DENPASAR-Fajarbali.com|Sugiyati (37), wanita asal Banyuwangi, Jawa Timur yang diseret ke Pengadilan Negeri Denpasar karena sebelumnya diduga melakukan tindak pidana pembunuhan, akhirnya bisa tersenyum lebar setelah divonis hakim hanya 6 tahun penjara. Vonis ini jauh dibawah tuntutan jaksa yang sebelumnya menuntu 15 tahun penjara.
Tidak hanya itu, terdakwa Sugiati yang sebelumnya dalam pembelaanya mangaku tidak bersalah dan minta dibebaskan tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana bembunuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 338 KUHP, tapi oleh majelis hakim terdakwa dinyatakan terbukti melanggar Pasal 351 ayat (3).
"Terdakwa terbukti bersalah melakuan tindak pidana penganiayaan yang menyebabkan korban meninggal dunia. Menghukum terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 tahun potong masa tahanan, " demikian vonis hakim yang dibacakan dalam sidang, Senin (21/4/2025).
Diberitakan sebelumnya, peristiwa tragis yang menewaskan I Nyoman Widiasa bermula pada Kamis, 18 Juli 2024. Sugiyati, yang tinggal bersama korban, terlibat cekcok. Perselisihan dipicu oleh kebiasaan korban yang pulang dalam keadaan mabuk.
Korban bahkan saat itu mencaci Sugiyati dengan perkataan kasar sembari mengeluh ‘Bangsat, Naskeleng masak suami datang mabuk air kelapa aja tidak ada.’ Setelah cekcok, korban tidur di ruang depan, sementara Sugiyati masuk ke kamarnya.
Saat Sugiyati berada di dalam kamar, ia mendengar handphone korban berbunyi sehingga berinisiatif membukanya, ternyata ada pesan masuk dari perempuan yang tidak dikenalnya yang membuatnya menangis hingga terdengar oleh korban dan langsung dihampiri.
“Korban tanya kenapa ia menangis, Sugiyati menjawab ia sakit hati kepada korban, karena ternyata sedang marah dengan perempuan lain tetapi melampiaskannya kepada Sugiyati. Setelah itu korban tidur disamping Sugiyati namun dia diusir sehingga korban keluar dan kembali tidur di depan kamar,” terang JPU.
Paginya, Sugiyati berangkat bekerja di sebuah Garmen dan konflik ini terus berlanjut hingga Sugiyati mengusir korban keluar dari kosnya beberapa kali. Korban sempat meminta maaf melalui pesan WhatsApp. Namun, Sugiyati mengabaikan pesan tersebut.
Tak dapat jawaban baik, giliran Widiyasa keluar kos dan tidak kembali. Pada Sabtu, 20 Juli 2024, sekitar pukul 11.00 Wita, Sugiyati menerima pesan ancaman dari korban melalui WhatsApp.
Korban mengancam dengan berkata, “Bangsat, Naskeleng, dan Saya Bunuh Kamu.” Sugiyati membalas ancaman tersebut dengan pesan, “Saya tidak takut.” Korban kemudian meminta Sugiyanti pulang. Hanya saja, Sugiyanti tidak kembali ke kos, melainkan menginap di tempat temannya.
Pada 20 Juli 2024 pukul 17.00 Wita, terdakwa baru pulang ke kos untuk istirahat tidur dan ketika bangun, korban tidak ada di kos dan belum pulang sampai Minggu 21 Juli 2024 pukul 01.44 Wita. Terdakwa pun menelepon pacarnya itu berulang kali dan juga mengirim pesan, tapi tak mendapat respon.
Akhirnya, melalui video call, korban menjawab ia baru saja pulang dari kafe setelah minum bersama teman-temannya. Sugiyati menegur korban karena dianggap tidak memperbaiki kesalahan. Ketegangan berlanjut saat korban tiba di kos sekitar pukul 02.00 Wita. Dalam keadaan mabuk, korban kembali menghadapi kemarahan Sugiyati.
Terdakwa sempat menampar korban dua kali dan merobek kalung yang dikenakan korban. Setelah itu, Sugiyati masuk ke kamar kosnya, sementara korban tidur di ruang depan kos.
Setengah jam kemudian, Sugiyati keluar kamar dan melihat korban tertidur pulas di ruang depan. Dalam keadaan emosi, Sugiyati mengambil bantal berbentuk hati berwarna biru dari dalam kamarnya dan menggunakan bantal tersebut untuk membekap mulut korban. Korban sempat melawan, namun akhirnya lemas dan meninggal dunia.
Setelah menyadari korban telah meninggal, Sugiyati panik dan mencoba mengaburkan jejak tindakannya. Ia mengambil pisau dari dapur dan memotong gorden yang terpasang di pintu kamar, lalu membuat skenario seolah-olah korban meninggal karena gantung diri menggunakan gorden tersebut.
Hasil pemeriksaan laboratorium forensik Polda Bali juga memberikan temuan lain. Dalam pemeriksaan toksikologi, ditemukan kadar etanol yang tinggi pada sejumlah organ tubuh korban, seperti darah, urin, hati, dan ginjal, yang menunjukkan korban berada dalam kondisi mabuk berat sebelum kematian.
Selain itu, pemeriksaan barang bukti seperti gorden dan bantal yang diduga digunakan terdakwa untuk mengaburkan tindakannya memberikan hasil signifikan.
Berdasarkan analisis laboratorium, potongan gorden tidak dapat dipotong dengan satu kali irisan menggunakan pisau, menunjukkan upaya terdakwa untuk merekayasa situasi sebagai dugaan bunuh diri. Sementara itu, bantal berbentuk hati yang digunakan terdakwa untuk membekap korban ditemukan mengandung bercak darah.
Pada tubuh terdakwa sendiri, hasil visum dari RS Bhayangkara Denpasar mencatat adanya luka memar di tangan kanan dan lengan kanan bagian bawah. Luka-luka ini mengindikasikan adanya kontak fisik atau perlawanan selama kejadian.W-007