Pembukaan pameran Lawatan Nusaraya di Sudakara Art Space at Sudamala Suites and Villas, Sanur-Denpasar. (Foto : Tha)
DENPASAR-fajarbali.com | Kerjasama merupakan langkah awal dalam memperluas jaringan guna mengembangkan potensi wilayah. Pemerintah Kota Yogyakarta menjalin kerjasama dengan Pemerintah Kota Denpasar sebagai upaya dalam memperluas pengembangan potensi daerah dari berbagai sektor khususnya dalam bidang budaya.
Penandatanganan kerjasama antara kedua daerah ini pun telah dilakukan pada Kamis, (22/06) bertempat di Balaikota Denpasar oleh PJ Walikota Yogyakarta Singgih Raharja, M,Ed dan Wakil Walikota Denpasar I Kadek Agus Arya Wibawa. Pasca acara penandatangan kerjasama, PJ Walikota Yogyakarta Singgih Raharja, M,Ed menyatakan bahwa Yogyakarta dan Denpasar merupakan dua kota yang memiliki potensi budaya yang sangat banyak. Melalui kerjasama ini, diharapkan kedua kota budaya ini akan saling menguatkan dalam seni budaya, pariwisata, UMKM, ekonomi kreatif dan sektor-sektor lainnya.
Dalam rangka mengawali kerjasama ini Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Dinas Kebudayaan (Kundha Kebudayaan) Kota Yogyakarta menyelenggarakan pameran Lawatan Nusaraya Membangun Kebhinekaan dengan mengangkat tema “Ratna Palupi: Perempuan dan Pertalian Budaya” di Sudakara Art Space at Sudamala Suites and Villas, Sanur-Denpasar, Bali. Pameran ini berlangsung pada 22-25 Juni 2023. Sebelum dibuka pada Jum’at (23/07), sehari sebelumnya PJ Walikota Yogyakarta didampingi Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta Yetti Martanti, S.Sos., M.M telah meninjau serta memberikan beberapa arahan guna kesuksesan penyelenggaran pameran ini.
Para undangan meninjau pameran Lawatan Nusaraya bertajuk Ratna Palupi. (Foto : Tha)
Dalam sambutan pembukaan pameran Pameran Lawatan Nusaraya bertajuk Ratna Palupi ini Jumat, (23/06) menguraikan pertalian budaya antara Yogyakarta dan Bali dalam sudut pandang perempuan dan budaya. Selain itu pertalian antara kedua wilayah ini juga digambarkan dalam sosok Walter Spies, Naskah-naskah kuno, dll.
“Jawa dan Bali karena kita berasal dari DNA budaya yang sama. Ada kebudayaan-kebudayaan yang sama antara Jawa Bali salah satu Walter Spies yang menginspirasi perkembangan music kanan yang ada di Jogja atau orchestra. Sedangkan di Bali sosok ini menginspirasi seniman perupa dan modernisasi tari kecak”, tegas Yetti.
Acara pembukaan pameran kemudian dilanjutkan dengan sinergi talk dipandu oleh Fajar Widjanarko. Talkshow ini memberikan pengantar dan mengkoneksikan sinergi budaya antara Yogyakarta dan Bali. Hadir sebagai narasumber dari berbagai latar belakang baik birokrasi, praktisi, maupun seniman.
Kepala Dinas Pariwisata Denpasar I Gusti Ayu Laxmy Saraswati,S.S.,M.Hum dalam sambutannya menyatakan Denpasar mengajak Yogyakarta untuk membangun sistem event dan sistem culture untuk membangun kebudayaan dan pariwisata.
Salah satu pengunjung melihat pameran Lawatan Nusaraya. (Foto : Tha)
Yetti Martanti, S.Sos., M.M. selaku Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta dalam paparannya menyampaikan tentang Keterbatasan perempuan di masa kini untuk berdiri di garda depan pengambilan keputusan terutama dalam bidang pemerintahan. Hal ini disebakan karena faktor egaliter yang berkembang di masyarakat tentang steriotipe laki-laki lebih unggul dibandingkan dengan perempuan. Faktor lainya adalah unsur kapitalis yang ditunjukan dengan steriotipe perempuan dikatakan cantik jika memenuhi standart-standart yang digeneralisasikan dalam mayarakat. Hal ini yang menginspirasi Dinas Kebudayaan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang bertemakan perempuan.
Raka Purwanta, M.A.P. Kepala Dinas Kebudayaan Kota Denpasar menyatakan perempuan-perempuan Bali berperan serta dalam pembangunan kebudayaan di Bali terlihat dari kontribusi penari-penari perempuan di kancah internasional. Di bidang kebudayaan, kami memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk perempuan berpartisipasi dengan keterlibatannya dalam event-event di Kota Denpasar.
Anak Agung Ayu Daninda menghaturkan apresiasi kepada tim dinas kebudayaan membawa arsip arsip dan artefak dari Jogja ke Bali. Sebagai seorang filatelis dia mencermati terkait koleksi-koleksi yang dipamerkan salah satunya benda pos. Menurutnya, benda-benda pos menjadi medium sebagai bahan koleksi yang tidak hanya dinikmati keindahannya tapi juga value nilai cerita.
Talkshow pengantar dan mengkoneksikan sinergi budaya antara Yogyakarta dan Bali. (Foto : Tha)
Marlowe Bandem yang merupakan aktivis kebudayaan Bali menyampaikan istilah Last Paradise yang disematkan untuk Bali tidak lepas dari peran besar perempuan. Jika kita berbicara dari perspektif cara-cara merupakan kontribusi dari wanita-wanita sehingga kesenian Bali dapat mendunia. Istilah last paradise muncul dari eksotisme wanita-wanita Bali. Dahulu perempuan-perempuan Bali masih berpakaian telanjang dada. Gambaran perempuan Bali pada saat itu tidak semata-mata untuk merendahkan mereka, melainkan tampilan-tampilan perempuan Bali tidak tabu dalam berbicara sensualitas dan kritik kepada pemerintah Eropa tentang cara berpikir secara jernih dan berperilaku benar.
Sebagai seorang seniman perupa perempuan Astuti Kusuma turut menyampaikan suka dukanya menjadi seniman perempuan di tengah banyaknya perupa pria. Menurutnya menjadi seorang perupa perempuan tidak hanya fokus dalam keindahan tapi juga daya kritis yang membutuhkan perjuangan besar.
“Beruntung saya tinggal di Jogja, yang pemerintahnya mendukung dan mengapresiasi ruang bagi seniman perempuan untuk berkarya Dalam seni rupa sendiri tantangan perupa perempuan justru muncul dari pujian-pujian yang membuat daya juang daya saing mereka berkurang. Oleh karena itu, diperlukan apresiasi dan kritik yang membangun bagi seniman perempuan agar semakin semangat berkarya”, ujar Astuti.
Harapannya Lawatan Nusaraya menjadi pintu masuk bagi Yogyakarta dan Bali untuk berkolaborasi dalam upaya menggali dan mengembangkan kebudayaannya agar semakin dikenal tidak hanya di Indonesia melainkan juga mancanegara. M-001