Tanamkan Empati pada Gen Z, Penutupan MPLS Teknaska Kunjungi Anak Korban Penelantaran Orangtua

Kunjugan ini sekaligus menyiratkan pesan bagi peserta didiknya untuk menghindari seks bebas, serta fokus bejalar demi meraih masa depan yang cerah.

(Last Updated On: )
EMPATI-Kunjugan ke Yayasan Sayangi Bali, Kota Denpasar, menandai berakhirnya MPLS di Teknaska, Kamis (18/7/2012).

DENPASAR-fajarbali.com | Mengunjungi panti asuhan merupakan tradisi dalam penutupan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) di SMK Teknologi Nasional Denpasar atau dikenal dengan nama Teknaska. Tahun ini, kegiatan dipusatkan di Yayasan Sayangi Bali, Jalan Subak Dalem No. 5, Desa Peguyangan, Denpasar, Kamis (18/7/2024).

Rumah berlantai dua dengan cat putih itu menjadi saksi linangan air mata para guru dan peserta didik baru Teknaska. Mereka merasa menjadi manusia paling beruntung di dunia jika dibandingkan dengan anak-anak malang yang diasuh di rumah itu.

“Saya sedih [ternyata] selama ini kurang bersyukur. Kehadiran kami di tempat ini memberikan gambaran nyata bahwa masih banyak anak yang jauh lebih tragis nasibnya,” kata Komang Resmiadi, salah satu siswi Teknaska.

Saat ini Yayasan Sayangi Bali mengasuh enam anak, mulai dari usia di bawah satu tahun hingga 10 tahun. Mereka merupakan korban penelantaran oleh orangtuanya. Rata-rata lahir dari kehamilan di luar nikah dan hasil hubungan gelap.

Irayanti Friska, bersama delapan rekannya bertugas sebagai pengasuh di yayasan yang didirikan oleh Dewa Putu Wirata tersebut. Secara bergantian, pengasuh yang berlatar-belakang perawat dan bidan itu, berganti shift tiap 10 jam.

Irayanti mengaku ikhlas dan senang bekerja di sana. “Yang paling menyenangkan ketika saya bisa menyaksikan langsung tumbuh kembang anak-anak berjalan dengan baik. Sangat bahagia rasanya,” jelas Irayanti.

Anak-anak yang diasuh Irayanti cs, sebagian besar ditemukan di rumah sakit setelah ditinggal oleh ibu kandunganya pasca-melahirkan. Pihak berwajib kesulitan melacak orangtuanya karena menggunakan alamat ‘palsu’. Selain itu ada juga [bayi] yang ditemukan di tempat sampah kawasan Dalung, Badung.

Yang bikin hati teriris adalah Amel dan Bima. Keduanya menderita cacat fisik akibat upaya aborsi yang dilakukan orangtuanya saat mereka dalam kandungan. Dari ciri-ciri penyakit amel berupa patahan di beberapa bagian tulangnya, diduga ibunya berupaya menggugurkan dengan teknik pijat.

Sedangkan Bima menderita gangguan syaraf diduga efek dari obat-obatan penggugur kandungan yang dikonsumsi ibunya. “Bisa jadi karena si bayi lahir cacat, lalu dibuang,” katanya.

Sejak berdiri tahun 2012 lalu, yayasan ini telah mengasuh 75 bayi terlantar. Selain sisa enam anak, sisanya telah diadopsi oleh orang lain. Syarat adopsi-pun tidak mudah. Calon orangtua angkat harus melewati serangkaian tes, mulai dari kejiwaan, kesiapan keluarga, kondisi ekonomi, usia pernikahan minimal lima tahun dan sebagainya.

Selain itu ada juga tahapan ‘bounding’ atau pemantauan selama masa percobaan transisi tempat tinggal  dari yayasan ke rumah calon orangtua barunya.

“Biasanya anak-anak di atas usia satu tahun kan sudah kenal dengan lingkungan. Jika mereka tidak kerasan di rumah orangtua angkatnya, nangis terus, itu bisa dibatalkan adopsinya. Anak itu akan dikembalikan ke yayasan (panti),” jelasnya.

Sesuai instruksi pimpinan yayasan, pihaknya mempersilahkan siapa saja yang ingin berkunjung ke yayasan tersebut. Baik sekadar menyapa maupun berdonasi. Pengunjung juga diperkenankan berinteraksi dengan anak-anak asuh kecuali anak yang memerlukan pendampingan khusus.

Kepala Teknaska Dr. Ni Wayan Parwati Asih, S.Pd., M.Pd., menambahkan, kunjungan ke panti asuhan tidak hanya dilakukan tiap tahun, tetapi enam bulan sekali. Hal ini dirasa sangat penting untuk menanamkan rasa empati kepada Generasi (Gen) Z.

Selama ini, Gen Z khususnya siswa-siswi Teknaska hidupnya relatif sudah baik. Tinggal bersama keluarga lengkap, hidup berkecukupan, bisa sekolah. Sedangkan di panti asuhan mereka bisa membandingkan nasib bagaimana jika mereka di posisi anak-anak yang tidak punya orangtua kandung. “Itu juga yang membuat murid dan guru menangis haru,” jelas pemilik sapaan Agek.

Kunjugan ini sekaligus menyiratkan pesan bagi peserta didiknya untuk menghindari seks bebas, serta fokus bejalar demi meraih masa depan yang cerah. Ia pun memuji semangat anak-anak didiknya yang sangat antusias dilihat dari besaran donasi yang terkumpul. Selain menyerahkan uang tunai, Teknaska juga menyerahkan popok dan perlengkapan bayi lainnya.

Next Post

Tusuk Teman Sekamar Karena Pelit dan Malas, Diki Candra Dipenjara 4 Tahun

Kam Jul 18 , 2024
Terdakwa kerap merasa kesal karena korban tidak mau berbagi biaya untuk membeli lauk-pauk
IMG-20240716-WA0049_copy_800x489

Berita Lainnya