pakai lama atau satu dua hari polisi harus sudah bisa menyelamatkan anak dan mengembalikan ke ibu kandungnya,” harapnya sembari mengatakan jika anak dari kliennya itu menderita sakit medis yang butuh perawatan.

“Jadi ada rekomendasi dari salah satu rumah sakit di Jakarta untuk merujuk anak klien kami ini salah satu rumah sakit di Bali. Jadi ini menjadi sangat penting karena sakit yang diderita anak pelapor ini butuh penanganan medis segera,” lanjutnya.

Ipung lalu menceritakan bagaimana anak dari kliennya itu bisa diasuh pelapor.  Berawal saat suami  korban meninggal dunia. Dari sinilah korban mulai dibatasi oleh pelapor untuk bertemu dengan anaknya.”Untuk bertemu dengan anaknya saja wajib di rumah terlapor,  mau ngasih makan juga harus di rumah terlapor,  ini bagaimana bisa pelapor atau korban ini kan ibu kandungnya,” beber Ipung.

Atas perlakuan itu, Ipung mengatakan jika kliennya sempat melapor ke dua lembaga. Yang pertama ke Dinas Sosial Kabupaten Tabanan. Awalnya pihak dinas merespon baik laporan ini, tapi seiring berjalanya waktu malah tidak ada kabar. Yang kedua, kata Ipung, korban melapor ke WCC (Women’s Crisis Center), tapi tidak juga ada hasil.

“Bahkan dari WCC mengatakan sudah tidak usah diambil anak kamu, anakmu baik baik saja disana, Nah ini dia tidak pernah pikir bagaimana psikologi anak dia dan psikologis ibu kandung,  ini kok tidak dipikirkan padahal dari WCC ini perempuan, tapi kenapa bahasanya seperti itu,” cetus Ipung.

Ditempat yang sama, Ruri Manggarsari juga menceritakan awalnya mula masalah ini. Diakuinya dia menikah dengan suaminya pada tahun 2012. Tapi setelah dikaruniai satu putra, Ruri pisah rumah dan baru di tahun 2018 turun putusan cerai dari Pengadilan. Dimana dalam putusan itu anak diasuh bersama. 

“Selama mantan suami saya masih hidup, untuk hak asuh anak tidak pernah ada masalah. Masalah muncul ketika mantan suami meninggal, disana saya mulai dibatasi untuk bertemu dengan anak saya oleh pamanya yang juga mengaku sebagai bapak angkatnya,” ungkap Ruri. Karena itu, dengan laporan ini dia berharap, sebagai seorang ibu dapat merawat anaknya dan memberikannya hak-hak sebagai anak.

Ruri juga mengaku, masalah ini sebenarnya juga sudah pernah dilaporkan ke Desa, tapi pihak Desa malah terkesan membela paman yang saat ini mengasuh anaknya itu. Ipung lalu menimpali dengan mengatakan jika anak kliennya saat ini tidak mendapatkan haknya, seperti hak memperoleh pendidikan, hak bermain dan hak-hak lainya karena faktanya anak malah diminta untuk membantu berjualan nasi jinggo.W-007

Next Post

Karya Ngenteg Linggih di Pura Dalem Kebon Baleran Desa Adat Munggu

Kam Agu 22 , 2024
Sekda Adi Arnawa menyerahkan secara simbolis dana hibah fisik bersumber dari Anggaran Perubahan Tahun 2023 sebesar Rp. 1.2 miliar
IMG_20240822_090528_381

Berita Lainnya