Jaksa Tuntut Mantan Dirut PT BPR KS Bali Sendana 8 Tahun Penjara dan Denda Rp 10 Miliar

Nyoman Supariyani saat di Pengadilan Negeri Denpasar.Foto/eli

DENPASAR-Fajarbali.com|Jaksa Penuntut Umum (JPU) Eddy Arta Wijaya menuntut Mantan Pemegang Saham Pengendali (PSP) sekaligus Direktur Utama PT. BPR KS Bali Agung Sedana (BPR KS), Nyoman Supariyani terdakwa kasus kejahatan perbankan dengan pidana penjara selama 8 tahun dalam sidang yang digelar di Pengadil Negeri Denpasar, Selasa (10/9).

Jaksa dalam amar tuntutannya yang dibacakan dihadapan majelis hakim pimpinan Nyoman Sudariasih, menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana yaitu tidak dengan sengaja atau membiarkan bank tidak melakukan langkah langkah yang diperlukan untuk keselamatan bank.

Perbuatan terdakwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 A UU RI No 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas UU RI No 7 tahun 1992 Tentang Perbankan Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP. “Memohon kepada majelis hakim untuk menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 8 tahun, denda Rp 10 miliar subsider 6 bulan kurungan,” demikian amar tuntutan Jaksa.

Sebelum sampai pada tuntutan pidan, jaksa terlebih dahulu mempertimbangkan hal hal yang memberatkan dan meringankan. Yang memberatkan perbuatan terdakwa menyebabkan kerugian pagi pihak LPS. Terdakwa sudah pernah dihukum dan tidak mengakui perbuatan.

“Sedangkan hal hal yang meringankan terdakwa sopan selama persidangan,” sebut jaksa yang bertugas di Kejaksaan Tinggi Bali itu. Atas Tuntutan itu, terdakwa melalui kuasa hukumnya, Teddy Raharjo merasa keberatan dan akan mengajukan pembelaan pada sidang selanjutnya.

Usai sidang, Teddy Raharjo kepada wartawan mengatakan tuntutan 8 tahun penjara dengan Rp 10 miliar terhadap Kliennya terlalu berlebihan.”Kalau menurut saya tuntutan jaksa terlalu berlebihan. Karena itu kami akan mengajukan pembelaan,” ujar Teddy Raharjo.

Tidak hanya itu, Teddy juga menyebut jika beberapa keterangan saksi yang termuat dalam surat tuntutan jaksa ada yang tidak sama dengan yang diucapkan pada saat sidang.”Selain itu jaksa juga tidak mempertimbangkan keterangan ahli yang menyebut jika kasus ini sebenarnya tidak bisa diadili karena Ne Bis In Idem,” tutup salah satu pengacara senior di Bali ini.

Seperti diberitakan sebelumnya, jaksa mendakwa terdakwa terkait dengan kecurangan dalam jual beli aset milik BPR yaitu tanah dan gedung. Dalam dakwaan yang dibacakan terungkap, kasus berlawanan saat BPR KS di Jalan Raya Kerobokan No. 15 Z Kuta Utara, dicabut izinnya atau oleh Otorisasi Jasa Keuangan (OJK) tanggal 3 November 2017.

Disebut, di dalam proses likuidasi tersebut, manajemen PT. BPR KS menyusun Neraca Penutupan PT. BPR KS per tanggal 3 November 2017, didalam Neraca Penutupan tersebut, terdapat Aset yang dicatat dalam pos Aset Lain-lain sebesar Rp 4.800.000.000 merupakan uang muka pembelian gedung kantor.

Jaksa juga menguraikan soal bagaimana peran terdakwa Nyoman Supariyani dalam menjual aset milik BPR tersebut yang pada akhirnya membuat LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) hingga Rp 4,8 miliar. W-007