Sidang Korupsi di LPD Desa Adat Serangan, Jro Bendesa Adat Serangan jadi Saksi

saksi kasus lpd serangan-66faf4b6
SAKSI-Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Denpasar menghadirkan saksi di persidangan atas kasus dugaan korupsi di LPD Desa Adat Serangan.Foto/Ist

Loading

SAKSI-Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Denpasar menghadirkan saksi di persidangan atas kasus dugaan korupsi di LPD Desa Adat Serangan.Foto/Ist

DENPASAR-Fajarbali.com|Sidang kasus dugaan korupsi di Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Serangan dengan terdakwa I Wayan Jendra alias Om Dje dan Ni Wayan Sunita Yanti, Selasa (27/9) kemarin masuk pada agenda pemeriksaan saksi. 

“Benar ada tiga orang saksi yang dihadirkan jaksa dalam sidang,” jelas Kasi Intel Kejari Denpasar, Putu Eka Suyantha. Tiga saksi yang dihadirkan dalam sidang adalah, I Made Sedana, Nyoman Kemuantara dan Agus Merta.

Menariknya salah satu saksi yaitu atas nama I Made Sedana tidak lain adalah Jro Bendesa Adat Serangan.  Ketiga saksi dalam sidang yang dipimpin Hakim Putu Gede Astawa mengungkap bahwa benar di LPD Desa Adat Serangan ada kredit Fiktif.

Baca Juga : Geledah LPD Desa Adat Serangan, Ini yang Diamankan Penyidik Kejari Denpasar

Ketiga saksi mengungkapkan bahwa, awal mula persoalan muncul karena ada nasabah ingin menarik uang tapi tidak bisa dengan alasan kas LPD tidak cukup. “Karena adanya perbedaan antara uang yang ada dengan buku kas, atas hal itu langsung dilakukanlah audit Internal,” jelas saksi. 

Dari hasil audit inilah akhirnya ditemukan adanya selisih uang yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Usai mendengarkan keterangan ketiga saksi, sidang tutup dan akan kembali digelar pada tanggal 11 Oktober 2022 

Seperti diberitakan sebelum, kasus yang menjerat kedua terdakwa ini berawal dari terdakwa I Wayan Jendra selaku Kepala LPD bersama dengan terdakwa Sunita Yanti selaku Tata Usaha tidak pernah membuat laporan kegiatan berupa perkembangan keuangan LPD setiap bulan maupun per tiga bulan. 

Baca Juga : Ipung Menduga, Ada Pihak yang Ingin Diselamatkan di Kasus LPD Desa Adat Serangan

Dalam dakwaan juga terungkap bahwa, dari sejak tahun 2015 sampai dengan 2019 Desa Adat Serangan tidak memiliki awig-awig/perarem yang mengatur tentang pembagian tugas Prajuru LPD dan SOP mengenai pelaksanaan pengelolaan keuangan LPD Desa Adat Serangan.

BACA JUGA:  10 Pelaku Penyerangan Anggota TNI Raider 900 Ditangkap, Diperiksa di Polres Badung

Dengan tidak adanya payung hukum tersebut, timbul niat terdakwa I Wayan Jendra selalu Kepala LPD mengambil kebijakan yang bertentantangan dengan aturan/prinsip pengelolaan uang di LPD. Salah satunya adalah soal penarikanuang milik LPD yang disimpan di BPD Bali.

“Kedua terdakwa sering mengambil uang di BPD tetapi tidak pernah dicatatkan dalam buku kas sehingga tidak diketahui ke mana uang atau dana itu digunakan,” sebut jaksa dalam surat dakwaan yang dibacakan di ruang sidang.

Baca Juga : Aktivis Antikorupsi Pertanyakan Keseriusan Kejari Denpasar Tangani Kasus LPD Desa Adat Serangan

Terdakwa selaku ketua LPD juga mengambil kebijakan soal piutang / bunga yang dibayarkan oleh Jro Bendesa atas nama I Made Sedana yang ternyata tidak pernah dicatatkan atau dibukukan dalam pembukaan di LPD.

Bahkan atas perintah terdakwa, dana tersebut dibagikan kepada terdakwa, Kasir, Bendahara dan Tata Usaha dengan pembagian yang telah ditentukan oleh terdakwa selaku Kepala LPD Desa Adat Serangan.

Terdakwa Sunita Yanti dalam membuat laporan pertanggungjawaban LPD juga dibuat dengan tidak sesuai dengan aktualnya. Hal ini dilakukan oleh Sunita Yanti atas permintaan terdakwa I Wayan Jendra selaku Kepala LPD. Selain itu Sunita Yanti juga diduga membagikan uang LPD dengan persentase yang tidak sesuai dengan ketentuan.

Baca Juga : Penyidik Kejari Denpasar Periksa 3 Pegawai LPD Desa Adat Serangan

Untuk menutupi atau mengaburkan dana yang digunakan, Sunita Yanti membuat sejumlah transaksi dalam buku tabungan LPD atas Agoes Merta yang tidak lain adalah suami terdakwa Sunita Yanti. Di mana dalam buku tabungan atas nama Agoes itu dibuat beberapa kali transaksi sehingga atau seolah oleh pemilik memang benar melakukan transaksi.

Singkat cerita, di tahun 2016 s/d tahun 2020, dikarenakan sebelumnya  dana LPD Desa Adat Serangan dipergunakan untuk kegiatan yang tidak sesuai dengan rencana kerja LPD, terdakwa I Wayan Jendra memerintahkan Sunita Yanti untuk membalancekan laporan keuangan dengan membuat 17  kredit fiktif.

BACA JUGA:  Wisdom Asal Jogjakarta Tewas Terseret Arus Pantai Seminyak

17 kredit fiktif ini dibuat dengan cara membuat dokumen pengajuan kredit yang terdiri dari perjanjian kredit, surat permohonan kredit dan bukti pengeluaran kredit yang sifatnya fiktif, selanjutnya atas sepengetahuan I Wayan Jendra,  Sunita Yanti memalsukan tanda tangan dari pihak peminjam atas nama I Made Sedana.

Baca Juga : Periksa Puluhan Saksi, Penyidik Temukan PMH di Kasus Dugaan Korupsi LPD Desa Adat Serangan

Selain itu, atas sepengetahuan I Wayan Jendra, Sunita Yanti juga memalsukan tandatangani Kasir LPD atas nama Ni Made Asliani. Hal ini dimaksud agar seolah-olah memang benar terjadi adanya realisasi permohonan kredit.

Namun realisasi kredit tersebut di samping tidak bersesuaian dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada juga bertentangan dengan prinsip 5C dalam pemberian kredit.

Bahwa akibat perbuatan terdakwa I Wayan Jendra dan terdakwa Ni Wayan Sunita Yanti, mengakibatkan kerugian keuangan negara / daerah Cq. LPD Desa Adat Serangan sebesar Rp. 3.749.118.000.(eli)

Scroll to Top