MoU dengan BKKBN, Desa Adat di Bali segera Rancang Perarem untuk Cegah Stunting

MDA sebagai Lembaga tertinggi yang mengayomi krama adat di bali diharapkan turut serta mengadvokasi masyarakat terkait permasalahan stunting melalui para bendesa adat

 Save as PDF
(Last Updated On: 08/06/2023)

SINERGI-Penandatanganan nota kesepakatan antara Perwakilan BKKBN Bali dengan Majelis Desa Adat (MDA) Bali, di Kantor MDA Bali, Denpasar, Kamis (8/6/2023).

 

DENPASAR – fajarbali.com | Survei status gizi indonesia (SSGI) 2022 mencatat prevalensi stunting di Provinsi Bali sebesar 8 persen. Angka tersebut membuat Pulau Dewata bertengger di posisi terendah kasus stunting secara nasional.

Belum puas dengan capaian itu,  Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Bali membuat inovasi dengan menggandeng Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali untuk bersinergi menurunkan stunting.

Kerja sama yang ditandatangani Kepala Perwakilan BKKBN Bali dr. dr. Ni Luh Gede Sukardiasih, M.For., MARS., dan Bendesa Agung MDA Bali Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet, Kamis (8/6/2023) tersebut, bakal menitikberatkan pada edukasi calon pengantin dengan memanfaatkan kewenangan bendesa di masing-masing desa adat.

“Langkah kerja sama kami dengan MDA dalam rangka penguatan peran desa adat untuk mendukung program percepatan penurunan stunting di Provinsi Bali,” kata pemilik sapaan akrab dr. Luh De itu.

BKKBN, kata dr. Luh De, bertugas mengendalikan penduduk agar seimbang, sehingga perlu mengadvokasi masyarakat melalui bendesa adat bahwa petugas yang bertugas mendata, mencegah dan memfasilitasi ketika ada warga mengalami stunting di masing-masing desa terus bekerja di lapangan, atau yang disebut dengan Tim Pendamping Keluarga (TPK). 

“Tim pendamping ini terdiri dari PKK, ada tenaga kesehatan, dan kader Keluarga Berencana. Desa adat juga diharapkan turut  memberikan perhatian, karena kader ini sifatnya sukarela yang secara rutin melaporkan calon pengantin, ibu hamil, ibu melahirkan hingga usia anak  sampai 1000 hari,” bebernya.

Menurutnya, di lingkup desa adat, masih banyak calon pengantin (catin) enggan melakukan pemeriksaan pra nikah. Padahal pemeriksaannya sangat ringan, meliputi cek HB, lingkar lengan, tinggi dan berat badan.

Sehingga MDA sebagai Lembaga tertinggi yang mengayomi krama adat di bali diharapkan turut serta mengadvokasi masyarakat terkait permasalahan stunting melalui para bendesa adat.

Stunting bisa dicegah dengan mendeteksi dini faktor berisiko stunting sejak calon pengantin (Catin).

Catin diharapkan melaporkan dirinya ke kelihan adat untuk selanjutnya diarahkan untuk melakukan pemeriksaan Kesehatan secara mandiri.

Pemeriksaan ini meliputi pengukuran tinggi dan berat badan, pengukuran lingkar lengan atas, kadar haemoglobin (Hb) dalam darah dan keterpaparan asap rokok. 

Hasil pemeriksaan ini nantinya diinput dalam aplikasi ELSIMIL (elektronik siap nikah dan hamil) yang juga dapat diakses secara mandiri maupun dengan bantuan dari Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang terdiri dari PKK, ada tenaga kesehatan, dan kader Keluarga Berencana.

TPK ini lah yang nantinya bertugas mendampingi catin agar faktor berisiko stunting tadi dapat diminalisir dan benar – benar dihilangkan.

“Skrining kesehatan ini tujuannya untuk mengetahui apakah sudah aman untuk hamil atau belum. Kalau belum, boleh menikah tapi disarankan tunda kehamilan dengan menggunakan alat kontrasepsi. Jika pun tidak mau diperiksa oleh petugas kami, calon pengantin bisa periksa secara mandiri, langkah ini salah satu cara mencegah stunting,” tegasnya.

Desa adat, sambung dia, juga berperan menekan angka stunting dengan terus mengedukasi krama adat, tentang usia ideal menikah, kesiapan hamil atau menghindari 4T agar terwujud masyarakat adat berkualitas.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali, Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet, menegaskan tugas menjadikan nol stunting di Bali bukan saja tugas pemerintah. Melainkan kepentingan krama Bali, kepentingan desa adat dan kepentingan kita bersama. Maka sinergitas ini harus dilaksanakan.

“Harus kita laksanakan dan harus bertekad bukan menurun begitu saja dalam waktu dekat tapi harus berusaha bekerja keras supaya di Bali itu tidak ada kasus stunting. Karena ini kunci keberhasilan menciptakan anak- anak kita menjadi generasi penerus yang suputra. Tentu cerdas sehat dan bermanfaat bagi masyarakat adat, bagi Bali, dan bagi agama serta bangsa ini,” katanya.

Ida Bendesa Agung juga menginstruksikan kepada jajaran Majelis Madya, Majelis Alit, Paiketan Krama Istri, Paiketan Pecalang dan Pesikian Yowana yang juga hadir dalam acara tersebut untuk segera menindaklanjuti penandatanganan komitmen ini di wilayah masing-masing dalam bentuk peraturan, perarem dan atau sebutan lain sesuai kearifan lokal di desa masing-masing.

“Perarem ini merupkan bentuk  nyata penguatan peran desa adat dalam mendukung percepatan penurunan stunting di Provinsi Bali” ungkapnya (Gde)

 Save as PDF

Next Post

Diskop Badung, Gelar Sosialisasi dan Fasilitasi Kemudahan Perizinan Berusaha UMKM

Kam Jun 8 , 2023
"Salah satu faktor yang bisa menjadi pemicu adalah legalitas usaha UMKM. Dengan memiliki legalitas serta diikuti dengan inovasi produk yang sesuai dengan kebutuhan pasar maka niscaya UMKM akan berkembang dan akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat,"
Sosialisasi Diskop

Berita Lainnya