Bertepatan Hari Kebangkitan Nasional, punggawa teater Sekali Pentas tampil menggebu bak para pejuang yang sedang bangkit melawan penindasan. Semangat yang diperlihatkan para seniman muda itu membuat para penonton di Gedung Ksirarnawa Taman Budaya tercengang, kala menikmati bisikan suara lirih para pemain.
“Komunitas kami isinya anak-anak yang penuh semangat soal teater. Sehingga totalitas pun harus saya pegang untuk kesuksesan bersama,” tutur pembina teater Sekali Pentas, Heri Widianggara.
Tak ayal prinsip Heri membikin komunitas yang dibinanya mendapat apresiasi yang baik. Ia menyebut, garapan ini adalah taruhan yang mesti dituntaskan mati-matian. “Teater menurutnya adalah bagian kehidupan,” sebutnya tegas.
Mengangkat persoalan mitos bertajuk “Capung Hantu”, Heri merasa poin itu menjadi pilihan tepat baginya. Ia ingin menegaskan bahwa lewat teater, masyarakat dapat belajar tentang kebenaran mitos.
“Drama musikal ‘Capung Hantu’ ini sebenarnya restorasi dari cerita pendek karya Made Adnyana Ole,” ungkapnya seraya menjelaskan garapan mereka sengaja dibuat lebih panjang agar penonton dapat menyimak pesan yang disampaikan.
Bermula dari cerita pendek itulah, Heri hendak menyampaikan ke khalayak, bahwa mitos yang berkembang di masyarakat ada baiknya dipahami dengan logika. “Mitos itu ibarat suatu kesepakatan di tengah masyarakat. Jadi semua itu kembali pada kepercayaan masyarakat itu sendiri,” kritiknya.
Dirinya menambahkan, mitos sejatinya memiliki dampak positif dan negatif, yang mana sisi positif mitos adalah menghormati alam semesta beserta isinya. Sedangkan, sisi negatifnya, cara pandang masyarakat yang masih ‘kolot’, dapat menghalangi berkembangnya modernisasi di tengah masyarakat.
Teater Bangli Sampaikan Pedih Kehidupan
Tak kalah total, Teater Sastra Komala Bangli yang didukung Yayasan Pasraman Gurukula pun turut mendapat apresiasi dari khalayak. Garapan yang bertajuk “Kamareka” mengisahkan cerita cinta antara Kamareka, Ayu Bulan, dan Wong Dusun.
Nirguna, sang penulis naskah, ingin menyuarakan bahwa hidup dan kisah cinta itu adalah sesuatu yang menyakitkan. “Dalam hidup banyak hal yang tak terduga dan semua yang tercipta akan kembali pada sang pencipta itu sendiri,” tambahnya.
Garapan yang dimainkan anak-anak itu pun mengundang gelak tawa penonton dengan lawakan sederhananya. Bahkan penataan artistik yang elegan dan beragam, membuat penampilan anak-anak Sastra Komala Bangli makin sempurna. (eka)