Upayana Munas ABPPTSI

IMG-20250719-WA0002
Dr. AA. Ngr. Eddy Supriyadianta Gorda.

Loading

Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (ABPPTSI) yang baru-baru ini dilaksanakan di Bandung, Jawa Barat, membawa isu penting mengenai kesetaraan antara Perguruan Tinggi Swasta (PTS) dan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia. 

Sebagai salah satu peserta dari Perdiknas Denpasar, saya melihat bahwa topik ini bukan hanya relevan, tetapi juga mendesak untuk segera diimplementasikan dalam sistem pendidikan tinggi Indonesia. 

Dalam perbincangan ini, kesetaraan tersebut harus dilihat sebagai upaya untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih inklusif, transparan, dan berbasis pada kualitas. 

Dalam konteks tersebut, beberapa temuan dan pembahasan dalam Rakernas tersebut memberikan pelajaran penting yang harus menjadi perhatian bagi seluruh stakeholder, termasuk bagi PTS di Bali.

Salah satu pelajaran utama yang bisa dipetik dari PTS besar seperti Unikom dan Binus adalah pentingnya pengelolaan yang transparan dan akuntabel dalam manajemen pendidikan. 

Unikom, misalnya, mengembangkan sistem yang sangat terstruktur dalam mengelola akademik, kurikulum, dan fasilitas untuk mendukung kemajuan pendidikan. 

PTS lain di Bali dan sekitarnya bisa belajar banyak dari keberhasilan mereka dalam hal ini, yang tidak hanya meningkatkan kualitas akademik tetapi juga memperkuat reputasi kampus. 

Proses yang terorganisir dengan baik di PTS besar ini mengarah pada peningkatan kualitas yang terlihat dalam hasil akreditasi, namun yang lebih penting adalah bagaimana mereka menerapkan prinsip-prinsip tersebut dalam setiap aspek kehidupan kampus, dari manajemen keuangan hingga pengembangan fakultas dan staff pengajar. 

Dalam hal ini, PTS Bali harus mulai memperkuat kapasitas internal mereka dan mengembangkan proses yang bisa diukur dan terus ditingkatkan, serta memperkenalkan inovasi dalam pengelolaan pendidikan.

Pentingnya pemahaman baru tentang akreditasi juga menjadi sorotan dalam Rakernas tersebut. Banyak PTS sekarang beralih dari pandangan akreditasi sebagai tujuan utama menjadi bagian dari proses berkelanjutan yang mendasari peningkatan kualitas. 

BACA JUGA:  Inspirasi, Pandangan Mahasiswi Cantik Berprestasi Ini Terhadap Hardiknas dan Pendidikan di Indonesia

Hal ini merupakan perubahan orientasi yang sangat positif. Akreditasi, yang sebelumnya dipandang sebagai keharusan administratif, kini dipahami lebih sebagai bonus atau hasil sampingan dari upaya yang lebih besar dalam perbaikan dan pengembangan lembaga. 

Hal ini membuktikan bahwa PTS yang berkomitmen untuk terus melakukan perbaikan, baik dalam kurikulum, pengelolaan dosen, maupun fasilitas, akan meraih akreditasi yang baik secara alami tanpa perlu terlalu banyak mengandalkan upaya administratif semata. 

Di Bali, di mana PTS mulai berkembang pesat, perubahan orientasi ini harus menjadi pemicu untuk tidak hanya mengejar akreditasi, tetapi juga fokus pada perbaikan berkelanjutan yang mendasar dalam setiap aspek operasional dan akademik.

Namun, satu hal yang masih perlu diperhatikan adalah bagaimana mendefinisikan dan menyepakati konsep "berdampak" dalam konteks pendidikan tinggi. Sejauh ini, banyak pihak yang masih berdebat mengenai apa yang dimaksud dengan dampak yang sesungguhnya. 

Apakah dampak itu diukur dari jumlah lulusan yang langsung terserap di dunia kerja? Ataukah dampak itu berkaitan dengan kemampuan lulusan untuk berinovasi dan menjadi pemimpin di bidangnya masing-masing?

Konsep berdampak ini harus disepakati bersama antara pemerintah, PTS, dan dunia industri agar memiliki arah yang jelas dan tujuan yang dapat diukur. 

PTS di Bali perlu berpartisipasi aktif dalam membentuk pemahaman bersama tentang hal ini, dengan menekankan relevansi pendidikan terhadap kebutuhan lokal, khususnya di sektor-sektor yang menjadi kekuatan utama Bali, seperti pariwisata, ekonomi kreatif, dan teknologi.

Selain itu, contoh-contoh unit bisnis yang dikembangkan oleh PTS besar, seperti Binus yang memiliki banyak cabang dan program-program pelatihan berbasis industri, bisa menjadi motivasi bagi PTS di Bali untuk mengembangkan unit-unit bisnis mereka sendiri.

BACA JUGA:  Nuklir untuk Kesejahteraan Masyarakat

Meskipun beberapa PTS di Bali sudah mengarah ke sana, banyak yang masih terbatas pada pemanfaatan peluang-peluang yang ada. Bali memiliki potensi yang sangat besar, baik dalam hal wisata pendidikan, pengembangan ekonomi kreatif, maupun sektor teknologi. 

PTS di Baliseharusnya lebih berani mengembangkan unit bisnis yang dapat memperkuat keberlanjutan finansial kampus, sekaligus memberikan pengalaman langsung bagi mahasiswa dalam dunia industri.

Catatan penting dari Prof. Dr. Thomas Suyatno, Ketua ABPPTSI Pusat, juga memberi tekanan yang relevan dalam konteks ini, terutama mengenai pertanyaan apakah fasilitas fisik masih menjadi tekanan utama di tengah perkembangan platform digital dan kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). 

Di era digital yang semakin maju, keberadaan fasilitas fisik mungkin tidak lagi menjadi satu-satunya indikator kualitas pendidikan tinggi. Justru, platform digital yang fleksibel dan program-program MBKM yang mendukung pembelajaran di luar kampus menjadi semakin krusial dalam meningkatkan kualitas pendidikan. 

Oleh karena itu, PTS harus lebih fokus pada pengembangan platform digital yang dapat mendukung pembelajaran jarak jauh dan penguatan kompetensi mahasiswa, serta beradaptasi dengan kebijakan MBKM yang mengutamakan pengalaman belajar yang lebih terintegrasi dengan dunia industri.

Terakhir, saya menilai bahwa konsep promosi yang dijalankan oleh Binus perlu untuk dikembangkan lebih lanjut di Bali. Binus telah berhasil memanfaatkan teknologi dan platform digital untuk memperkenalkan kelas-kelas mereka kepada masyarakat luas, membuka akses yang lebih besar kepada calon mahasiswa, dan membangun keterhubungan yang lebih kuat dengan dunia industri. 

PTS di Bali harus mampu mengembangkan konsep promosi yang lebih inovatif, terutama dengan memanfaatkan digitalisasi, untuk menarik minat mahasiswa dari berbagai daerah dan meningkatkan visibility kampus mereka. 

Inovasi dalam promosi ini juga bisa mencakup pengembangan program-program yang relevan dengan perkembangan teknologi dan industri lokal, serta mengundang partisipasi aktif dari masyarakat dalam kegiatan pendidikan.

BACA JUGA:  Guru Besar Hukum Internasional Undiksha, Prof. Dewa Sudika Mangku Hadiri Pengukuhan Profesor di Unika Atma Jaya 

Dengan demikian, untuk mencapai kesetaraan antara PTS dan PTN, PTS di Bali dan di seluruh Indonesia perlu untuk terus meningkatkan kualitas manajemen, berfokus pada akreditasi yang berbasis pada perbaikan berkelanjutan, menyepakati konsep berdampak yang jelas, mengembangkan unit bisnis yang relevan, serta berinovasi dalam promosi pendidikan. 

Semua ini membutuhkan kolaborasi yang erat antara semua stakeholder untuk menciptakan ekosistem pendidikan tinggi yang lebih kompetitif dan berdaya saing global.

Penulis: Dr. AA. Ngr. Eddy Supriyadianta Gorda (Ketua Perdiknas Denpasar).

Scroll to Top