Pendampingan pembuatan penek dan tumpeng secara tradisional kepada mitra di Banjar Semaagung, Banjarangkan, Klungkung,
SEMARAPURA-sandybrown-gazelle-543782.hostingersite.com | Tim Pengabdian kepada Masyarakat, yang diketuai Sang Ayu Made Yuliari, S.Ag., M.Si., beranggotakan; Putu Lakustini Cahyaningrum, S.Si., M.Si; Ida BagusPutra Suta, S.Ag., M.Si; Ketut Budiani dan Ni Luh Komang Sriani, bersama mahasiswa di Fakultas Kesehatan, Universitas Hindu Indonesia (Unhi), melakukan pendampingan pembuatan penek dan tumpeng secara tradisional kepada mitra di Banjar Semaagung, Banjarangkan, Klungkung, pertengahan September 2024 lalu.
Hal ini dilakukan sebagai bentuk edukasi khususnya kepada generasi muda untuk mengetahui cara memproses tumpeng dan penek secara tradisional. Sebab, anak-anak zaman sekarang lebih mengenal cara instan dengan menggunakan ‘magic jer’.
Demikian dikatakan Ketua Tim Pengabdi, Sang Ayu Made Yuliari, belum lama ini. Yuliari menyampaikan, tim-nya juga memberikan bantuan berupa panci pengukus, waskom, kain saring, spatula, beras, kanji, cetakan penek dan tumpeng, label, isi gas kepada produsen tumpeng dan penek Sang Ayu Ketut Sari.
Yuliari berharap, pendampingan dan bantuan alat produksi itu mampu meningkatkan kapasitas produk mitra pengabdian masyarakat tersebut.
“Pengabdian masyarakat merupakan salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi yang harus dilaksanakan oleh dosen dalam menjalankan tugasnya. Sebagai seorang dosen, tidak hanya mengajar saja juga melakukan penelitian yang sesuai dengan bidang ilmunya masing-masing,” jelas Yuliari.
Menurutnya, pengetahuan ini penting juga untuk diketahui terutama mengenai penek dan tumpeng. Diajabarkannya, proses pembuatan penek dan tumpeng ini diawali dengan mencuci beras dengan bersih, dilanjutkan merendam beras selama 30 menit.
Setelah beras mengembang ditiriskan airnya dan mulai mengukus dengan panci atau dandang pengukus selama 15 -20 menit. Selagi menunggu beras matang, pada Waskom disiapkan kanji yang dicampur dengan air sambil diaduk-aduk sampai rata dan ditambah dengan air panas ke dalam adonan kanji tadi yang fungsinya sebagai perekat.
Setelah beras matang menjadi aru, aru itu dicampur ke adonan kanji sambil diaduk-aduk sampai merata.Adonan sudah rata maka siap untuk dicetak dengan cetakan penek dan tumpeng. Penek dan tumpeng dalam kegiatan keagamaan Hindu di Bali sangat diperlukan karena setiap hari dalam praktik keagaamaan Hindu sarana penek dan tumpeng itu digunakan.
Sesuai referensi yang ia baca [Yuda Triguna], pihaknya menjelaskan tumpeng mempunyai makna sebagai berikut:
Tumpeng sebagai simbol keberkahan dan rasa syukur: sebagai rasa syukur tumpeng sering dibuat dalam acara-acara penting seperti selamatan, ulang tahun dan upacara adat lainnya. Dalam hal ini tumpeng dilambangkan sebagai rasa syukur kepada Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi atas kelimpahan rezeki yang telah diterima oleh umat manusia.
*Simbol Kosmologi: dilihat dari bentuknya tumpeng berbentuk kerucut yang melambangkan gunung atau puncak, yang dalam budaya Jawa dan Bali gunung dianggap sebagai tempat yang suci, tempat stananya para dewa dan dari tempat yang tinggi ini memudahkan para dewa melihat ciptaannya. Hal ini merepresentasikan bahwa hubungan manusia dengan alam dan Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi.
*Penyatuan komunitas: pembuatan tumpeng dan penyajian tidak dapat dibuat sendiri apalagi dalam kegiatan upacara yang melibatkan banyak orang. Dengan adanya banyak orang mempunyai arti mempererat ikatan sosial dan memperkuat rasa persaudaraan serta kebersamaan dlam masyarakat.
*Representasi nilai-nilai hidup: dalam pembuatan tumpeng misalnya tumpeng kuning melambangkan kekayaan dan kemakmuran dan lauk pauk melambangkan keragaman dan keseimbangan hidup.
*Tradisi dan Identitas Budaya: tumpeng sebagai bagian dari warisan budaya yang turun temurun dari generasi ke generasi. Hal seperti ini dapat menjaga identitas budaya dan tradisi masyarakat Jawa dan Bali masih tetap
*Ritual dan Spiritualitas: tumpeng dalam upacara keagamaan sebagai wujud persembahan kepada Tuhan, leluhur dan dewa-dewa. Proses ini mencerminkan kepercayaan dan praktik religius masyarakat.
“Terwujudnya pengabdian ini tidak lepas dari bantuan Universitas Hindu Indonesia melalui LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat). Kami ucapkan terima kasih, dan semoga usaha mitra pengabdian kami semakin berkembang,” pungkasnya.