IMG-20241203-WA0003

SINTESA dan SINAPTEK Undhira Usung Ekonomi Hijau, Relevan dengan Komitmen Pemerintah

Undhira menggelar SINTESA dan SINAPTEK Undhira yang fokus mengangkat topik Ekonomi Hijau, Selasa (3/12/2024) di Kampus Undhira.

MANGUPURA-fajarbali.com | Universitas Dhyana Pura atau Undhira menggelar Seminar Ilmiah Nasional Teknologi Sains dan Sosial Humaniora (SINTESA) dan Seminar Ilmiah Nasional Aplikasi IPTEK (SINAPTEK) dengan tema, “Integrasi dan Sinergi Riset, Inovasi, dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Mewujudkan Ekonomi Hijau dan Kesehatan Global untuk Pembelajaran Berkelanjutan” di Kampus Undhira, Dalung, Kuta Utara, Badung, Selasa, (3/12/2024).

Hadir sebagai narasumber, Prof. Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., M.MA., MA., CIRR. (Rektor Universitas Dhyana Pura, Dosen Program Studi Manajemen), Prof. Dr. Okid Parama Astirin, MS (Penyusun Panduan Pengabdian DRTPM, Dosen Universitas Sebelas Maret), dan dr Sandy Qlintang M.Biomed (Deputy Director of Stem Cell & Cancer Institute, Kalbe).

Kegiatan ini, merupakan upaya Undhira menjawab berbagai tantangan dan peluang yang dihadapi dalam mengintegrasikan penelitian dan pengabdian masyarakat, sehingga menghasilkan inovasi dengan fokus pada pencapaian perubahan yang berdampak positif, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)

Menurut Rektor Undhira, tema seminar sangat relevan karena menegaskan transformasi pariwisata menuju ekonomi hijau dapat menciptakan peluang ekonomi baru sambil menjaga keberlanjutan lingkungan.

“Pentingnya kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat dalam mencapai tujuan ini,” kata Rai Utama.

Transformasi ini diharapkan dapat menciptakan lebih banyak lapangan kerja hijau, yang akan memberikan peluang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam ekonomi yang lebih ramah lingkungan.

“Investasi dalam infrastruktur transportasi publik dan teknologi ramah lingkungan, seperti kendaraan listrik, menjadi bagian penting dari strategi ini, yang tidak hanya meningkatkan pengalaman wisatawan tetapi juga mengurangi emisi karbon,” sebutnya.

Penerapan prinsip-prinsip ekonomi hijau menurut dia, mendorong pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan. Kebijakan seperti harga karbon dan pajak karbon diharapkan dapat mempercepat pemulihan ekonomi pascapandemi dengan mempromosikan pariwisata yang bertanggung jawab terhadap lingkungan.

Selain itu, pengembangan destinasi super prioritas dengan mempertimbangkan potensi lokal dan keberlanjutan menjadi fokus utama dalam upaya ini.

Lebih lanjut, kata Rai Utama, pendekatan partisipatif dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya konservasi sumber daya. Dengan mengedukasi masyarakat tentang manfaat dari praktik ramah lingkungan, diharapkan akan tercipta perubahan pola pikir yang positif.

“Strategi parekraf hijau juga berkontribusi pada pelestarian budaya lokal dan lingkungan. Dengan mengoptimalkan potensi alam dan budaya Indonesia, pariwisata dapat memberikan manfaat tidak hanya bagi ekonomi tetapi juga bagi keberagaman budaya yang ada,” ucapnya.

Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menjadikan sektor pariwisata sebagai lokomotif perekonomian nasional. Melalui regulasi yang mendukung dan kerjasama internasional, diharapkan sektor ini dapat tumbuh secara berkelanjutan sambil menjaga keseimbangan ekosistem.

“Mempromosikan pariwisata berkelanjutan, Indonesia tidak hanya berupaya untuk menarik lebih banyak wisatawan tetapi juga untuk mengurangi jejak karbon secara signifikan. Hal ini sejalan dengan komitmen global untuk menghadapi perubahan iklim dan melindungi planet kita," tegasnya.

Ia melanjutkan, di Bali sendiri sudah ada contoh-contoh desa-desa yang menerapkan green tourism seperti, Ubud, Pantai Sanur, Taman Nasional Bali Barat Eco Village, Panglipuran, Green School Bali, dan Pantai Nusa Dua.

Rai Utama, berkesempatan memaparkan materi "Transformasi Pariwisata Menuju Ekonomi Hijau: Langkah Strategis untuk Kesehatan dan Keberlanjutan".

Ia menambahkan beberapa kecakapan yang diperlukan untuk menghadapi fenomena pergeseran pada abad-21. Tantangan Indonesia, di antaranya literasi dasar dan kemampuan menggunakan core skills untuk kehidupan sehari-hari.

“Kecakapan yang diperlukan pada abad 21 seperti literasi membaca, numerasi, literasi IPA, literasi TIK, literasi finansial, literasi budaya dan bermasyarakat,” kata Rai Utama.

Kemudian kompetensi, kemampuan siswa menyelesaikan permasalahan kompleks dapat dibentuk melalui karakter.

Kemampuan siswa menghadapi perubahan pesat pada lingkungan. Selain itu berpikir berpikir kritis, kreatif, komunikasi, kolaborasi, ingin tahu, inisiatif, gigih, adaptif, kepemimpinan, kepekaan sosial, dan budaya.

Ia juga merinci 12 kepribadian Gen Z, yakni wajib memiliki sosial media, no gadget no life, kurang suka membaca buku cetak, kreatif, aktif, dan dinamis, melek teknologi, berpikir out of the box, tidak loyal tetapi bekerja efektif, percaya diri (confidence), kritis terhadap fenomena sosial, pandai bersosialisasi (connected), suka yang serba cepat, dan lebih memilih HP dari pada TV.

Sementara itu, narasumber Prof. Dr. Okid Parama Astirin, MS memaparkan makalah berjudul, “Pengabdian kepada Masyarakat Berbasis Penelitian untuk Meningkatkan Ekonomi Hijau dan Kesehatan Global”, dan dr Sandy Qlintang M.Biomed (Deputy Director of Stem Cell & Cancer Institute, Kalbe) menyampaikan makalah berjudul, “Membangun Ekosistem Riset dan Inovasi untuk Ekonomi Hijau yang Berkelanjutan”.

Pada acara akhir seminar diisi sesi tanya-jawab, dirangkaikan juga dengan penandatanganan MoU antara Yayasan Dhyana Pura dengan PT Kalbe Farma.

Kegiatan diikuti ratusan peserta dari kalangan dosen, mahasiswa, praktisi, peneliti, dan perwakilan sivitas Universitas Udayana, Universitas Warmadewa, Universitas Sari Putra Indonesia Tomohon, UNHI, STIKES Wira Medika Bali, Universitas Triatma Mulya, UNJA, dan UHN I Gusti Bagus Sugriwa.

 

Scroll to Top