DENPASAR-Fajarbali.com|Pengacara kondang, kelahiran Duren Sawit, Jakarta, Dr Togar Situmorang (59) akhirnya, Kamis (13/11/2025) didudukan di kursi pesakitan Pengadilan Denpasar untuk diadili karena diduga menipu kliennya hingga miliaran rupiah.
Dalam sidang agenda dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) akhirnya terungkap bahwa, terdakwa Togar menipu kliennya, Fanni Lauren Christie dengan cara cara yang tidak sepantasnya dilakukan oleh pengacara.
Dalam dakwaan disebutkan, terdakwa Togar meminta uang kepada korban untuk beberapa "pekerjaan". Pertama dia minta uang untuk untuk menterjemahkan warga negara italia bernama Luca Simioni yang dilaporkannya di Mabes Polri.
Selain itu Togar juga meminta yang kepada korban yang karyanya akan diberikan kepada pegawai Imigrasi agar Luca Simioni dideportasi. Kemudian yang ketiga, terdakwa meminta uang kepada korban agar polres Badung mengeluarkan SP3 atas perkara korban.
Dihadapan majelis hakim pimpinan Sayuti, JPI Isa Ulinnuha menilai, Togar memanfaatkan posisi dan reputasinya sebagai pengacara untuk menipu kliennya, Fanni Lauren Christie, yang kala itu tengah berhadapan dengan warga negara Italia, Luca Simioni, dalam sengketa properti Double View Mansions di Pererenan, Badung.
Jaksa mengungkapkan, kasus ini bermula sekitar Mei 2021, ketika Fanni digugat oleh Luca atas tuduhan perbuatan melawan hukum dalam kerja sama pembangunan hotel. Selain menghadapi gugatan, Fanni juga dilaporkan ke Kantor Pajak Badung.
"Setelah proses panjang, Mahkamah Agung mengeluarkan putusan kasasi pada Agustus 2022 yang mewajibkan Fanni membayar pajak proyek tersebut," terang jaksa.
Dalam situasi itu, Fanni diperkenalkan kepada Togar Situmorang melalui rekan ayahnya, Agus Setyo Budiman, untuk mendapatkan bantuan hukum. Pertemuan pertama berlangsung di kantor Togar di Jalan Gatot Subroto Timur, Denpasar, pada 7 Agustus 2022, disusul pertemuan lanjutan empat hari kemudian.
Dalam pertemuan kedua, terdakwa menawarkan jasa hukum dengan tarif Rp 550 juta, yang disebut mencakup seluruh proses pendampingan hukum. Fanni akhirnya menyetujui dan menyerahkan uang muka Rp 300 juta secara tunai.
"Sisa pembayaran dilakukan melalui transfer ke rekening atas nama Ellen Mulyawati, yang menurut jaksa merupakan orang dekat terdakwa," paparnya.
Namun, setelah menerima pembayaran, terdakwa diduga memanfaatkan kepercayaan kliennya dengan menjanjikan hal-hal yang tidak masuk akal secara hukum. Ia meyakinkan Fanni bahwa untuk menjadikan Luca Simioni sebagai tersangka di Bareskrim Polri, diperlukan dana tambahan sebesar Rp 1 miliar yang disebutnya untuk 'menggerakkan' pihak berwenang di Mabes Polri.
Jaksa menuturkan, percakapan antara keduanya terjadi pada 26 Agustus 2022 di sebuah rumah makan di kawasan Melawai, Jakarta, setelah keduanya bersama tim hukum Fanni membuat laporan polisi terhadap Luca Simioni di Bareskrim Polri.
“Untuk menjadikan Luca sebagai tersangka, ada biaya yang harus disiapkan, sekitar Rp 1 miliar,” kata jaksa mengutip ucapan terdakwa kepada korban. Saat Fanni menanyakan jaminan, Togar menjawab, “Garansinya pasti dia jadi tersangka, bahkan bisa dideportasi. Saya nanti kabari soal Imigrasi begitu sampai Bali.”
Padahal, menurut jaksa, penetapan tersangka sepenuhnya merupakan kewenangan penyidik dan tidak memerlukan biaya sebagaimana dikatakan terdakwa. Ucapan tersebut dinilai sebagai rangkaian kebohongan yang menyesatkan korban.
Terpengaruh bujuk rayu itu, Fanni pun mentransfer dana bertahap hingga total Rp 910 juta ke rekening yang sama atas nama Ellen Mulyawati. Uang tersebut, menurut jaksa, digunakan untuk kepentingan pribadi terdakwa, bukan untuk penanganan perkara.
Tidak berhenti di situ, jaksa juga mengungkapkan bahwa Togar kembali menipu korban dengan mengaku memiliki hubungan keluarga dengan pejabat imigrasi, yakni pejabat Kantor Wilayah Kemenkumham Bali, yang disebutnya mampu membantu proses deportasi terhadap Luca Simioni. Ia meminta tambahan dana Rp 500 juta agar deportasi bisa segera diproses.
Fanni kembali percaya dan melakukan dua kali transfer masing-masing Rp 250 juta. Namun, setelah ditelusuri, pejabat yang disebutkan terdakwa ternyata tidak memiliki hubungan keluarga maupun kesepakatan apa pun dengan terdakwa.
Kebohongan lain terungkap ketika pada 26 Januari 2023, terdakwa mengirim pesan WhatsApp kepada korban dalam bahasa Inggris “Kapolres Badung have final agree and instruction to him make gelar and close this case,” yang berarti Kapolres Badung sudah menyetujui dan menginstruksikan untuk menggelar perkara dan menghentikan kasus ini.
Pesan itu kemudian diikuti permintaan uang sebesar Rp 200 juta untuk penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). "Fanni kembali menuruti permintaan itu dan mentransfer uang dari rekening Bank OCBC NISP milik Valerio Tocci ke rekening BCA atas nama Ellen Mulyawati," sebut jaksa.
Padahal, menurut jaksa, tidak ada permintaan uang dari Kapolres Badung maupun penyidik, dan penerbitan SP3 tidak memerlukan biaya seperti yang dikatakan terdakwa.
Dengan demikian, total dana yang berpindah tangan dari korban ke terdakwa mencapai Rp 2,16 miliar. Semua transaksi dilakukan atas dasar janji palsu dan rangkaian kebohongan yang dibangun oleh terdakwa agar korban mau menyerahkan uang.
“Perbuatan terdakwa dilakukan dengan menggunakan tipu muslihat dan rangkaian kebohongan yang menyesatkan korban untuk menyerahkan uang,” tandas jaksa
Atas perbuatannya, Togar Situmorang didakwa melanggar Pasal 378 KUHP tentang penipuan, dengan ancaman pidana minimal 4 bulan dan maksimal 4 tahun penjara, atau Pasal 372 KUHP tentang penggelapan.
Dalam persidangan, majelis hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa untuk menyampaikan tanggapan atas dakwaan pada sidang berikutnya.
Sementara itu, tim penasihat hukum Togar Situmorang menyatakan akan mengajukan eksepsi atau keberatan atas dakwaan jaksa. Ditemui usai sidang tim penasehat hukum terdakwa belum mau memberikan komentarnya, kata mereka, tanggapan akan diberikan pekan depan setelah nota keberatan dibacakan pada sidang selanjutnya.W-007









