DENPASAR-Fajarbali.com|Kasus penyekapan yang berakhir tewasnya I Pande Gede Putra Palguna (54) yang melibatkan tiga orang wanita masing-masing I Gusti Ayu Leni Yuliastari (57), Ida Ayu Oka Suryani Mantara (38) dan Intan Oktavia Puspitarini (39),Selasa (14/10/2025) masuk pada agenda tuntutan.
Ketiga terdakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Dewa Gede Anom Rai dan Eddy Arta Wijaya dituntut sama rata, 10 tahun penjara. Ketiganya oleh JPU dinyatakan terbukto secara sah dan meyakinkan melakukan penganiayaan berencana yang mengakibatkan kematian serta perampasan kemerdekaan seseorang secara melawan hukum.
Perbuatan ketiga terdakwa menghabisi nyawa korban dan membuang jasadnya di kawasan Kabupaten Buleleng karena masalah masalah hutang sebesar Rp 5,4 miliar ini telah melanggar Pasal 335 ayat (3) dan Pasal 333 ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP dalam dakwaan kesatu subsidair dan dakwaan kedua.
"Memohon kepada majelis hakim yang menyidangkan perkara ini untuk menghukum ketiga terdakwa dengan pidana penjara selama 10 tahun orang masa tahanan," sebut jaksa yang bertugas di Kejaksaan Tinggi Bali itu dalam amar tuntutannya.
Adapun hal yang memberatkan dan meringankan tuntutan para terdakwa ini diuraikan JPU. Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa sangat meresahkan masyarakat, mengakibatkan trauma yang berat bagi keluarga korban yang berkepanjangan.
Mengakibatkan masa depan anak dan istri korban menjadi suram, karena korban adalah tulang punggung keluarga, perbuatan pata terdakwa sangat sadis dan di luar batas perikemanusiaan.
Sementara yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, berlaku sopan dan berterus terang di persidangan dan menyesali perbuatannya.
Dalam persidangan terungkap, peristiwa ini bermula dari hubungan bisnis antara terdakwa I Gusti Ayu Leni dengan korban. Ia mengaku berkenalan dengan korban melalui manajer hotelnya, Ketut Purnama. Sekitar tahun 2019, korban disebut sempat berminat membeli hotel milik Leni yang berlokasi di kawasan Kuta seharga Rp 210 miliar.
Dalam prosesnya, korban mengaku membutuhkan dana untuk mengurus pajak hotel dan meminjam uang kepada Leni. Dengan janji pengembalian, Leni mentransfer dana secara bertahap hingga mencapai Rp 5,4 miliar. Namun sejak 2021, korban tak kunjung mengembalikan uang tersebut dan bahkan sulit dihubungi.
Upaya pencarian korban membawa Leni bertemu dua ‘pasangan’ perempuan, Ida Ayu Oka yang bekerja sebagai seorang peramal bahkan berpendidikan S2 (Higher National Diploma) dan Intan yang disebut memiliki kemampuan membaca tarot untuk membujuk korban agar muncul dan mengembalikan utangnya.
Sejak itu, hubungan antara ketiga perempuan tersebut dengan korban semakin intens."Sekitar September 2021, Leni akhirnya bertemu korban di Hotel Cakra, Denpasar. Saat itu, korban berjanji akan membayar, namun lagi-lagi tak ditepati dan korban kembali menghilang,” terang JPU dihadapan Ketua Majelis Hakim I Putu Agus Adi Antara.
Namun, tiga tahun kemudian, pada November 2024, korban tiba-tiba kembali bertemu ketiga perempuan itu di Jalan Teuku Umar, Denpasar. Ia mengaku tidak memiliki uang, tetapi berjanji akan berusaha melunasi.
Korban juga sempat menyerahkan beberapa kartu ATM kepada mereka, namun setelah dicek, saldo rekening ternyata kosong.
Dalam upaya pengembalian, Palguna bahkan meminta izin menumpang di kamar kos Ida Ayu dan Intan. Sejak 20 November 2024, ia tinggal di kos Jalan Gunung Soputan, Denpasar Barat.
Namun bukannya menyelesaikan utang, korban malah beberapa kali meminjam lagi, kali ini kepada Ayu dan Intan dengan alasan bermacam-macam, seperti untuk biaya hidup, biaya mengugurkan kandungan anaknya dan lain-lain. Total yang dipinjamkan mencapai Rp 60 juta,” ungkap JPU.
Namun utang baru ini juga tak pernah dibayar. Hingga akhirnya, pada 26 Januari 2025, pertengkaran besar terjadi. Ida Ayu dan Intan memukuli kepala dan pelipis korban, lalu menyetrika tangan serta betisnya dengan setrika panas.
Leni datang kemudian dan ikut melampiaskan kemarahannya. Selama beberapa hari berikutnya, korban terus disiksa hingga tubuhnya dipenuhi luka bakar, memar, dan lebam di sekujur tubuh. “Para terdakwa mengaku penganiayaan dilakukan karena kesal korban terus berbohong mengenai hutang yang belum dibayar,” sebut JPU.
Bagai menuangkan minyak ke dalam api, keesokan harinya sekitar 11.00 Wita Ida Ayu tidak sengaja menemukan pesan dari seseorang bernama Supiani di ponsel korban, berisi makian dan bukti penipuan sebesar Rp 4,5 miliar. Pesan itu meledakkan amarah para terdakwa dan membuktikan bahwa korban ini memanglah penipu kelas kakap.
Mereka lantas semakin sadis, mengikat tangan dan kaki korban dengan kabel ties serta melanjutkan penyiksaan keji. “Selama beberapa hari berikutnya, kekerasan terus berlanjut. Korban disundut rokok, rambut dan pelipisnya dibakar, dipukul dengan gagang sapu serta kaleng pembasmi serangga, hingga tubuhnya penuh luka memar dan luka bakar,” papar JPU.
Puncak kekerasan terjadi pada 30 Januari 2025, ketika korban kembali dipukul di bagian kepala menggunakan kaleng semprot serangga. Besoknya, mulut korban dihantam hingga berdarah.
Dalam kondisi lemah, korban masih sempat diberi makan dan di obati dengan minyak bokasi pada 1 Februari 2025, sebelum akhirnya ditemukan tak bernyawa dini hari Minggu, 2 Februari 2025.
Meski sempat disarankan untuk dibawa ke rumah sakit, Ida Ayu menolak dengan alasan tak ada yang bisa bertanggung jawab. Malam harinya, dalam keadaan panik, ketiga terdakwa sepakat menghilangkan jejak.
“Leni menyewa mobil Honda Brio kuning berpelat DK 1299 ACN, lalu bersama dua rekannya mengangkut jasad korban dan membuangnya di wilayah Pancasari, Kecamatan Sukasada, Buleleng,” terang JPU.
Namun tak berlangsung lama, hanya sehari kemudian Leni mendapat kabar dari seorang teman bahwa mayat mirip korban ditemukan di lokasi itu. Ia pun menghubungi Ida Ayu untuk menanyakan kebenaran kabar itu, namun hanya diminta untuk tetap tenang.
Jenazah korban ditemukan warga di semak-semak di tepi Jalan Raya Denpasar–Singaraja kilometer 24. “Hasil autopsi RSUD Buleleng menyebutkan korban meninggal akibat kekerasan tumpul di dada yang menyebabkan gangguan jantung dan kekurangan oksigen.
Diperparah oleh masuknya cairan lambung ke saluran napas. Luka-luka bakar dan memar di sekujur tubuh memperkuat bukti bahwa korban mengalami penyiksaan panjang sebelum tewas,” ungkap JPU.
Saat itulah kepolisian dari Sat Reskrim Polres Buleleng melakukan penyelidikan dan mendapatkan bukti melalui rekaman CCTV dan lain sebagainya yang mengarah kepada tiga perempuan ini.
Dalam pemeriksaan, Ida Ayu juga mengakui telah menggadaikan ponsel milik korban melalui seorang kenalannya, sementara beberapa barang bukti lain seperti setrika, minyak bokasi, dan bantal yang digunakan saat kejadian turut diamankan penyidik.W-007