MANGUPURA – fajarbali.com | Pemotongan Tunjangan Penghasilan Pegawai (TPP) para Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pemerintah Kabupaten Badung mendapat sorotan Dewan Badung. Kebijakan tersebut dinilai kurang tepat dan kurang bijak.
Wakil Ketua I DPRD Badung, Wayan Suyasa, Senin (2/12/2019) mengungkapkan, pemotongan TPP pegawai perlu dikaji kembali. Pihaknya mencontohkan, jika diperusahaan, ASN merupakan bagian dari aset yang perlu dipelihara dengan baik. Untuk itu, pihaknya mengaku, kurang setuju jika TPP pegawai dipotong, meski sudah mengacu pada aturan Mendagri.
“Karena kami melihat dari sisi kemampuan daerah. Dan saya rasa kemampuan keuangan Badung mampu untuk tetap mensejahterakan pegawainya,” ujar Suyasa.
Menurut Politisi Partai Golkar ini, pemotongan TPP bukan lah solusi tepat dalam memperbaiki kondisi keuangan Badung yang mengalami defisit anggaran. Lebih baik kata Suyasa, pemerintah mengurangi pengeluaran hibah keluar daerah untuk memperbaiki keuangan Badung. “Bukannya kami melarang untuk melakukan itu, tapi selayaknya perbaiki dulu masalah kita didalam baru mengurusi permasalahan yang diluar,” terangnya.
Pemotongan TPP yang menurut informasi mencapai 50 persen ini, lanjut Suyasa cukup membuat para ASN Badung yang memiliki cicilan di bank cukup kelimpungan. “Dari sejumlah masukan yang kami terima, sejumlah ASN mengandalkan TPP ini untuk membayar hutang, tapi karena kebijakan adanya pemotongan TPP ini, jelas mereka pun kelimpungan untuk membayar cicilan di bank,” terang Suyasa asal Desa Penarungan, Mengwi ini.
Sebelumnya, Penghasilan Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Badung diberitakan mengalami penurunan menyusul adanya Keputusan Mendagri Nomor 061-5449 Tahun 2019 tentang tata cara persetujuan Mendagri terhadap Tambahan penghasilan Pegawai ASN di lingkungan pemerintah daerah.
Sekretaris Daerah (Sekda) Badung, Wayan Adi Arnawa, tak dapat berbuat banyak mengenai keputusan Mendagri.“Kita sekarang tidak dapat sembarangan menetapkan TPP, karena harus ada persetujuan dari Mendagri,” ujarnya belum lama ini.
Menurutnya, dalam pemberian TPP, kepala daerah tidak hanya harus mendapatkan persetujuan DPRD, namun perlu adanya konsultasi dan persetujuan dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Tak hanya itu, pemberian tambahan penghasilan dapat diberikan berdasarkan pertimbangan beban kerja, tempat bertugas, kondisi kerja, kelangkaan profesi, prestasi kerja dan pertimbangan objektif lainnya.
Pemotongan TPP ini sebelumnya juga pernah dilakukan di tahun 2018 lalu yakni menghapus tunjangan e-kinerja atau tunjangan yang bersifat dinamis yakni sekitar 15 persen karena program yang dijalankan kan tidak semua bisa dieksekusi dan ini akan berpengaruh terhadap pemberian tunjangan tersebut.(put).