DENPASAR-Fajarbali.com|Setelah menempuh perjalan panjang untuk mendapatkan kembali haknya melalui jalur hukum, seorang warga desa Serangan, Siti Saputra alias Ipung akhirnya resmi serta mendapatkan legalitas atas tanah seluas 710 m² dan di SHGB oleh PT Bali Turtle Island Development (BTID) seluas 647 m² melalui SHGB No 82, serta Pemkot Denpasar dan Desa Adat Serangan melalui berita acara penyerahan lahan dari BTID di tahun 2016 silam.
Namun perjalanan untuk mendapatkan kembali haknya itu, Ipung harus menunggu hingga 9 bulan lamanya di pengadilan tingkat pertama yaitu di Pengadilan Negeri Denpasar dengan langkah awal mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) pada tanggal 3 November 2023 persidangan di Pengadilan Negeri Denpasar. Yang menjadi tergugat adalah PT.BTID, Walikota Denpasar, Lurah Serangan dan Desa Adat Serangan.
Yang menjadi objek gugatan adalah sebidang tanah yang merupakan bagian dari Pipil 186 Klass II Persil 15c milik alamarhun Daeng Abdul Kadir yang dulu mantan Kelian Dinas Banjar Kampung Bugis Desa Serangan. Sementara Ipung adalah Ahli Warisnya.
Dengan bermodalkan beberapa dokumen tanah dan 15 Putusan (PN/PT/MA) yang semua nya di menangkan oleh Keluarga nya sejak tahun 1974 sampai tahun 2020 dan tahun 2023, Ipung mengajukan Gugatan PMH, gugatan di PN Denpasar pun dimenanangkannya.
Ipung yang ditemui di Denpasar, Rabu (29/10/2025) mengungkap, gugatan PMH dilakukan lantaran tanah warisan atau ada tanah seluas 710 m2 tidak bisa di sertifikatkan."Setelah ditelusuri tanah tersebut di klaim oleh PT.BTID dan sudah di SHGB dengan Nomor 82 seluas 647 m2," ujarnya.
Tidak hanya itu, Ipung juga mengatakan ternyata tanah juga sempat di klaim oleh Walikota Denpasar, katanya tanah tersebut milik Pemkot Denpasar berdasarkan SK dan di klaim juga oleh Desa Adat Serangan dengan mengatakan tanah tersebut milik Desa Adat Serangan berdasarkan Berita Acara Penyerahan lahan tahun 2016 dari PT.BTID kepada Desa Adat Serangan.
Mirisnya, sepanjang perjalan gugatan yang diajukan Ipung, mulai dari tingkat pertama di PN Denpasar hingga finish dan menang di Mahkamah Agung (tingkat kasasi) sejumlah kejanggalan mulai muncul, bahkan sebelum perkara diputus di PN Denpasar, Ipung sudah diisukan bakal kalah karena yang menjadi lawan bukan kelas ecek ecek.
Tapi bukan Ipung namanya kalau tidak bisa mematahkan atau menetralisir isu kekalahannya itu.Mendengar adanya kejanggalan serta isu Ipung bakal kalah, Ia langsung ke Jakarta dan menemui Badan Pengawas (Bawas) Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial (KY) RI dengan membawa 53 alat bukti serta beberapa "surat cinta".
"53 alat bukti yang saya bawa dan serahkan ke Bawas dan KY merupakan alat bukti surat yang juga dihadirkan dalam persidangan," ungkap pengacara yang juga aktivis anak dan perempuan itu. Sementara surat cinta yang di maksud Ipung diantara adalah berupa surat permohonan pengawalan dan pemantauan sidang perkara kasasi (SPPSPK) saat kasusnya masuk ditingkat kasasi.
"Surat permohonan pengawalan dan pemantauan sidang perkara kasasi ini saya bawa langsung ke Bawas Mahkamah Agung saat perkara sedang berproses di tingkat kasasi," jelas Ipung. Salah satu poin dalam surat itu adalah, Ipung menuturkan bahwa sejak awal sidang digelar di PN Denpasar banyak ditemukan kejanggalan.
Seperti sidang yang biasanya hanya berlangsung selama 5 sampai 6 bulan di tingkat Pertama sudah diputus, tapi dalam perkaranya berlangsung hingga 9 bulan."Kejanggalan lain yang kami tuangkan dalam surat itu adalah terkait proses sidang di tingkat MA berlangsung tertutup yang membuat kami nyaris tidak ada ruang untuk memantau perkara ini," sambungnya.
Sementara surat cinta yang kedua yang ditujukan kepada Kepala Bawas RI yaitu terkait masalah IT di MA dan terkait adanya seseorang yang mengaku oknum atau orang MA mencoba menguhungi Ipung, selaku ahli waris yang juga pengacara dalam perkara ini. Dengan usaha keras inilah akhirnya hakim tingkat Kasasi menolak upaya hukum kasasi dari para tergugat.
Ipung juga menceritakan perjalan kasusnya mulai dari PN Denpasar sampai menang telak di tingkat kasasi di MA. Setelah menempuh perjalan panjang dan menang di PN Denpasar, pihak tergugat yaitu, PT BTID, Pemkot Denpasar dan Bandesa Adat Serangan mengajukan upaya hukum banding di Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar.
Upaya para tergugat juga kembali kandas saat majelis hakim tingkat PT Denpasar pada tanggal 2 Oktober 2024 menyatakan menolak permohonan banding para tergugat dan menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Denpasar. Sampai disini, tantangan yang dihadapi Ipung semakin berat, karena para tergugat mengajukan upaya hukum kasasi. Ditambah lagi Ipung merasa dia bukan penguasa, bukan pejabat dan tidak punya banyak uang.
Apalagi saat kasus sedang bergulir di tingkat kasasi, ada kabar berhembus bahwa Ipung sering di Bully oleh banyak Pihak yang tidak menyukainya karena sikapnya menggugat PT.BTID dan Walikota Denpasar. Bahasa atas narasi yang berhembus itu terkesan sangat meremehkan Ipung.
"Bagaimana kamu mau menang , kamu loh nggak punya apa, makan aja kamu gak ada, gimana kamu mau menang lawan mereka sedangkan kamu tidak punya apa, sedangkan orang yang kamu lawan itu gajah, uangnya nggak berseri semua bisa dibeli kecuali bulan dan bintang, apalagi kasus di mahkamah agung kantor pusatnya di jakarta, mana bisa kamu menang".
Bukan Ipung namanya kalau hanya dengar kata seperti itu langsung menyerah, dia tetap berjuang dengan caranya walaupun harus bolak-balik mendatangi PTSP PN Denpasar bagian Kasasi karena menurut dia banyak sekali kejanggalan yang harus dia lalui seperti sistem e-court katanya error dan tidak berfungsi lagi, memori kasasi tidak bisa di upload di e-court.
"Saya sampai hampir kehilangan hak jawab / mengirim kontra memori kasasi. Atas hal itu Ipung mengajukan protes dan akhirnya Ipung bisa menjawab memori kasasi dari 3 Pihak sedangkan 1 Pihak Ipung kehilangan hak jawab karena dia tidak menerima memori kasasi," ungkapnya.
Selama 3 bulan lebih berkas kasasi tidak dikirim lengkap ke MA RI walaupun surat pengantar pengiriman berkas kasasi tertanggal 13 Desember 2024 namun di Panitera MA RI berkas kasasi perkara tidak di temukan. Akhirnya tanggal 18 Februari 2025 Ipung berangkat ke Mahkamah Agung RI.
Dia membawa semua berkas kasasi secara fisik dan satu flashdisk yang berisi rekaman saat berkas kasasi dikirim oleh petugas kasasi di PTSP PN Denpasar melalui SIPP dan setelah itu baru ada surat dari Kepaniteraan MA RI dikirim ke PN Denpasar yang isi nya untuk melengkapi berkas kasasi perkara aquo.
Dan Ipung merasa lega akhirnya berkas kasasi di lengkapi oleh PN Denpasar namun Ipung sempat kehilangan jejak berkas kasasi perkara aquo karena di Website MA RI ditemukan Nol. Data itu artinya perkara aquo tidak ada. Akhirnya Ipung berangkat lagi ke Jakarta hanya untuk sekedar membawa “Surat cinta” ke Badan Pengawasan MA RI, Komisi Yudisial RI, Ketua MA RI dan Instansi terkait lainnya.
"Setelah itu baru muncul perkara di website MA RI dan muncul Nomor Perkara yang, artinya perkara sudah di registrasi," ujarnya. Namun perjuangan Ipung tidak berhenti sampai disitu Ipung kembali kehilangan jejak perkara karena sudah lebih dari 6 buan status Perkara masih dalam proses distribusi.
Ini menurut Ipung, berarti berkas Perkara belum di serahkan ke Majelis Hakim."Saya berusaha kembali mengirim surat melalui PT.Pos Indonesia namun surat nya ditolak untuk dikirim dengan alasan tidak meberikan nomer kontak penerima," jelasnya.
Atas hal itu Ipung pun mengirim surat tersebut malalui kantor layanan jasa pengiriman milik swasta yang tentu harganya hampir 3 kali lipat. Itu pun dia belum yakin bahwa surat bakal diterima, hingga dia akhirnya berangkat lagi ke Jakarta.
Sampai di jakarta Ipung langssung ke Bawas MA dan KY. Sampai disana ternyata dugaannya benar. Setelah bertemu dengan petugas layanan pengaduan di salah satu instansi tersebut surat nya dinyatakan tidak ada. Mengetahui itu, Ipung langsung menghubungi kantor pengiriman suratnya dan di berikan lah bukti penerima.
"Saya tunjukan bukti tersebut dan protes baru suratnya dinyatakan ada dan masih di meja Kepala TU, dan setelah itu baru berkas perkara kasasi di serahkan ke Majelis Hakim. Perjuangan saya ternyata belum selesai sampai disini karena ada info sistem IT di MA RI bermasalah," ungkapnya.
Atas masalah itu Majelis Hakim tidak bisa gelar sidang dengan alasan karena sidang hanya bisa dilakukan jika intermet dalam kondisi bagus, Ipung pun akhirnya mengirim "surat cinta" kembali ke Bawas MA RI. Hasilnya, baru ada gerakan dan sistem IT sudah dibenahi.
Setelah itu perkara pun di putus per tanggal 16 Oktober 2025 dan berdasarkan info di website yang menyatakan “DITOLAK I,II,&III” itu artinya semua permohonan Kasasi para pihak ditolak dengan kata lain Ipung dinyatakan menang lagi .
Ipung bersyukur keadilan itu masih bisa dia peroleh sesuai dengan kebenaran yang dimiliki nya karena sebelum perkara aquo diputus banyak pihak yang menghubungi nya dengan menawarkan diri bisa mengurus perkara nya di MA RI.
"Tapi semua saya tolak karena saya yakin saya bisa menang tanpa memakai tangan Mafia Hukum / Markus (Maklar Kasus). Harapan saya kedepannyaa bisa mengambil alih kembali hak nya tanpa kesulitan," harapannya.
Dia juga minta kepada seluru APH (Aparat Penegak Hukum) yang mempunyai kewenangan dan mempunyai tugas untuk memberikan perlindungan hukum yang maksimal kepadanya saat proses eksekusi tanpa harus melihat berapa besar nominal yang harus dia keluarkan.W-007










