Keluarga Basir, Korban Penganiayaan 10 Oknum Anggota TNI Minta Pelaku Dihukum Berat dan Dipecat

20251008_160610_copy_1024x650
I Gede Kamar Yadnya dan I Ketut Juniarti saat memberi kesaksian di Pengadilan Militer III-14 Denpasar.Foto/eli

DENPASAR-fajarbali.com|Sidang kasus penganiayaan yang menewaskan Komang Juliartawan alias Basir (31) asal Desa Sepang, Kecamatan Busungbiu, Buleleng dengan terdakwa 10 anggota TNI aktif dari Yonif Raider 900/SBW, Rabu (8/10/2025) kembali digelar di Pengadilan Militer III-14 Denpasar.

Diketahui, 10 orang terdakwa tersebut adalah Kadek Susila Yasa (terdakwa 1), I Putu Agus Herry Artha Wiguna (terdakwa 2), Kadek Harry Artha Winangun (terdakwa 3), Martinus Moto Maran (terdakwa 4), Yulius Katto Ate (terdakwa 5), Komang Gunadi Buda Gotama (terdakwa 6), Franklyn Sandro Iyu (terdakwa 7), Devi Angki Agustino Kapitan (terdakwa 8), Muhardan Mahendra Putra (terdakwa 9) dan I Gusti Bagus Keraton Arogya (terdakwa 10).

Sidang yang dipimpin Hakim Letkol Chk IGM Suryawan didampingi Kapten Kum Hendra Arihta, dan Kapten Chk (K) Dianing Lusia Sukma masing-masing sebagai hakim anggota masuk pada agenda pemeriksaan saksi.

Setidaknya ada 6 orang saksi yang dihadirkan oleh Oditur Militer, Letkol Chk I Dewa Putu Martin untuk memberikan keterangan. Dari 6 saksi itu ada dua orang yang merupakan kakak dan adik korban, ada pula kedua orang tua terdakwa II dan terdakwa III dan ada satu anggota TNI yang merupakan senior dari terdakwa I.

Dua orang saksi yaitu I Gede Kamar Yadnya (kakak korban) dan I Ketut Juniarti (adik korban) diberi kesempatan untuk nemberikan keterangan lebih awal. Saat memberikan keterangan, kedua kakak beradik itu sepakat meminta agar para terdakwa dihukum setimpal dan pecat dari anggota TNI.

"Saya mohon keadilan, meminta dengan sangat agar para terdakwa diberi hukuman yang berat dan dipecat dari anggota TNI," ujar saksi Ketut Juniarti. Meski begitu, kakak beradik ini mengakui jika perbuatan korban memang salah secara hukum karena diduga menggelapkan sepeda motor milik orang tua terdakwa II dan III.

Meski begiru, tidak seharusnya korban disiksa hingga meninggal. "Sebelum kejadian, saya sudah menyarankan kepada orang tua terdakwa II dan III untuk melaporkan saja korban ke polisi, tapi mereka tidak mau," ujar saksi Juniarti.

BACA JUGA:  Jaksa Tak Ajukan Banding, Wanita Korban Pengeroyokan Tidak Terima, Ancam Lapor ke Pengawasan

Selain itu, ujar saksi Juniarti, ibu terdakwa II dan III sempat meminta uang Rp 15 juta dan akan menyerahkan BPKB ke saksi sebagai pengganti motor yang dibawa oleh korban yang belakangan diketahui digadaikan di daerah Pupuan, Tabanan.

"Waktu diminta uang Rp 15 juta itu, saya bukan tidak menyanggupinya, saya sanggup tapi saya meminta waktu satu bulan," ungkap Juniarti. Singkat cerita, ada informasi dari salah satu terdakwa yang menyatakan sudah menemukan sepeda motor yang dibawa oleh korban.

"Saat itu dihubungi, entah oleh terdakwa II atau III bahwa motor sudah ketemu dan digadaikan di Pupuan. Saat itu saya diminta untuk menebus motor itu senilai Rp 2.200.000," terang saksi. Setelah itu saksi melalui pacarnya mengirimkan uang yang diminta oleh salah satu terdakwa.

Saksi juga mengatakan, sebelum motor ditemukan, saksi bersama orang tuanya sudah sempat menemui keluarga terdakwa II dan III untuk meminta maaf atas perbuatan korban. Saksi mengaku jika sebelumnya tidak mengetahui jika kakaknya meninggal karena disiksa oleh para terdakwa.

Sementara saksi I Gede Kamar Yadnya yang merupakan kakak korban menerangkan jika dia awalnya juga tidak tau jika adiknya meninggal karena dianiaya oleh para terdakwa. Dia awalnya mendapat kabar jika korban ada di RSUD Buleleng dan sudah meninggal dunia.

"Sampai di rumah sakit saya oleh dokter tidak dikasih lihat jenazah adik saya," ujarnya. Dia mengaku baru melihat jenasah adiknya saat dibawa ke rumah. "Saya lihat badanya hancur, dari kepala keluar darah, nadanya luka seperti orang habis disiksa," ungkapmya.

Saksi juga menuturkan, jika terdakwa II dan III sebenarnya adalah cucu dari saksi. Meski tidak memaafkan perbuatan para terdakwa, tapi kedua saksi mengaku tidak menyimpan dendam kepada para pelaku. Saksi hanya meminta agar para pelaku dihukum berat dan dipecat dari anggota TNI.

BACA JUGA:  Serobot Penumpang, Tak Terima Ditegur, Korban Malah Dihajar

Saat ditanya hakim apakah ada keluarga dari para terdakwa menemui saksi dan keluarga lainya untuk minta maaf, kedua kakak beradik ini mengaku tidak pernah melihat, apalagi saksi Juniarti yang memang selama ini tinggal di Denpasar.

Diberitakan sebelumnya, Aksi para terdakwa ini disebut Oditur dilakukan bersama-sama dan terencana. Dimana kejadian berlangsung pada Minggu (23/3/2025) pukul 23.15 Wita berawal saat dua orang saksi menemukan keberadaan korban di Denpasar.

Saksi lalu menghubungi terdakwa, Kadek Susila dan Putu Agus untuk bertemu dengan korban di depan GOR Lila Bhuana, Jalan Melati, Denpasar Utara. Dilokasi, Kadek Susila menampar wajah Basir tiga kali, lalu Putu Agus juga ikut dengan empat kali tamparan dan satu tendangan lalu menyeret korban ke dalam mobil Nissan Grand Livina DK 1724 LCD warna silver.

Di dalam mobil, ada dua terdakwa, satu saksi sebagai supir dan korban untuk melaju dari Denpasar menuju ke Singaraja. Mereka sempat berhenti di kawasan Gitgit, Buleleng tak lama melanjutkan ke asrama di Jalan Sudirman, Desa Banyuasri, Buleleng pukul 00.30 Wita.

Nah, di asrama ini korban Basir diduga mengalami penyiksaan dengan cara dipukul, dengan selang, tangan kosong bahkan ditendang oleh para terdakwa. Pada saat dianiaya, korban sempat berteriak kesakitan, namun tidak ada yang menghentikan penganiayaan tersebut.

Di lokasi bahkan ada beberapa saksi yang menyaksikan lalu memilih keluar karena takut. Saksi 14 (total saksi ada 16) lalu diminta Putu Agus mengambil selang lainnya, dan yang diambil yakni selang kompresor warna merah untuk kemudian diarahkan ke punggung korban sebanyak lima kali.

Basir yang kesakitan lalu diseret ke toilet untuk membasahi badan dengan air oleh Putu Agus. Di toilet, Kadek Harry memukul dengan tangan mengepal sebanyak lima kali di wajah, dada dan perut lalu menendang pinggang korban dua kali. Akibatnya, korban tersungkur di lantai dapur dengan kondisi menahan sakit. Tak selesai disana, Basir kembali mendapatkan pukulan, Kadek Harry bahkan menendang dada korban.

BACA JUGA:  Tusuk Nelayan, Residivis Kasus Pencurian Dituntut 2,5 Tahun Penjara 

Kadek Susila mendekat lalu memukul wajah Basir hingga hidung berdarah. Ia jug bahkan mengambil selang kompresor dan mengarah ke punggung korban sebanyak empat kali. Penyiksaan juga dilakukan terdakwa satu dan dua berulang kali.

Pukul 04.00 wita, terdakwa empat datang dan melihat korban jongkok lemas dan berdarah. Saat bertanya, terdakwa satu menjawab jika korban yang mencuri motor terdakwa dua. "Sudah pukul saja, saya yang bertanggung jawab," kata Oditur Militer Letkol Chk I Dewa Putu Martin membacakan dakwaan.

Terdakwa empat lalu menginterogasi, karena kesal ia ikut melakukan penganiayaan dengan tali skipping dan memukul tangan Basir dua kali setelahnya meninggalkan lokasi. Oditur menyebut setelah serangkaian penyiksaan, para terdakwa ada yang kembali ke tempat masing-masing. Terdakwa tiga sempat mendekati korban yang mengaku kesakitan, selanjutnya ia pamit karena ada acara, nantinya jika kembali lagi ia akan membelikan makanan.

Sedangkan terdakwa lain bersama sejumlah saksi memilih beristirahat di asrama begitu juga korban. Terdakwa tujuh juga datang ke lokasi penyiksaan dan berkoordinasi dengan terdakwa dua pukul 07.00 Wita. Terdakwa dua lalu datang memeriksa korban yang berbaring di ruang tamu dengan alas kasur spon.

Saat dipanggil-panggil, korban tidak merespon ia lantas menghubungi terdakwa dua dan tiga. Terdakwa tiga sempat mengecek nadi korban, dan menduga jika korban meninggal dunia.

Mengetahui itu, terdakwa dua membangunkan terdakwa lima dan tak lama terdakwa satu datang. Terdakwa dua dan tujuh mengangkat Basir ke dalam mobil Grand Livina pukul 07.30 wita untuk ke RSUD Buleleng. Saksi dokter lalu memeriksa dan hasilnya korban dinyatakan meninggal dunia, para terdakwa panik mendengar hal itu.W-007

Scroll to Top