https://www.traditionrolex.com/27 Bali Alami Penurunan Impor Di Tengah Pandemic Covid-19 - FAJAR BALI
 

Bali Alami Penurunan Impor Di Tengah Pandemic Covid-19

(Last Updated On: 21/04/2020)

DENPASAR – fajarbali.com | Akibat Pandemic Covid-19 mengakibatkan terjadi defisit transaksi berjalan triwulan lebih rendah dari 1.5% Produk Domestik Bruto (PDB). Hal tersebut diungkapkan, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Trisno Nugroho yang menjelaskan Covid-19 berdampak pada penurunan ekspor akibat melambatnya permintaan dunia dan terganggunya rantai penawaran global, serta rendahnya harga komoditas global.

 

 

Namun penurunan impor juga besar karena aktivitas produksi dalam negeri juga menurun. Neraca perdagangan Indonesia Maret 2020  surplus USD743,4 juta.  Dengan perkembangan tersebut, neraca perdagangan Indonesia pada triwulan I 2020  surplus USD2,62 miliar. Defisit neraca jasa juga diperkirakan lebih rendah, didorong oleh penurunan devisa untuk biaya transportasi impor. Sekitar 8% dari nilai impor dipergunakan untuk freight and insurance. Impor yang menurun cukup tajam berdampak pada kebutuhan untuk freight and insurance juga menurun. 

 

Lanjutnya Trisno penerimaan devisa pariwisata jauh lebih rendah dari perkiraan sebelumnya. Perhitungan yang dilakukan sebelumnya hanya memperhitungkan penurunan devisa pariwisata dari sisi jumlah wisatawan asing yang masuk. Namun, dalam perkembangannya terdapat pembatasan bepergian ke luar negeri termasuk pelaksanaan umroh, sehingga mengurangi penggunaan devisa dari wisatawan nusantara yang tidak jadi keluar negeri. Penurunan devisa untuk wisatawan asing yang masuk sekitar USD2 miliar. Sementara itu,  penurunan devisa yang keluar dari wisatawan nusantara yang tidak jadi keluar negeri sekitar USD1,6 miliar. 

 

“Bank Indonesia juga memprediksi penurunan defisit transaksi berjalan kemungkinan akan meningkat pada triwulan II dan III 2020. Sebab, dampak tekanan ekonomi akibat pandemi covid-19 lebih dalam pada periode ini. Lalu berangsur membaik di triwulan IV dan pulih pada tahun depan. Sehingga, secara keseluruhan, defisit tahun berjalan tahun ini diperkirakan akan lebih rendah,” jelas Trisno Selasa (21/4/2020).

 

Lanjutnya Trisno menyampaikan, pergerakan nilai tukar rupiah yang bergerak stabil dan cenderung menguat menunjukkan keyakinan pasar yang terus membaik. Terdapat empat faktor yang mendukung stabilitas nilai tukar. Pertama, pelaku pasar dalam dan luar negeri memiliki confidence  karena Bank Indonesia selalu berada di pasar dan menempuh langkah-langkah yang diperlukan dalam menjaga stabilitas nilai tukar. Kedua, confidence yang membaik ini didukung langkah-langkah yang ditempuh dari berbagai negara di dunia, baik dalam penanganan COVID-19 maupun stimulus fiskal dan moneter yang besar, termasuk di Indonesia. Hal itu terlihat pada stimulus fiskal (kenaikan defisit fiskal) Pemerintah, quantitative easing dari Bank Indonesia dan kebijakan relaksasi kredit dari OJK.

 

Ketiga, mekanisme pasar berlangsung dengan baik, sehingga mengurangi kebutuhan Bank Indonesia untuk melakukan stabilisasi. Hal ini berdampak pada posisi cadangan devisa yang meningkat. Keempat, selama satu minggu terakhir khususnya pada periode 14-16 April 2020, terjadi aliran masuk modal asing (inflow) masing-masing sebesar Rp0,7 triliun (14/4/2002), Rp0,2 triliun (15/4/2002), Rp2 triliun (16/4/2020), inflow sebagian besar ke SBN. Secara historis periode 2011 – 2019 di Indonesia, outflow relatif kecil dalam periode yang pendek  dan diikuti dengan inflow yang besar dalam peiode yang panjang. Data menunjukkan rata-rata  outflow SBN sebesar Rp29,2 triliun dalam waktu 4 (empat) bulan dan diikuti inflow SBN sebesar Rp229,1 triliun dalam waktu 21 bulan.

 

“Hal tersebut mendasari keyakinan bahwa meskipun saat ini terjadi outflow  sebagai dampak dari COVID-19, Bank Indonesia meyakini pasca penyebaran COVID-19 akan terjadi inflow yang lebih besar dalam periode waktu yang lebih lama,” ungkap Trisno

 

Terkait inflasi, Trisno memaparkan bahwa Bank Indonesia memperkirakan inflasi pada periode April-Mei 2020 yang bertepatan dengan bulan Ramadhan dan Idul Fitri akan lebih rendah dari  pola historisnya. Ada beberapa faktor  yang mendasari hal tersebut. Antara lain permintaan konsumsi akan lebih rendah terkait berbagai Pembatasan Sosial Berskala Besar di berbagai daerah.  Hal itu mengurangi mobilitas sosial yang  berdampak pada berkurangnya aktivitas fisik sehingga mengurangi pola konsumsi. Kemudian, pemerintah juga akan memastikan pasokan  barang kebutuhan  pokok, termasuk melalui peran  TPI/TPID. Sejak merebaknya kasus covid-19, KPwBI Provinsi Bali telah melakukan High Level Meeting (HLM) TPID dengan Pemkot Denpasar dan Pemkab Badung untuk antisipasi dampak covid-19 terhadap inflasi. 

 

Selain itu kondisi ekonomi secara keseluruhan menurun sehingga berdampak pada ekspektasi inflasi yang  rendah. Serta nilai tukar  stabil dengan harga komoditas rendah sehingga exchange rate pass through dan imported inflation rendah. (kdp).

 Save as PDF

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Next Post

Kapolres Tabanan serahkan Sembako Dan Masker kepada Yatim piatu

Sel Apr 21 , 2020
Dibaca: 26 (Last Updated On: 21/04/2020)TABANAN – fajarbali.com | Memasuki bulan Ramadhan ditengah Pandemic Covid-19 Kapolres Tabanan AKBP Mariochristy P.S., Siregar, S.I.K. M.H., terus bergerak bersama jajaran  Polres Tabanan dan TNI serta Instansi terkait untuk mengatasi kesulitan masyarakat seperti halnya gerakan bhakti sosial POLRI Peduli Covid19 Selasa (22/4/2020).  Salah satunya […]

Berita Lainnya