Ilustrasi perdagangan bayi.
DENPASAR -fajarbali.com |Dari hasil pengembangan jual beli bayi di Yayasan Anak Bali Luih di Tabanan terungkap fakta terbaru. Ketua Yayasan Anak Bali Luih Tabanan, Made Aryadana yang kini ditahan di Polres Depok, Jakarta Selatan, mengaku menjual bayi kisaran Rp.10 hingga Rp.15 juta dan adopsi anak sebesar Rp.45 juta
Selain itu, Polisi juga mengungkap ada 11 ibu hamil yang ditampung di yayasan tersebut. Belasan ibu hamil tersebut ditampung agar mau adopsikan anaknya yang baru lahir.
Menurut Kabid Humas Pold Bali Kombespol Jansen Avitus Panjaitan, Ketua Yayasan Made Aryadana sudah ditetapkan sebagai tersangka bersama 7 sindikat penjual bayi yang kini ditahan di Polres Depok, sejak 2 September 2024.
“Kepolisian Polres Depok mengungkap bayi bayi tersebut dibeli seharga Rp 10-15 juta, dan dijual ke pihak pengadopsi sebesar Rp 45 juta,” ujar Kombes Jansen dikonfirmasi awak media, pada Jumat 20 September 2024.
Diterangkanya, setelah penahanan Made Aryadana, penyidik Ditreskrimum Polda Bali berkoordinasi dengan Unit PPA Polres Metro Depok untuk mengembangkan penyelidikan ke yayasan tersebut.
Penyidik Ditreskrimum mendatangi Yayasan yang berlokasi di Banjar Dinas Jadi Desa, Desa Banjar Anyar, Kecamatan Kediri, Tabanan. Dari penyidikan di yayasan tersebut ditemukan tujuh ibu hamil. Yakni berinisial MW (Asal Jawa Tengah), WF (Asal Jawa Timur), AS (Asal Jawa Timur), RY (Asal Jawa Barat), TT (Asal Jawa Barat), MS (Asal Jakarta Barat) dan IA (Asal Lampung).
Ada juga ditemukan empat ibu hamil yang baru melahirkan. Mereka yakni inisial LN (Asal Jawa Barat), H (Asal Jawa Timur), SS (Asal Jawa Barat), dan Y R (Asal Jawa Barat).
“Totalnya ada 11 orang. Pihak kepolisian telah memeriksa keterangan para ibu hamil tersebut, rata-rata kehamilan mereka berkisar enam sampai tujuh bulan,” beber mantan Kapolresta Denpasar itu.
Diterangkanya, selain para ibu tersebut, Polda Bali juga memeriksa keterangan empat orang yang berkerja merawat para perempuan berbadan dua. Mereka adalah inisial KK (Asal Jawa Barat), AS (Asai Jawa Barat), CG (Asal Jawa Barat), dan KM (Asal Bali). Status mereka semua baru sebatas saksi dan dari hasil pemeriksaan, diketahuilah modus Ketua Yayasan tersebut.
“Jadi, para ibu yang mengandung bersedia datang ke Bali dan tinggal di yayasan tersebut karena dijanjikan sesuatu oleh Ketua Yayasan Made Aryadana,” imbuhnya.
Dikatakanya, apabila ibu hamil bersedia anaknya diadopsi, maka akan ditanggung biaya transportasi datang Bali sampai menuju yayasan, akan difasilitasi selama tinggal di sana. Seperti makan, perawatan kontrol selama hamil, diberikan vitamin sampai dengan proses bersalinan akan di tanggung oleh yayasan.
Para perempuan hamil juga mengakui selama mereka ditampung, Made Aryadana mengarahkan untuk melakukan pemeriksaan kehamilan ke salah satu bidan di kawasan Denpasar.
“Bidan tersebut sampai saat ini masih dalam proses penyelidikan. Setelah itu, tiga dari empat ibu yang sudah melahirkan, anaknya langsung diserahkan kepada adopter melalui fasilitastor,” ungkapnya.
Setelah anak tersebut lahir langsung dipisahkan dengan ibu kandungnya dan diberikan biaya pemulihan. Sejatinya, ada yang sudah diadopsi dengan iming-imingi janji tersebut. Bahkan informasinya mereka diberikan fee. Kisaran Rp 45 juta diberikan duit.
“Tapi disebut modusnya adopsi bukan dijual,” ujarnya.
Dikatakan Kombes Jansen, diduga proses adopsi ini tidak melalui prosedur yang benar, seharusnya menggandeng instansi terkait dan melewati proses pengadilan. Sedangkan dalam kasus ini, proses adopsi hanya lewat fasilitator.
“Saat ini masih mendalami, bagaimana Made Aryadana menemukan para ibu itu dan apa lagi yang dijanjikan sebagai iming-iming untuk meyakinkan menyerahkan anak. Masih ditelusuri latar belakang para perempuan ini, apakah berstatus menikah, atau justru hamil diluar nikah, dengan cara mengecek ada atau tidaknya surat kawin mereka,” ungkapnya. R-005