DENPASAR -fajarbali.com |Buntut tewasnya anggota ormas Gede Budiarsana (24) ditangan anggota Debt Colector Mata Elang dari PT. Beta Mandiri Multi Solusien, Polda Bali mengundang pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK), perusahaan Finance dan pihak eksternal finance secara virtual, Senin 26 July 2021. Hal ini dilakukan agar kasus pembunuhan yang berlatarbelakang kreditan motor macet itu tidak terulang kembali.
Pertemuan yang diinisiasi oleh Direktorat Kriminal Khusus Polda Bali diadakan secara virtual melalui aplikasi zoom meeting dengan topik “Harkamtibmas Berkaitan Penarikan Jaminan Fidusia oleh Internal atau Eksternal Finance”.
Kegiatan ini bertujuan untuk menyamakan persepsi antara pihak finance dan eksternal finance terkait pelaksanaan tugas di lapangan dalam pengamanan eksekusi jaminan fidusia.
Zoom meeting yang dipimpin oleh Wadir Reskrimsus Polda Bali, AKBP Ambariyadi Wijaya, S.I.K, S.H., M.H. diikuti oleh Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan, Deputi Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan, Deputi Direktur Edukasi Perlindungan Konsumen dan Manajemen Strategi dan Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia-Bali dan 36 peserta dari finance dan 6 peserta dari eksternal finance.
Ada tiga narasumber yang dihadirkan dalam kegiatan zoom meeting kali ini. Dari OJK diwakili oleh Giri Tribroto dan Yan Jimmy Hendrik Simarmata, sedangkan dari kepolisian diwakili oleh Kasubdit II Ditreskrimsus Polda Bali, AKBP Dewa Ketut Putra, S.H., M.H.
Sementara AKBP Ambariyadi Wijaya, S.I.K, S.H., M.H. berharap agar peristiwa yang terjadi di Jalan Subur, Monang Maning, Denpasar tidak terjadi lagi. Ia sangat menyayangkan peristiwa yang terjadi di Monang Maning sampai merenggut korban jiwa.
“Padahal semua sudah tertuang secara jelas dalam aturan bagaimana pihak kreditur menarik jaminan fidusia, apabila pihak debitur tidak bisa melaksanakan kewajibannya,” ujarnya.
Dijelaskannya, ada beberapa hal menjadi catatan yang harus dipatuhi oleh pihak finance, sehingga pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan. Seluruh peserta sepakat mentaati dan mematuhi aturan yang telah ada, sesuai UU Fidusia No. 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia.
Mantan Kasat Narkoba Polresta Denpasar ini menjelaskan, berdasarkan Perkap No. 8 Tahun 2011, pihak finance dimungkinkan untuk meminta bantuan kepada kepolisian untuk melakukan pengamanan guna menguasai fisik dari benda yang diikat jaminan fidusia.
Namun dalam prakteknya, masih banyak ditemukan tindakan debt collector yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Bahkan mengarah ke perbuatan melawan hukum. Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tindakan mereka bisa mengarah ke tindak pidana, salah satunya adalah pasal 368 KUHP tentang tindak pidana pemerasan.
“Untuk itu, pihak finance dalam melakukan proses pemberian kredit (survei) dilakukan kepada calon debitur agar lebih teliti dan hati-hati,” pesan AKBP Ambariyadi.
Ditegaskannya lagi, segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi sertifikat jaminan fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
"Untuk itu, kami mengimbau kepada finance agar tidak menggunakan pihak ketiga (eksternal Polri) dalam melakukan eksekusi jaminan fidusia," pungkasnya. (Hen)