Rumahnya Tak Layak Huni, Tidur di Lantai, Kalau Banjir Kebingungan

BANGLI-fajarbali.com | Warga Banjar Pulu, Desa Songan A, Kintamani, Jero Suarma (45) terjerat dalam kondisi ketidakberdayaan. Dia dan istrinya, Ni Sarimin, serta anak-anaknya tidur di rumah mungil, lagi-lagi tak menggunakan tempat tidur, tetapi tidur di lantai.

Ketika banjir, mereka kebingungan dan kadang harus menumpang tidur ke tetangga. Pasalnya bangunan rumahnya tanpa pondasi, ketinggian nyaris sama dengan halaman rumah. Air hujan dari daerah atas menjadi ancaman ketika hujan.

Bangunan yang ditempati seluas 4x2 meter. Beratap seng, berdinding gedek, bahkan bangunannya tanpa pondasi. Tak mampu untuk membuat tempat tidur, mereka sekeluarga tidur di lantai. Apa boleh buat untuk membuat bangunan semi permanen (layak huni), Suarma mengaku tidak mampu.

Keluarga miskin ini mengaku tak punya pekerjaan tetap. Hanya sebagai buruh serabutan, dengan pendapatan hanya sekitar Rp. 80 .000.

Napi anggen tiyang (apa saya pakai) membangun rumah yang lebih baik pak,” ujar Suarma diamini istrinya, saat dikunjungi wartawan di rumahnya, Kamis (1/3/2018). Bangunan seluas 4x2 meter itupun yang mereka bangun mengandalkan bantuan tetangganya, seperti seng atap rumahnya dia dapatkan dari belas kasihan kerabatnya. Seng (untuk atap) merupakan bantuan tetangganya.

Niki atap seng tiyang dapat dari bantuan tetangga, untuk nambah popndasi rumah saja tidak mampu, kalau banjir tiyang kebingungan, terkadang harus numpang tidur di tetangga”, ujarnya saat duduk-duduk depan rumahnya sembari mengatakan curah hujan angat tinggi, sehingga banjir mewarnai keseharian di rumahnya. Keluarga ini juga mengaku tak punya dapur. Menggunakan dapur sepupunya, di sebelah.

Dia mengaku juga tidak mampu mencari sambungan listrik sendiri. Aliran listrik yang masuk, masih nempel dengan tetangga. Demikian halnya soal air bersih mereka harus kebal muka, terus meminta dari keluarga (tetangganya),. Bila air harus membeli dan listrik harus menyambung sendiri, dikhawatirkan biaya untuk isi perut terkurangi.

Tyang ten ngidaang perbaiki rumah, untuk isi perut saja sudah susah”, sesalnya.

Pasutri yang punya dua anak masih kecil-kecil ini (Doni Atmaja  dan Rendi Antika) memang mendapat jatah beras miskin. Tetapi usulan bedah rumah ke desa sejak lama kini tak jelas realitanya. Kalau jatah beras raskin mereka dapatkan dari pemerintah, tetapi sayang mereka tak kunjung mendapat bantuan bedah rumah, padahal sudah sejak lama diusulkannya ke desa.”Sudah sejak lama tiyang usulkan bedah rumah, tapi kayang mangkin (sampai sekarang) tak dapat”, tambahnya. (sum)

Scroll to Top