Ahli Sebut, Perkara Mantan Dirut BPR KS Bali Agung Sedana Ne Bis In Idem

IMG_20240909_014229_copy_800x526
Prof.Dr. Gde Made Swardhana,Sh., MH.,yang dihadirkan oleh pihak terdakwa saat bersaksi di Pengadilan Negeri Denpasar.Foto/ist

Loading

Prof.Dr. Gde Made Swardhana,Sh., MH.,yang dihadirkan oleh pihak terdakwa saat bersaksi di Pengadilan Negeri Denpasar.Foto/ist

DENPASAR-Fajarbali.com|Sidang kasus dugaan kejahatan perbankan dengan terdakwa Mantan Pemegang Saham Pengendali (PSP) sekaligus Direktur Utama PT. BPR KS Bali Agung Sedana (BPR KS), Nyoman Supariyani tidak lama lagi memasuki agenda pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Nah, sebelum masuk pada tahap tuntutan, Teddy Raharjo kuasa hukum Supariyani mengungkap sejumlah fakta aneh yang terjadi selama persidangan dengan agenda pembuktian. Salah satunya terkait saksi ahli yang dihadirkannya dalam sidang. Dari sini, Teddy mengungkap ada dugaan kejanggalan.

Menurut Teddy Raharjo, saksi ahli atas Prof.Dr. Gde Made Swardhana,Sh., MH.,yang dihadirkan oleh pihak terdakwa, sebenarnya pernah diminta untuk menjadi ahli pada saat perkara yang membelit kliennya itu masih ditingkat penyidikan.

"Ahli yang kami hadirkan dalam sidang ternyata sempat juga minta menjadi ahli dalam perkara ini saat kasus masih ditingkat penyidikan, tapi keterangan keterangan tidak digunakan dan diganti dengan ahli lain dari Lampung," ujar Teddy Raharjo.

Menurut Teddy, saat Made Swardhana diminta menjadi ahli oleh penyidik, terungkap fakta bahwa saat itu ahli menyebutkan jika kasus Nyoman Supariyani Ne bis in idem.

"Ne bis in idem itu asas hukum yang menyatakan bahwa suatu perkara yang telah diputus oleh pengadilan dan berkekuatan hukum tetap tidak dapat diperiksa kembali untuk kedua kalinya," jelasnya.

Kenapa bisa disebut Ne bis in idem, karena menurut ahli, pernah ada suatu peristiwa hukum yang sama terjadi di waktu dan tempat yang sama.

"Jadi bisa saya simpulkan disini, yang dimaksud oleh ahli ini adalah sudah pernah peristiwa hukum yang sama diwaktu dan tempat yang sama yang dilakukan oleh terdakwa, dan terdakwa sudah menjalani hukuman atas perkara yang pertama," jelas Teddy Raharjo.

BACA JUGA:  Tuntas Melalui Jalur Damai, Pemohon Cabut Gugatan Praperadilan

Karena ahli mengatakan kasus ini Ne bis in idem, penyidik lalu mengganti ahli lain yang didatangkan dari Lampung. Parahnya lagi, ahli dari Lampung ini kata Teddy Tidak bisa hadir dipersidangan sehingga keterangan hanya dibacakan oleh jaksa.

"Saya kebaratan keterangan ahli dibacakan.Kenapa, karena disana hanya tertuang ahli menandatangani berita acara sumpah, bukan bersumpah,"lanjutnya. Kemudian soal adanya dugaan keterangan berbohong dari saksi yang saat ini tengah dilaporkan ke polisi.

"Mengenai adanya dugaan kebohongannya dari saksi, ini akan menjadi masalah baru. Bagaimana nanti hakim memutus perkara dengan mempertimbangkan keterangan dari saksi Y dan saksi DG andai memang benar berbohong, ini bahaya sekali. Makanya hakim harus hati-hati dalam memutus perkara klien saja ini,' tutup Teddy Raharjo.

Sebelumnya, Teddy sebagaimana dalam eksepsinya atau nota keberatan atas dakwaan jaksa juga telah mengulas soal Ne bis in idem. Karena saat ini terdakwa kembali didakwakan dengan perbuatan yang sama dengan apa yang pidananya sudah pernah dijalani terdakwa.

Dari dakwan ke satu dan ataupun dakwaan ke dua jaksa, menurut Teddy adalah pengulangan peristiwa pidana sebagaimana putusan Pengadilan nomor : 509/Pid.Sus/2018/PN.Dps tanggal 04 Oktober 2018. Dengan demikian sebut Teddy berlaku ketentuan pasal pasal 76 KUHAP “tentang hapusnya kewenangan menuntut dan menjalani pidana.

Dimana ayat (1) menjelaskan kecuali dalam hal putusan Hakim masih mungkin diulangi, orang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan. “Dalam artian termasuk juga hakim pengadilan swaparaja dan adat ditempat tempat yang mempunyai pengadilan pengadilan tersebut,” ungkap Teddy.W-007

Scroll to Top