“Suami Siaga Stunting”, Gerakan Kecil dari Payangan untuk Generasi Sehat Indonesia 

u10-IMG-20251014-WA0004
Kegiatan “Rancangan Pelatihan Suami Siaga Stunting” di wilayah kerja Puskesmas Payangan, Kabupaten Gianyar.

GIANYAR-fajarbali.com | Stunting masih menjadi perhatian serius di Indonesia, termasuk di wilayah Bali. Upaya pencegahan tidak hanya bertumpu pada ibu, tetapi juga membutuhkan dukungan penuh dari suami sebagai pasangan dan pendamping utama selama kehamilan, persalinan, masa nifas, dan menyusui. 

Menyadari pentingnya hal ini, sekelompok dosen dan peneliti dari Poltekkes Kemenkes Denpasar melakukan penelitian berjudul “Rancangan Pelatihan Suami Siaga Stunting” di wilayah kerja Puskesmas Payangan, Gianyar.

Penelitian ini dipimpin oleh Bdn. Ni Wayan Armini, SST., M.Keb, bersama Gusti Ayu Marhaeni, SKM., M.Biomed, dan Dr. Bdn. Ni Nyoman Budiani, S.Si.T., M.Biomed sebagai tim peneliti. Ketiganya memiliki visi yang sama yaitu memberdayakan suami agar lebih memahami dan mampu berperan aktif dalam mendukung kesehatan ibu dan anak.

Mengubah Paradigma: dari Penonton Menjadi Pendamping

Selama ini, banyak suami masih memandang proses kehamilan dan persalinan sebagai urusan perempuan. 

Namun kenyataannya, peran suami sangat menentukan keberhasilan ibu menjalani kehamilan dengan sehat, persalinan yang lancar, serta proses menyusui yang optimal. 

Kurangnya keterlibatan suami sering kali membuat ibu merasa sendiri, stres, bahkan mengalami gangguan kesehatan yang dapat berdampak pada tumbuh kembang bayi.

Melalui pelatihan "Suami Siaga Stunting", para peneliti ingin mengubah cara pandang tersebut. Kegiatan ini melatih para suami untuk memahami kebutuhan istri selama kehamilan, pentingnya asupan gizi, pemantauan kesehatan ibu, kesiapan menghadapi persalinan, hingga dukungan emosional dan fisik setelah bayi lahir. 

“Suami adalah mitra utama dalam perjalanan kehamilan dan menjadi sosok yang sangat dibutuhkan oleh ibu. Dukungan dari suami bisa meningkatkan rasa percaya diri dan kebahagiaan ibu, yang pada akhirnya berpengaruh pada kesehatan janin dan bayi,” ungkap Bidan Ni Wayan Armini, ketua tim peneliti.

BACA JUGA:  Peringati Hari Kanker Sedunia, RSU Prima Medika Ajak Masyarakat Deteksi Kanker Sejak Dini

Dari Teori ke Aksi: Pelatihan dan Evaluasi Lapangan

Kegiatan pelatihan dilaksanakan dengan metode interaktif, diskusi kelompok, dan simulasi situasi nyata yang sering dihadapi keluarga. 

Para suami diajak untuk mengenal tanda bahaya kehamilan, cara memberikan dukungan emosional, hingga membantu istri menjaga pola makan dan istirahat yang cukup. 

Setelah pelatihan selesai, tim peneliti melakukan evaluasi lapangan dengan mewawancarai para istri peserta pelatihan. Tujuannya untuk melihat sejauh mana pengetahuan dan sikap suami benar-benar diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 

Menariknya, setiap istri yang menjadi responden diberikan cenderamata sederhana sebagai bentuk apresiasi dan rasa terima kasih atas partisipasinya dalam penelitian.

Hasil yang Menggembirakan: Suami Lebih Siaga, Istri Lebih Bahagia

Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan signifikan dalam pengetahuan dan sikap para suami setelah mengikuti pelatihan. 

Mereka menjadi lebih peka terhadap kondisi istri, lebih aktif membantu pekerjaan rumah, lebih memahami pentingnya gizi seimbang, dan lebih siap mendampingi istri dalam menghadapi proses persalinan serta menyusui. 

Tidak hanya dari sisi pengetahuan, hasil wawancara dengan para istri juga memberikan gambaran yang positif. Sebagian besar istri menyatakan bahwa suami kini lebih perhatian, lebih komunikatif, dan lebih terlibat dalam mengasuh anak. 

“Suami saya sekarang sering bantu memandikan bayi dan menyiapkan makanan sehat. Saya merasa lebih ringan dan bahagia,” ujar salah satu istri peserta. 

Menurut Dr. Bdn. Ni Nyoman Budiani, perubahan sikap seperti ini menjadi indikator keberhasilan penting dalam upaya menurunkan risiko stunting. “Keluarga yang harmonis, di mana suami dan istri saling mendukung, akan menciptakan lingkungan yang sehat bagi tumbuh kembang anak,” jelasnya.

Langkah Kecil, Dampak Besar untuk Pencegahan Stunting

Stunting tidak hanya disebabkan oleh kurang gizi, tetapi juga oleh kurangnya dukungan sosial dan emosional dalam keluarga. Dengan melibatkan suami sejak awal, diharapkan keluarga lebih siap secara fisik, mental, dan sosial untuk menjalani masa kehamilan dan membesarkan anak dengan baik.

BACA JUGA:  Wabah Covid-19 Picu Gangguan Mental

“Pelatihan ini adalah langkah kecil, tetapi memiliki dampak besar. Jika para suami di setiap desa menjadi lebih siaga, maka kita akan memiliki lebih banyak keluarga yang kuat dan anak-anak yang tumbuh sehat,” tambah Gusti Ayu Marhaeni dengan penuh optimisme.

Tim peneliti berharap kegiatan ini dapat terus dikembangkan di wilayah lain dan menjadi program berkelanjutan dari Puskesmas maupun instansi terkait. Selain memberikan pengetahuan, pelatihan ini juga menumbuhkan kesadaran bahwa tanggung jawab membesarkan anak bukan hanya di pundak ibu, tetapi juga di tangan seorang ayah.

Membangun Generasi Emas dari Keluarga Kecil

Gerakan "Suami Siaga Stunting" dari Payangan ini menjadi contoh nyata bagaimana pendekatan berbasis keluarga dapat mendukung program nasional penurunan stunting. Keluarga yang saling mendukung, saling memahami, dan saling menjaga adalah fondasi kuat bagi lahirnya generasi yang sehat, cerdas, dan berdaya saing.

Dengan langkah sederhana, seperti mendampingi istri periksa kehamilan, membantu menjaga pola makan, atau sekadar mendengarkan keluh kesah istri, seorang suami telah berkontribusi besar dalam menciptakan masa depan yang lebih baik bagi anak-anak Indonesia.

BERITA TERKINI

TERPOPULER

Scroll to Top