https://www.traditionrolex.com/27 Pengacara Ipung Propamkan Penyidik RPK Polda Bali - FAJAR BALI
 

Pengacara Ipung Propamkan Penyidik RPK Polda Bali

(Last Updated On: 07/04/2021)

DENPASAR -fajarbali.com |Kasus rebutan hak asuh anak antara Kadek Agus D dan Ayu PD berbuntut panjang. Siti Sapurah SH selaku pengacara Ayu PD, mempropamkan penyidik Ruang Pelayanan Khusus (RPK) Polda Bali ke Propam Polda Bali, pada Senin (5/4/2021) lalu. Mereka yang dilaporkan yakni 3 penyidik berinisial Y, M dan S serta Kasubdit IV RPK Polda Bali berinisial S. 

Siti Sapurah yang akrab dipanggil Ipung itu mengatakan keempatnya dipropamkan karena penyidik RPK Polda Bali dinilai tidak paham soal hukum apalagi tentang hukum peradilan anak. Sementara dari pendapat saksi ahli Profesor Windia mengatakan jelas bagaimana status hukum perkawinan secara adat dan bagaimana status anak dilahirkan dalam posisi perkawinan adat. 

“Pendapat saksi ahli Profesor Windia sudah jelas dan ini kami sudah lampirkan surat kepada Kasubdit RPK (berinisial S) supaya menjadi atensi dan kami berikan masukan supaya dalam menjalankan proses hukum klien kami sesuai Pasal 330 KUHP tentang perebutan atas hak anak dibawah umur 0 sampai 12 tahun dari orang yang bukan haknya untuk dikuasai. Itu ancamannya 9 tahun,” ungkap Ipung di Denpasar, Rabu (7/4/2021).  

Ipung mengatakan mengapa pihaknya meminta penyidik menerapkan Pasal 330 KUHP ? Karena disitu jelas yang meminta dan memaksa hak anak itu adalah bapak dari Kadek Agus D atau mertuanya Ayu DP. “Jadi, secara hukum, ibu atau bapak dan kakek atau nenek tidak punya hak apa apa disini. Yang berhak adalah ibu kandungnya,” ujarnya. 

Namun meski sudah memberikan masukan, penyidik RPK Polda Bali tidak memberikan respon positif. Bahkan, kliennya sempat dipanggil dan diberikan opsi pertanyaan yang tidak sejalan dengan prosedur hukum. 

“Klien kami dipanggil, alasannya untuk meminta opsi yang sangat luar biasa yang kami tidak bisa terima. Mbak ayu (klien) mau gak rujuk dulu sama suami, menikah baik baik secara hukum yang sah, mengurus surat perkawinan, setelah itu mengurus akte kelahiran anak, dan lakukan gugatan perdata ke pengadilan menggugat cerai dan hak asuh anak,” tutur Ipung. 

Bayangkan, kata Ipung lagi, penyidik RPK Polda Bali seorang perwira yang semestinya tahu hukum malah memberikan opsi yang sangat tidak masuk akal. “Opsi yang ditawarkan bukan menyelesaikan masalah tapi memperpanjang masalah, itu menurut saya,” kata Ipung.  

Karena itulah, pihak Ipung akhirnya menyurati Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga dan mendapat dukungan. “Bu Menteri ini orang Bali dan kami dulu sama sama berjuang sebagai aktivis anak. Sebelum jadi Menteri saya sudah kenal dari dulu beliau,” ungkapnya. 

Ipung merasa bersyukur, surat rekomendasi dari Menteri Bintang Puspayoga menyebutkan bahwa jika dalam peristiwa apapun bila yang menjadi korban adalah seorang anak apalagi bayi, maka semua peristiwa itu harus dihentikan. “Dalam artian abaikan dulu para pihak yang dewasa ini. Pisahkan dulu mereka dan selamatkan dulu bayi ini. Demi pemenuhan hak-hak anak disini,” tegasnya.   

Hanya saja, persoalan ini tidak dilaksanakan penyidik RPK Polda Bali. Penyidik seharusnya menyelamatkan si bayi yang masih dibawah umur, bukan berjibaku mencari siapa yang benar dan siapa yang salah. 

“Maaf dengan rasa tidak hormat, penyidik RPK Polda tidak mumpuni soal ilmu hukum, tidak tahu hak hak anak, tidak tahu tentang UU Perlindungan Anak, Tidak Tahu UU Kesehatan dan Hukum Perkawinan. Semestinya belajar dulu,” sindir Ipung. 

Sekarang ini tambah Ipung pihaknya sudah punya 3 surat sakti dari kementerian PPPA, Profesor Windia dan saksi dosen dari UNHI yakni dokter Bunga yang mengatakan dengan jelas bahwa jika perkawinan secara adat maka anak yang dilahirkan secara adat yang punya hukum perdata dengan ibu kandungnya. 

“Artinya apa, legowo dong memberikan anak ini kepada yang berhak. Itu tidak dilakukan penyidik RPK Polda Bali. Saya berpikir apakah tidak salah ini Kapolda Bali menaruh seseorang di RPK Polda Bali yang tidak tahu Undang Undang ? 

Tolonglah membuka hati, membuka pikiran, membuka wawasan, belajar lebih banyak dan menerima apa yang diberikan kepada orang yang menjadi ahli disini seperti Profesor Windia, Dokter bunga dan Bu Menteri,” pintanya.  

Nah, berdasarkan 3 surat yang dimiliki Ipung, pihaknya melaporkan 4 penyidik RPK Polda Bali ke Propam Polda Bali, Senin (5/4/2021). Pelaporan ini dilakukan agar keempatnya diperiksa karena ada sesuatu yang aneh dan kenapa anak yang menjadi korban perseteruan orang dewasa tidak diselamatkan. 

“Siapa yang punya kewenangan bisa mengamankan anak ini adalah penyidik Polisi. Polisi yang berhak mengamankan anak dan memberikan kepada yang berhak. Seandainya ada pemikiran yang lain bahwa ibunya tidak punya hak harusnya penyidik Polisi mengamankan anak ini ditaruh dulu di yayasan selamatkan dulu anak ini. Tapi ini tidak dilakukan. Sehingga kami laporkan ke Propam Polda Bali,” tegasnya. 

Sebelumnya diberitakan, Ayu PD mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan suaminya Kadek Agus D. Tidak hanya KDRT, Ayu PD tidak diperbolehkan bertemu dengan anaknya berusia 7 Bulan, sejak beberapa bulan lalu. 

Kejadian itu terjadi pada Oktober 2019 lalu dimana Ayu PD memutuskan menikah dengan Kadek Agus D. Pernikahan itu dilakukan secara adat Bali karena keduanya bertarbelakang agama berbeda. Dimana Ayu beragama Budha, sedangkan Kadek Agus D beragama Hindu. Pada Oktober 2020 Ayu PD memutuskan kabur dari rumah suaminya di Jalan Ahmad Yani karena tidak tahan kerap dipukuli. 

Ia pun meninggalkan bayinya berusia 7 bulan dan pulang ke rumahnya di Lukluk Badung. Kasus ini sebelumnya dilaporkan ke Polresta Denpasar dan kemudian diteruskan ke RPK Polda Bali. 

Sementara itu Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Syamsi yang dihubungi via Whatsapp tadi malam belum memberikan respon terkait laporan pengacara Ipung. (Hen)

 Save as PDF

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Next Post

Walau Sudah Vaksinasi, Prokes Jangan Sampai Kendor

Rab Apr 7 , 2021
Dibaca: 13 (Last Updated On: 07/04/2021)Denpasar-fajarbali.com | Munculnya kasus terpaparnya virus setelah menerima vaksinasi Covid-19 patut dijadikan pembelajaran bagi semua pihak. Mereka yang sudah divaksinasi bukan jaminan bebas atau kebal dari Covid-19. Pasalnya, setelah menerima vaksinasi pertama dan kedua, prokes 3M yakni memakai masker, mencuci tangan dan menghindari kerumunan tetap wajib dijalankan […]

Berita Lainnya