DENPASAR-Fajarbali.com|Majelis hakim Pengadilan Negeri Denpasar pimpinan H. Sayuti menolak eksepsi atau keberatan atas dakwaan jaksa yang disampaikan oleh terdakwa PAS, Direktur PT Unipro Konstruksi Indonesia (PT UKI), atas kasus dugaan pemalsuan surat.
Ini terungkap dalam sidang agenda putusan sela yang digelar pada hari Selasa 2 Desember 2024. Saat sidang, terdakwa PAS didampingi I Made Adi Mantara, S.H.; dan I Made Juli Untung Pratama, S.H., M.Kn. dari tim kuasa hukum dari Gendo Law Office.
Di mana, PAS menjadi pesakitan berawal dari seorang warga negara asing (WNA) asal Hongkong bernama Peter Ho Kwan Chan. PT UKI mendapat proyek pembangunan lounge di sejumlah bandara di Indonesia.
Dalam proses tersebut, PAS mengaku menyerahkan token, releaser, dan buku giro PT UKI kepada Peter untuk mempermudah operasional keuangan perusahaan.
Namun, sejak token dan buku giro berada di tangan Peter, tidak pernah ada laporan keuangan yang disampaikan kepada PAS selaku Direktur PT UKI.
Merasa dirugikan dan tidak mendapatkan akses terhadap rekening perusahaan di Bank Panin, PAS kemudian mencabut kuasa pengelolaan yang sempat diberikan kepada Peter, sekaligus meminta agar token dan releaser PT UKI segera dikembalikan.
Permintaan tersebut tidak dipenuhi, sehingga PAS melaporkan permasalahan ini kepada Bank Panin KCP Gatsu Timur Denpasar. Karena token lama tidak kunjung dikembalikan, pihak Bank Panin menyarankan PAS membuat surat keterangan kehilangan sebagai syarat penerbitan token baru.
Pada 3 Agustus 2023, PAS kemudian membuat laporan kehilangan token dan releaser PT UKI di Polsek Denpasar Utara. Berdasarkan surat tersebut, Bank Panin menerbitkan token dan releaser baru, sekaligus memblokir token lama yang masih dikuasai Peter.
Akibat pemblokiran tersebut, Peter tidak lagi dapat mengakses atau mengoperasikan rekening PT UKI. Dari sinilah, Peter kemudian melapor ke kepolisian dan menuding PAS melakukan pemalsuan surat, sebagaimana Pasal 263 ayat (1) dan ayat (2) KUHP.
Peter mengaku mengalami kerugian hingga Rp 3,7 miliar karena tidak bisa mengakses token lama.
Usai sidang putusan sela, Ketua Tim Kuasa Hukum PAS, I Wayan ‘Gendo’ Suardana, S.H., M.H., memberikan tanggapan. Ia menegaskan bahwa dengan putusan sela tersebut, perkara akan masuk pada tahap pemeriksaan saksi.
Lebih jauh, Gendo menyatakan bahwa Peter Ho tidak memiliki kedudukan hukum di PT UKI. Ia bukan direksi, bukan pemegang saham, dan tidak memiliki hubungan hukum apa pun dengan perusahaan tersebut.
“Secara hukum, apa dasar Peter Ho menguasai dan mengelola uang PT UKI? Terdakwa PAS sudah mencabut kuasa yang sempat diberikan dan sudah mengirimkan somasi untuk meminta token dikembalikan,” tegas Gendo.
Menurutnya, PAS melakukan langkah yang sah secara hukum dengan mengambil alih token perusahaan, sebab tanggung jawab operasional PT UKI berada sepenuhnya di tangan direktur.
Gendo juga menyoroti status Peter Ho yang dinilainya menjalankan bisnis di Indonesia dengan meminjam nama perusahaan (nominee arrangement), sebuah praktik yang bertentangan dengan aturan investasi nasional.
Ia menyebut bahwa memberikan perlindungan hukum kepada pelaku nominee justru berpotensi melegalkan praktik bisnis ilegal. “Kalau kasus seperti ini dilanjutkan, Negara sedang melindungi pelanggar hukum,” ingat Gendo.
Ia juga mengingatkan bahwa kasus ini tidak seharusnya dijadikan preseden buruk yang berpotensi membuka celah bagi WNA untuk menjalankan usaha secara tidak sah melalui perusahaan lokal.W-007










