Penggunaan Semen Geopolimer sebagai Pembentuk Beton, Lebih Ramah Lingkungan menuju “Green Construction”

IMG-20250104-WA0003
Dr. Ir. Ni Kadek Astariani, ST, MT, IPM, ASEAN.Eng, APEC.Eng.

GREEN construction atau konstruksi hijau adalah gerakan berkelanjutan yang bertujuan untuk menciptakan konstruksi yang ramah lingkungan, efisien, dan berbiaya rendah.

Konstruksi hijau mencakup berbagai praktik yang dilakukan untuk mengurangi dampak lingkungan dari proyek konstruksi

Salah satu upaya mewujudkan konstruksi hijau yakni mengurangi penggunaan semen Portland sebagai material pembentuk beton.

Sebab dalam produksinya memerlukan energi yang sangat besar karena terjadi pemanasan hingga temperatur 1400°C-1500°C (Ellis,2019).

Bahan-bahan pembentuk semen terdiri dari batu kapur (CaCO3), pasir silika/tanah liat (SiO2 dan Al2O3) dan oksida besi (Fe2O3).

Bahan-bahan mentah tersebut diproses melalui pemanasan dan kalsinasi hingga terjadi pelepasan gas karbondioksida (CO2) yang merupakan kontributor utama pada emisi gas rumah kaca di atmosfir.

Hasil produksi berupa butiran berbentuk kelereng berwarna kelabu dengan diameter sekitar 2 cm disebut dengan klinker semen Portland.

Produksi tiap ton klinker semen termasuk bahan bakarnya hampir setara dengan satu ton pelepasan gas CO2 ke atmosfir.

Pada tahun belakangan ini, jumlah produksi semen dunia tercatat 4,1 miliar ton per tahun (2023) yang berarti sekitar 4,1 miliar ton gas CO2 telah dilepaskan ke atmosfir setiap tahunnya (https://www.statista.com,2023).

Dengan hasil emisi gas CO2 yang cukup besar dan berdampak negatif terhadap lingkungan, tindakan mitigasi yang bisa dilakukan adalah dengan cara mengganti semen menggunakan perekat yang lebih ramah lingkungan yaitu salah satunya adalah perekat berbahan dasar geopolimer.

Perekat geopolimer merupakan perekat geosintetik yang menggunakan bahan yang tidak berasal dari semen. Istilah geopolimer diperkenalkan pertama kali oleh Davidovits pada tahun 1978 yang menemukan adanya ikatan polimerisasi antara aktivator alkalin dengan bahan utama berupa abu terbang dan abu sekam padi (Davidovits, 2008).

BACA JUGA:  Polisi Tiongkok Jemput Warganya yang Terlibat Cyber Fraud 

Geopolimer merupakan sintesa bahan-bahan alam melalui proses polimerisasi dimana bahan utama dalam pembuatan material geopolimer adalah bahan-bahan yang mengandung unsur silika dan aluminia.

Maka bahan pengganti yang bisa digunakan adalah geopolimer. Penggunaan geopolimer sebagai bahan pengganti semen telah banyak dilakukan sebelumnya.

Dalam pembuatan geopolimer, ada banyak faktor yang memengaruhi karakteristik geopolimer antara lain bahan mentah atau prekursor, temperatur kalsinasi/thermal treatment, ukuran partikel, larutan pengaktif/aktivator, dan proses perawatan.

Selain faktor-faktor tersebut, faktor konsentrasi molaritas larutan aktivator NaOH dapat juga mempengaruhi karakteristik perekat geopolimer (Venkata,et al 2013).

Penelitian tentang penggunanan abu terbang sebagai prekursor yang mengandung silika dan alumina lebih dari 50% diaktifkan dengan alkalin aktivator mampu menghasilkan kuat tekan melebihi semen konvensional.

Kandungan silika yang tinggi juga dimiliki abu sekam padi, limbah keramik/kaca, kaolin dan clay dapat menghasilkan perekat geopolimer dengan kuat tekan lebih dari 20 MPa.

Selain kuat tekan, parameter yang perlu diperhatikan pada perekat geopolimer adalah waktu ikat awal dan waktu ikat akhir. Penggunaan prekursor abu terbang dan ground granulated blast furnace slag (GGBS) dengan rasio yang semakin meningkat menghasilkan waktu ikat yang semakin lama.

Persentase optimum GGBS sebesar 40% dan abu terbang 60% memberikan hasil waktu ikat awal sekitar 5-58 menit, sedangkan waktu ikat akhir 65-105 menit (Sahana,2013).

Komposisi alkalin aktivator terhadap berat prekursor dapat pula mempengaruhi hasil waktu ikat perekat geopolimer.

Pengaruh peningkatan sodium silikat sebagai salah satu alkalin aktivator dapat menurunkan waktu ikat awal dan akhir pada geopolimer (Astariani et al, 2021).

Rasio water/solid (W/S) yang semakin meningkat dapat meningkatkan kuat tekan dan menurunkan waktu ikat perekat geopolimer.

BACA JUGA:  Salah Paham Bermain Remi, Tukang Ojek Tusuk Penjaga Money Changer

Peningkatan rasio Silika/Alumina (Si/Al) juga dapat meningkatkan kuat tekan dan menurunkan waktu ikat. Kandungan silika yang tinggi dalam perekat geopolimer dapat mempercepat reaksi geopolimerisasi.

Pada penelitian Banjarnahor (2020), dengan menggunakan prekursor fly ash dengan perbandingan NaOH dan Na2SiO3 yaitu 1:1,5 dan konsentrasi molaritas 4M dan 14M didapatkan hasil bahwa semakin kecil perbandingan molaritas aktivator menghasilkan waktu ikat yang makin cepat.

Sedangkan pada penelitian Astariani et al (2021), dengan menggunakan perbandingan NaOH dan Na2SiO3 yaitu 1:1 ; 1,5:1 ; 2:1 dan konsentrasi molaritas 14M didapatkan hasil bahwa semakin tinggi rasio P/A dan SS/SH memberikan waktu ikat awal dan waktu ikat akhir semakin pendek.

Pada penelitian ini telah dilakukan pengukuran waktu pengikatan awal dan akhir pada bahan pengikat geopolimer berbahan dasar serbuk batu pipih Umeanyar.

Bahan dasar pengikat ini diperoleh dari limbah industri pemecah batu di daerah Jembrana. Selama ini limbah batu pipih tersebut hanya dimanfaatkan sebagai bahan pengisi perkerasan jalan.

Untuk meningkatkan nilai ekonomis limbah tersebut, pada penelitian ini akan dibuat bahan pengikat geopolimer dengan aktivator yang terdiri dari natrium silikat (SS) dan natrium hidroksida (SH) dengan rasio aktivator yang bervariasi dan konsentrasi molaritas yang bervariasi.

Variasi aktivator (SS/SH) ada 3 yaitu 1:1; 1.5:1; dan 2:1, sedangkan variasi konsentrasi molaritasnya adalah 8M, 10M, 12M. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi molaritas dan rasio aktivator (SS/SH) yang digunakan, maka semakin cepat waktu ikat awal dan waktu ikat akhir yang terjadi pada perekat geopolimer.

Hal ini dibuktikan dengan waktu ikat awal dan akhir tercepat terjadi pada rasio aktivator 2:1 (12 M) yaitu 136 menit dan 243 menit.

BACA JUGA:  Komitmen Kuat Ketut Karyasa Dalam Percepatan Penurunan Stunting

Dengan hasil waktu ikat yang dihasilkan oleh perekat geopolimer ini dapat dijadikan rekomendasi bahwa material limbah batu pipih Umeanyar dapat dijadikan sebagai bahan pengganti semen, karena memiliki waktu ikat setara dengan waktu ikat semen, selain itu kekuatannya juga hampir sama dengan semen yaitu sekitar 25 MPa.

Beberapa penelitian tentang geopolimer telah banyak dilakukan penulis dan dipublikasikan di beberapa Jurnal Internasional terindeks Scopus (Q2- Q4) serta Jurnal Nasional terindeks Sinta.

Penulis: Dr. Ir. Ni Kadek Astariani, ST, MT, IPM, ASEAN.Eng, APEC.Eng. (Dosen Teknik Sipil Universitas Ngurah Rai, Tim Ahli Bangunan Hijau, Tim Ahli Bidang Struktur Dinas PUPR di Kabupaten/Kota Denpasar, Badung, Karangasem, Jembrana serta Sekretaris Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Wilayah Bali.***

Scroll to Top