JAKARTA-fajarbali.com-Aksi penyampaian aspirasi oleh sejumlah mitra pengemudi ojek dan kurir daring pada Selasa (20/5/2025) mendapat sorotan tajam dari Modantara, organisasi yang mewakili pelaku industri mobilitas dan pengantaran digital. Dalam pernyataan sikap resminya, Modantara mengingatkan bahwa wacana yang sedang berkembang—mulai dari pemaksaan batasan komisi hingga reklasifikasi mitra menjadi pegawai tetap—berisiko menciptakan krisis baru bagi ekonomi digital Indonesia.
“Kami memahami keresahan para mitra. Namun solusi harus berpijak pada realitas ekonomi, bukan sekadar wacana politik,” tegas Agung Yudha, Direktur Eksekutif Modantara dalam keterangan tertulisnya Selasa (20/5/2025).
Salah satu isu utama yang disoroti adalah wacana penyeragaman komisi platform sebesar 10%. Menurut Modantara, gagasan ini terkesan sederhana namun berpotensi membawa dampak sistemik dan mengancam keberlangsungan layanan, terutama di wilayah dengan margin rendah.
“Komisi bukan tarif parkir. Setiap platform memiliki model bisnis berbeda, yang menyesuaikan dengan teknologi, pasar, hingga program mitra. Penyeragaman justru bisa menghambat inovasi dan menurunkan kualitas layanan,” tambah Agung.
Reklasifikasi Mitra Berpotensi Hilangkan Jutaan Pekerjaan
Modantara juga menyuarakan keprihatinan atas wacana menjadikan mitra sebagai karyawan tetap. Menurut data Svara Institute, kebijakan ini bisa menyebabkan hilangnya hingga 1,4 juta pekerjaan dan penurunan PDB Indonesia hingga 5,5%.
“Jika niat melindungi justru mengorbankan fleksibilitas dan lapangan kerja, kita perlu bertanya ulang: siapa yang sebenarnya terlindungi?” ujar Agung.
Beberapa negara yang menerapkan kebijakan serupa, seperti Spanyol dan Swiss, mengalami penurunan drastis dalam jumlah mitra aktif, bahkan hingga lebih dari 80%. Harga layanan pun naik signifikan, membuat konsumen enggan menggunakan jasa tersebut.
Modantara menilai bahwa regulasi yang terlalu seragam, terutama dalam tarif pengantaran makanan dan barang, bisa menghambat pertumbuhan sektor on-demand service (ODS). Industri ini beroperasi dengan kendaraan dan model layanan yang sangat beragam, sehingga tidak bisa disamakan dengan logistik konvensional.
Sebaliknya, Modantara mendorong pendekatan yang lebih adaptif, seperti:
- Skema pembiayaan ringan ala UMKM
- Pembebasan pajak dan bea masuk onderdil
- Optimalisasi perlindungan sosial melalui BPJS dan pelatihan wirausaha
Gagasan pemberlakuan pendapatan minimum juga dinilai kontraproduktif jika tidak disertai dengan analisis dampak pasar. Menurut Modantara, jika diterapkan secara kaku, kebijakan ini bisa memaksa platform menaikkan tarif secara signifikan, membatasi perekrutan, dan bahkan hengkang dari wilayah-wilayah yang dianggap tidak ekonomis.
“Percuma tarif tinggi jika tidak ada yang mau pakai. Kita butuh keseimbangan antara kesejahteraan mitra dan daya beli konsumen,” tambah Agung.
Modantara membeberkan dampak ekonomi yang lebih luas, mulai dari UMKM yang kehilangan akses pasar, menurunnya kepuasan konsumen e-commerce, hingga potensi hilangnya kepercayaan investor akibat gejolak regulasi.
Berdasarkan riset Svara dan ITB, kontribusi sektor ini mencapai 2% dari PDB Indonesia, atau sekitar Rp 127 triliun pada 2023. Jika layanan pengantaran digital terganggu, efek domino ekonomi diperkirakan bisa mencapai kerugian hingga Rp 178 triliun.
Dampak Ekonomi Kebijakan Reklasifikasi Mitra Platform Menjadi Karyawan
Pemaksaan kebijakan ketenagakerjaan (seperti reklasifikasi mitra menjadi karyawan platform atau memaksakan pemberian manfaat setara karyawan) pada sektor mobilitas dan pengantaran digital dapat memberikan dampak negatif yang cukup signifikan terhadap ekonomi Indonesia, termasuk menurunnya pendapatan jutaan UMKM yang bergantung pada platform digital serta meningkatnya pengangguran.
Kebijakan ini akan menghilangkan kemampuan platform digital sebagai bantalan ekonomi nasional. Efek domino dari kebijakan ini termasuk memperlambat pertumbuhan ekonomi nasional, menimbulkan gejolak sosial politik, dan turunnya kepercayaan investor baik dalam maupun luar negeri, terutama di masa
perekonomian dunia yang menantang saat ini.
Saat ini Industri ojol, taksol, dan kurier online (kurol) berkontribusi sebesar 2% PDB (ITB, 2023). Perubahan status menjadi karyawan akan mengakibatkan: hanya sebagian kecil dari mitra pengemudi yang bisa terserap (diperkirakan hanya 10-30% mitra yang terserap, atau 70-90% tidak memiliki pekerjaan). Penurunan aktivitas ekonomi digital yang berujung pada penurunan PDB sebesar
5.5% dan 1.4 juta orang kehilangan pekerjaan (Svara, 2023). Dampak total pada perekonomian Indonesia bisa mencapai sekitar Rp 178 triliun, yang mencakup efek lanjutan di sektor lain.
Dampak Ekonomi Langsung pelanggan Kehilangan Akses, Konsumen yang mengandalkan delivery karena keterbatasan mobilitas, misalnya orang tua, penyandang disabilitas, atau mereka yang tinggal jauh
dari pusat kota akan sangat terdampak. Jika layanan delivery mencakup makanan, obat-obatan, atau kebutuhan pokok, maka risiko krisis logistik bisa meningkat, apalagi di daerah
terpencil atau saat ada bencana/krisis.
Penurunan Pendapatan
Banyak UMKM menggunakan layanan pengantaran dan mobilitas digital untuk menjangkau pasar yang lebih luas dari sekedar area mereka beroperasi. Tanpa platform, bisnis mereka bisa stagnan atau bahkan rugi. Dengan adanya reklasifikasi mitra sebagai pegawai, ada potensi untuk menekan platform pengantaran digital untuk menaikan harga yang dibebankan kepada pengguna layanan. Ini dapat berdampak pada naiknya beban operasional yang lebih besar bagi pengguna terutama UMKM.
Bisnis yang sangat bergantung pada pengantaran digital seperti restoran, supermarket, apotek, dan e-commerce akan mengalami penurunan penjualan drastis.
UMKM yang tidak punya outlet fisik kuat atau tidak punya banyak pelanggan setia akan lebih terdampak, seperti restoran yang hanya beroperasi secara online akan kehilangan jalur utama penjualan dan hanya dapat bergantung pada area penjualan dimana outlet fisik berada.
Shopee, Tokopedia, dan e-commerce lainnya juga bekerja sama dengan layanan kurir instan. Penurunan layanan bisa mempengaruhi kepuasan pelanggan, dan berdampak pada berkurangnya omzet penjualan.
Efek Sosial dan Tenaga Kerja
Ribuan mitra pengemudi kehilangan penghasilan atau pekerjaan, karena serapan tenaga kerja pasti mengalami recruitment barrier, dan hanya sebagian kecil dari mitra pengemudi yang ada sekarang yang bisa terserap (diperkirakan hanya 10-30% yang terserap, atau terjadi penurunan
sebesar 70-90%). Ini berarti potensi lonjakan pengangguran informal di kota besar, dan
menambah beban negara. Turunnya penghasilan driver bisa menurunkan daya beli, yang
mempengaruhi sektor lain seperti makanan, kebutuhan pokok, dan layanan finansial (misalnya cicilan motor atau pinjaman online).
● Efek Domino (Multiplier Effect):
Berdasarkan riset dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) dan Tenggara Strategics, pada tahun 2019, kontribusi industri mobilitas dan pengantaran digital terhadap perekonomian Indonesia mencapai Rp 127 triliun.
Setiap peningkatan sebesar 10 persen pada jumlah mitra pengemudi, secara signifikan akan berkontribusi pada peningkatan tenaga kerja di industri mikro dan kecil sebesar 3,93 persen.
Diperkirakan Industri ini menaungi lebih dari 1.5 juta UMKM dan perubahan status menjadi karyawan berpotensi mengakibatkan 1,4 juta orang kehilangan kesempatan pendapatan, dan penurunan aktivitas ekonomi digital yang berujung pada penurunan PDB sebesar 5,5% (Svara Institute, 2023).
Jika layanan delivery berkurang drastis hingga 70-90%, dampak ekonominya dapat dihitung berdasarkan kontribusi sektor tersebut (lebih dari 89 triliun). Jika kita menggunakan multiplier ekonomi yang sering digunakan untuk perhitungan sektor jasa (umumnya antara 1,5 hingga 2,5), maka bisa diperkirakan efek ekonomi lebih lanjut. Misalnya, jika multiplier rata - rata = 2, maka 89 triliun × 2 = 178 triliun. Artinya, dampak total pada perekonomian Indonesia bisa mencapai sekitar Rp 178 triliun, yang mencakup efek lanjutan di sektor lain, seperti: UMKM yang bergantung pada pengiriman cepat, ekonomi digital dan jasa logistik lain, hehilangan pendapatan bagi pekerja di sektor terkait, yang berkurang daya belinya, yang selanjutnya berdampak pada konsumerisme dan sektor ritel.
Peran besar sektor pengantaran digital dalam ekonomi Indonesia juga dapat menimbulkan efek samping makro yang lebih besar jika operasionalnya tiba-tiba terganggu, yakni: Investasi di Indonesia turun dikarenakan hilangnya kepercayaan investor dalam dan luar negeri, penerimaan pajak negara menurun, gejolak sosial politik dikarenakan kondisi ekonomi yang rentan; dapat berujung pada ketidakstabilan keamanan nasional.*