DENPASAR -Fajarbali.com | Eks Direktur PT. Gerald Pratama Mandiri (GMP) Sri Eni Idayati yang menjadi terdakwa dalam kasus perpajakan dituntut hukuman 15 bulan atau 1 tahun 3 bulan penjara.
Kasi Penerangan dan Hukum (Kasi Penkum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali A. Luga Herlianto saat dikonfimasi, Sabtu (3/4/2021) membenarkan bawa terdakwa yang sebelumnya disebut SEI sudah dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Ya benar terdakwa sudah dituntut 1 tahun dan 3 bulan penjara," ujar pejabat asli Mendan yang akrab disapa Luga melalui sambungan telepon.
Selain menuntut agar terdakwa dipenjara, Luga juga mengatakan bahwa terdakwa juga diwajibkan membayar denda sebesar 2 kali kerugian pada pendapatan negara berupa jumlah pajak terutang total sebesar Rp.641.640.096.
"Sedangkan uang titipan sebesar Rp 320.820.048 dari PT. GMP pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara dikurangkan sebagai pembayaran denda dari sebesar Rp. 641.640.096," ungkap Luga.
Terdakwa dinyatakan terbukti bersalah karena dengan sengaja tidak menyampaikan surat pemmberitahuan dan menyampaikan surat pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dan tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut.
Perbuatan terdakwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) huruf c dan huruf d dan huruf i Undang-Undang R.I. Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Atas tuntutan itu, kata Luga pihak terdakwa juga sudah mengajukan pembelaan. "Saat ini tinggal menunggu sidang putusan yang akan dibacakan pada sidang hari Kamis 8 April 2021," pungkas Luga.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Badung I Ketut Maha Agung mengatakan, Sri Eni Idayati alias SEI yang merupakan direktur di PT. GMP dijadikan terngka karena diduga tidak menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang telah dipungut atau dipotong dari lawan transaksi.
"SEI ini dijadikan tersangka karena tidak menyetor pajak PPN sejak bulan Maret 2016 hingga Desember 2017. Atas perbuatan SEI telah menimbulkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp 320 juta lebih," ungkap pejabat asal Buleleng ini.
Dijelakan Maha Agung, mengadili tersangka SEI ini merupakan upaya terakhir atau ultimum remedium. Sebab sebelum dilakukan penyidikan, wajib pajak harus sudah dilakukan tindakan pengawasan dan pemeriksaan bukti permulaan.
Selama proses pemeriksaan bukti permulaan, wajib pajak diberi hak untuk melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sesuai pasal 8 (3) UU KUP dengan membayar pajak yang terutang beserta sanksi denda.
"Meski demikian, tersangka SEI tidak menggunakan hak tersebut sehingga penyidik Ditjen Pajak melanjutkan kasusnya ke proses penyidikan dan akhirnya harus masuk ke meja persidangan," pungkas Maha Agung.(eli)