Apa Itu Anemia Defisiensi Besi?
ANEMIA defisiensi besi adalah kondisi ketika tubuh tidak memiliki cukup zat besi untuk memproduksi hemoglobin, yaitu protein dalam sel darah merah yang berfungsi mengangkut oksigen ke seluruh tubuh.
Tanpa kadar zat besi yang cukup, tubuh tidak dapat menghasilkan sel darah merah yang sehat, sehingga pasokan oksigen ke organ-organ menjadi terganggu.
Kondisi ini merupakan jenis anemia yang paling umum terjadi di seluruh dunia dan bisa memengaruhi siapa saja, tetapi lebih sering ditemukan pada wanita, anak-anak, dan orang dengan pola makan yang rendah zat besi.
Penyebab Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi bisa terjadi karena berbagai faktor yang menyebabkan tubuh kehilangan atau tidak mendapatkan cukup zat besi. Berikut beberapa penyebab utama:
1. Asupan Zat Besi yang Kurang
Zat besi diperoleh dari makanan yang kita konsumsi. Jika pola makan sehari-hari tidak mengandung cukup zat besi, maka tubuh akan mengalami kekurangan. Beberapa kelompok yang berisiko tinggi mengalami anemia akibat kurangnya asupan zat besi adalah:
Vegetarian atau vegan, karena zat besi dari sumber hewani lebih mudah diserap oleh tubuh dibandingkan zat besi dari sumber nabati.
Bayi dan anak-anak, terutama yang hanya mengonsumsi susu tanpa makanan padat yang kaya zat besi.
Ibu hamil, karena kebutuhan zat besi meningkat untuk mendukung perkembangan janin.
2. Kehilangan Darah yang Berlebihan
Kehilangan darah dalam jumlah besar dapat menyebabkan tubuh kehilangan banyak zat besi. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan kehilangan darah berlebih meliputi:
Menstruasi berat pada wanita.
Perdarahan dalam saluran pencernaan, yang bisa terjadi akibat tukak lambung, polip usus, kanker usus besar, atau wasir.
Donor darah yang terlalu sering, tanpa diimbangi asupan zat besi yang cukup.
3. Gangguan Penyerapan Zat Besi
Beberapa kondisi medis dapat mengganggu kemampuan tubuh untuk menyerap zat besi dari makanan, seperti:
Penyakit celiac yang merusak usus halus dan menghambat penyerapan nutrisi.
Operasi pada saluran pencernaan, seperti operasi pengangkatan sebagian lambung atau usus yang dapat mengurangi kapasitas tubuh dalam menyerap zat besi.
4. Kebutuhan Zat Besi yang Meningkat
Beberapa kelompok memiliki kebutuhan zat besi yang lebih tinggi, seperti:
Ibu hamil, yang memerlukan lebih banyak zat besi untuk perkembangan janin.
Anak-anak dalam masa pertumbuhan, karena tubuh mereka memerlukan zat besi tambahan untuk membentuk sel darah merah yang lebih banyak.
Gejala Anemia Defisiensi Besi
Gejala anemia defisiensi besi dapat bervariasi dari ringan hingga parah, tergantung pada tingkat keparahan kekurangan zat besi dalam tubuh. Beberapa gejala yang umum dialami meliputi:
Gejala Umum:
Lemas dan mudah lelah – Karena tubuh tidak mendapatkan cukup oksigen untuk menghasilkan energi.
Wajah pucat – Disebabkan oleh rendahnya jumlah sel darah merah dalam tubuh.
Sesak napas – Karena kurangnya oksigen dalam darah.
Pusing atau sakit kepala – Akibat otak yang tidak mendapatkan oksigen yang cukup.
Detak jantung cepat atau tidak teratur – Tubuh berusaha memompa lebih banyak darah untuk mendistribusikan oksigen.
Gejala Spesifik:
Kuku rapuh atau berbentuk sendok – Disebut juga koilonychia, kondisi ini terjadi karena kurangnya zat besi yang memengaruhi pertumbuhan kuku.
Lidah bengkak atau terasa sakit – Juga dikenal sebagai glossitis, kondisi ini terjadi akibat perubahan pada jaringan di lidah karena kekurangan zat besi.
Keinginan makan benda tidak biasa (pica) – Beberapa orang dengan anemia defisiensi besi mengalami keinginan mengonsumsi benda non-makanan seperti es, tanah, atau kertas.
Tangan dan kaki dingin – Karena aliran darah lebih terfokus pada organ vital dibandingkan ke anggota tubuh.
Bagaimana Cara Mendiagnosisnya?
Jika Anda mengalami gejala-gejala di atas, dokter dapat melakukan beberapa tes untuk memastikan apakah Anda mengalami anemia defisiensi besi, seperti:
Tes darah lengkap (Complete Blood Count/CBC) untuk melihat kadar hemoglobin dan jumlah sel darah merah.
Tes kadar ferritin untuk mengukur jumlah zat besi yang tersimpan dalam tubuh.
Tes kadar zat besi serum untuk mengetahui jumlah zat besi yang beredar dalam darah.
Cara Mengatasi Anemia Defisiensi Besi
Pengobatan anemia defisiensi besi tergantung pada penyebab dan tingkat keparahannya. Berikut beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasinya:
Meningkatkan Asupan Zat Besi dari Makanan
Makanan yang kaya zat besi sangat penting untuk mengatasi anemia defisiensi besi. Sumber zat besi terbagi menjadi dua jenis:
Zat besi heme (lebih mudah diserap tubuh): Daging merah, hati, ikan, ayam, telur.
Zat besi non-heme (kurang mudah diserap tubuh): Bayam, kacang-kacangan, tahu, biji-bijian, sereal yang diperkaya zat besi.
Kombinasikan makanan kaya zat besi dengan vitamin C (jeruk, tomat, stroberi) untuk meningkatkan penyerapannya.
Konsumsi Suplemen Zat Besi
Jika kadar zat besi sangat rendah, dokter mungkin akan merekomendasikan suplemen zat besi. Namun, suplemen ini sebaiknya dikonsumsi sesuai petunjuk dokter karena dapat menyebabkan efek samping seperti sembelit atau gangguan pencernaan.
Mengatasi Penyebab yang Mendasari
Jika anemia disebabkan oleh perdarahan atau gangguan penyerapan zat besi, dokter akan mencari solusi untuk menangani penyebabnya. Misalnya, penderita penyakit celiac harus menghindari gluten agar usus dapat menyerap zat besi dengan lebih baik.
 Transfusi Darah (Dalam Kasus Berat)
Pada kasus anemia defisiensi besi yang sangat parah, dokter mungkin menyarankan transfusi darah untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dengan cepat.
Jadi bisa kita simpulkan bahwa anemia defisiensi besi adalah kondisi yang umum tetapi dapat berdampak serius jika tidak ditangani.
Gejalanya bisa ringan hingga berat, dengan tanda-tanda seperti kelelahan, pucat, dan sesak napas. Penyebabnya beragam, mulai dari kurangnya asupan zat besi hingga perdarahan berlebihan.
Mengonsumsi makanan kaya zat besi, suplemen jika diperlukan, serta menangani penyebab yang mendasari adalah langkah utama untuk mengatasi kondisi ini.
Jika Anda mengalami gejala anemia defisiensi besi, segera konsultasikan dengan dokter untuk mendapatkan diagnosis dan penanganan yang tepat.
Penulis: dr. Pauliana (Dokter Umum RS Fatima Ketapang)Â