ASPIMTEL Desak Badung Hentikan Monopoli Bali Tower, Sinyal Buruk Ancam Citra Destinasi Internasional

u7-2025-12-13-at-21.36.09
ASPIMTEL desak Badung hentikan monopoli Bali Tower, dampak pembongkaran menara ancam citra pariwisata.

MANGUPURA-fajarbali.com | Asosiasi Pengembang Infrastruktur & Menara Telekomunikasi (ASPIMTEL) secara tegas mendesak Pemerintah Kabupaten Badung untuk segera mengakhiri praktik monopoli bisnis sewa menara dan fiber optik yang dilakukan bersama PT Bali Tower Tbk (BALI). Praktik yang terikat kontrak hingga tahun 2027 ini dinilai tidak sejalan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat dan dikhawatirkan mencoreng citra Badung sebagai destinasi wisata internasional terkemuka. ASPIMTEL menekankan bahwa kawasan pariwisata utama seharusnya didukung oleh infrastruktur jaringan telekomunikasi yang prima dan kompetitif.

Penguasaan pembangunan dan pemanfaatan menara secara tunggal oleh satu pihak menciptakan situasi di mana operator telekomunikasi tidak memiliki alternatif kerja sama. Situasi ini, menurut ASPIMTEL, berimplikasi langsung pada terhambatnya investasi, menurunnya kualitas layanan, serta berkurangnya kehandalan infrastruktur telekomunikasi di salah satu wilayah wisata paling terkenal di Indonesia ini. Kehadiran lebih dari satu penyedia menara sangat krusial untuk memastikan adanya kompetisi harga dan peningkatan mutu layanan secara berkelanjutan.

Dampak nyata dari praktik ini telah dirasakan langsung oleh pelaku industri. Manager OM & Deployment Balinusra PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) atau Mitratel, Andi Baspian Yasma, mengungkapkan bahwa sebanyak 42 menara telekomunikasi milik Mitratel di wilayah Badung telah dibongkar oleh Pemkab Badung. “Pembongkaran masif ini tidak hanya merugikan penyedia menara, tetapi juga berdampak pada 54 tenant dari operator seluler besar, seperti Telkomsel, XL, dan Indosat,” ujarnya.

Andi Baspian Yasma menjelaskan lebih lanjut bahwa pembongkaran menara-menara tersebut berakibat langsung pada cakupan dan kualitas jaringan di area terdampak. "Sekarang operator telko seperti Telkomsel, XL, dan Indosat menjadi terganggu dengan pembongkaran tersebut. Di beberapa lokasi, kualitas sinyal dilaporkan buruk, sementara kerja sama hanya tersedia dengan satu pihak dan tidak ada alternatif lain yang menyulitkan operator telko meningkatkan kualitas jaringannya," ujarnya, menyoroti kesulitan operator dalam memperbaiki blank spot atau area dengan sinyal lemah.

BACA JUGA:  Kajari Badung Ambil Sumpah Jabatan Fajar Said, Gantikan Ngurah Arya Surya Diatmika

Keluhan serupa disampaikan oleh Regional Manager Balinusra PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG), Anandayu Ega Hardianto. Ia menegaskan bahwa kontrak antara Bali Tower dan Pemerintah Kabupaten Badung secara efektif menghalangi pelaku usaha infrastruktur telekomunikasi lain untuk berinvestasi dan berbisnis secara normal di wilayah tersebut. Ega menyebut kontrak eksklusif ini sebagai "hambatan investasi" yang signifikan.

TBIG sendiri telah menjadi korban dari kebijakan penertiban ini, dengan dua titik menara yang dibongkar di kawasan Batu Bolong dan Nusa Dua pada tahun ini, di samping sejumlah lokasi lain dalam beberapa tahun terakhir. Ega juga menjelaskan bahwa TBIG sempat memiliki Nota Kesepahaman (MoU) dengan Pemda Badung untuk program smart city yang berakhir pada 2022. Setelah MoU tersebut berakhir, pemerintah daerah menggunakan alasan ketiadaan dasar hukum kerja sama untuk melakukan penertiban dan pembongkaran.

Kualitas sinyal yang memburuk di Badung terkonfirmasi oleh hasil pengujian lapangan menggunakan alat G-Nextrack Lite. Data menunjukkan bahwa kekuatan sinyal Telkomsel dan Indosat berada di kisaran 101 dB, jauh di atas batas minimal kondisi normal yang seharusnya berkisar antara 0-90 dB. Bahkan, sinyal XL tercatat 101dB dan Indosat mencapai 106 dB. Ironisnya, beberapa titik di Badung kini tercatat memiliki kekuatan sinyal paling rendah dibandingkan kabupaten lain di sekitarnya.

Beberapa lokasi wisata dan permukiman utama Badung yang kini menderita kualitas sinyal rendah mencakup kawasan Jalan Raya Smart, Desa Canggu, yang padat vila dan pusat hiburan; Jalan Panganyutan, Desa Buduk, dengan kekuatan sinyal XL minus 98 dB, Indosat 97 dB, dan Telkomsel -105 dB; serta Jalan Raya Sibang Kaja, Abiansemal, yang mencatat kekuatan sinyal XL 104 dB dan Telkomsel 100 dB. Data ini menunjukkan layanan telekomunikasi yang tidak memadai di area vital.

BACA JUGA:  KemenPAN RB Apresiasi Akuntabilitas Kinerja Badung

ASPIMTEL memberikan peringatan keras. Mereka meyakini bahwa tanpa adanya perbaikan tata kelola yang substansial dan pembukaan akses untuk persaingan yang sehat, keterbatasan infrastruktur telekomunikasi ini berpotensi besar menghambat kualitas layanan dan merusak pengalaman wisatawan. Hal ini pada akhirnya akan merusak citra Badung sebagai salah satu kawasan pariwisata internasional utama yang seharusnya menawarkan konektivitas tanpa cela. (M-001)

BERITA TERKINI

TERPOPULER

Scroll to Top