Memastikan Komitmen Kebijakan KB di Hari Kontrasepsi Sedunia 2025

IMG-20250923-WA0004
Dr. Hassan Mohtashammi.

DENPASAR-fajarbali.com | Rangkaian peringatan Hari Kontrasepsi Sedunia tahun 2025, tiga institusi membangun kolaborasi dengan menggelar satu pertemuan strategis bertajuk Diskusi Pakar, guna memastikan komitmen kebijakan dan pembiayaan KB berjalan berkelanjutan.

Empat hari sebelum Hari Kontrasepsi Sedunia diperingati di lebih dari 70 negara, diskusi itu digelar di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) pada 22 September 2025. Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/BKKBN, UNFPA (Dana Kependudukan PBB) Indonesia dan UNJ berada dibalik penyelenggaraan kegiatan tersebut.

Hari Kontrasepsi Sedunia yang jatuh di setiap 26 September bertujuan meningkatkan kesadaran global mengenai pentingnya akses kontrasepsi yang merata, aman, dan terjangkau. Melalui diskusi ini, Indonesia mempertegas komitmennya dalam memperkuat program Keluarga Berencana (KB) sebagai bagian penting dari pembangunan berkelanjutan.

Untuk itu, tema peringatan yang diangkat adalah “Investasi Pembangunan Manusia untuk Indonesia Emas 2045: Memastikan Komitmen Kebijakan dan Pembiayaan KB Berkelanjutan”. Tema ini selaras dengan visi Indonesia Emas 2045, di mana pembangunan manusia ditempatkan sebagai prioritas utama.

Acara ini bertujuan menyatukan persepsi para pemangku kepentingan tentang kebijakan dan pembiayaan KB sebagai investasi jangka panjang. Diskusi berlangsung dengan melibatkan pakar nasional dan internasional, akademisi, serta perwakilan kementerian/lembaga.

Keluarga sebagai Pusat Pembangunan

Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN, Dr. Wihaji, menegaskan bahwa keluarga harus ditempatkan sebagai simpul strategi pembangunan nasional. Menurutnya, Indonesia sedang berada dalam jendela bonus demografi yang hanya datang sekali.

“Kesempatan ini hanya bisa dimenangkan jika keluarga ditempatkan di pusat kebijakan. Kemendukbangga/BKKBN hadir untuk merajut potensi yang tercecer menjadi kekuatan bersama demi Indonesia Emas 2045,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa program KB bukan sekadar instrumen pengendalian penduduk, melainkan investasi strategis yang berdampak langsung pada kesehatan ibu-anak, peningkatan pendidikan, produktivitas perempuan, serta penguatan fondasi ekonomi keluarga.

Pembiayaan KB sebagai Investasi Jangka Panjang

Dr. Hassan Mohtashammi, Perwakilan UNFPA Indonesia, menekankan pentingnya pembiayaan berkelanjutan untuk KB. Ia mengingatkan bahwa penurunan alokasi anggaran publik dapat mengganggu rantai pasokan kontrasepsi dan berpotensi meningkatkan angka unmet need KB.

BACA JUGA:  RS Prima Medika Siap Layani Vaksinasi Bagi Masyarakat

Untuk itu, ia mendorong diversifikasi atau penganekaragaman sumber pembiayaan. Selain APBN dan APBD, perlu didorong Dana Alokasi Khusus (DAK) KB, kemitraan publik-swasta, Corporate Social Responsibility (CSR), hingga swadaya masyarakat. Dengan demikian, keberlanjutan layanan KB dapat lebih terjamin.

Lebih lanjut, Dr. Hassan menekankan pentingnya integrasi layanan kontrasepsi ke dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) serta peningkatan kualitas pelayanan KB. Salah satu peningkatan kualitas pelayanan KB melalui penguatan Method Information Index (MII) agar setiap pasangan memperoleh informasi kontrasepsi dan konseling yang lengkap sebelum menentukan pilihan.

Ia juga menyoroti perencanaan keluarga sebagai kunci kesetaraan gender. Akses kontrasepsi yang merata memungkinkan perempuan melanjutkan pendidikan lebih tinggi, meningkatkan partisipasi kerja, serta memperkuat kontribusi dalam pembangunan nasional.

Ia mengapresiasi capaian Indonesia dalam pemenuhan permintaan kontrasepsi yang tinggi yaitu sebesar 86%, meski tetap mengingatkan adanya tantangan berupa penurunan unmet need yang angkanya masih berkisar 11% serta disparitas antar wilayahnya.

Revitalisasi Kebijakan dan Cafetaria Method

Prof. Terence H. Hull, pakar demografi dari Australian National University, menegaskan perlunya revitalisasi kebijakan KB melalui cafetaria method. Pendekatan ini memastikan keberagaman metode kontrasepsi sehingga setiap pasangan dapat memilih sesuai kebutuhan reproduksi.

Prof. Hull menjelaskan bahwa pendekatan ini bukan hal baru. Sejak awal berdirinya, BKKBN telah memperkenalkan cafetaria method untuk menjamin hak keluarga. Namun, dalam dua dekade terakhir, keberagaman pilihan semakin menyempit sehingga perlu direvitalisasi.

“Revitalisasi berarti menghidupkan kembali keberagaman metode kontrasepsi, bukan sekadar satu pilihan dominan. Dengan demikian, hak reproduksi perempuan dapat benar-benar dijamin,” tegasnya.

Selain itu, Prof. Hull menekankan pentingnya penguatan data kependudukan dan pendidikan demografi di sekolah. Literasi demografi sejak dini diyakini akan memperkuat kesadaran generasi muda dalam membangun keluarga berkualitas sekaligus mendukung pembangunan manusia berkelanjutan.

BACA JUGA:  Delapan Pasien RSUP Sanglah Denpasar Dinyatakan Negatif Virus Corona

SDM Unggul untuk Indonesia Emas 2045

Prof. Hafid Abbas dari Universitas Negeri Jakarta menegaskan bahwa Indonesia Emas 2045 hanya dapat dicapai dengan SDM unggul yang lahir dari keluarga berkualitas. “Pendidikan, kesehatan, dan pemerataan pembangunan harus berjalan seiring. Tanpa itu, bonus demografi hanya akan menjadi beban, bukan peluang,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa tantangan menuju 2045 cukup besar. Pertama, dari sisi kependudukan, Indonesia akan memasuki era penduduk menua sehingga kualitas keluarga harus dipersiapkan sejak dini. Kedua, standar hidup harus dijaga melalui akses pendidikan, kesehatan, dan lapangan kerja. Ketiga, sumber daya alam harus dikelola secara berkelanjutan.

Keempat, sistem sosial perlu diperkuat untuk menjaga kohesi masyarakat. Kelima, prioritas pembangunan harus konsisten agar Indonesia benar-benar dapat mencapai status negara maju saat genap 100 tahun kemerdekaan.

Prof. Hafid menegaskan bahwa hanya dengan SDM sehat, terdidik, dan produktif, bonus demografi dapat dioptimalkan menjadi peluang emas menuju Indonesia Emas 2045.

Pandangan Para Penanggap

Dalam sesi tanggapan, Budi Utomo dari FKM Universitas Indonesia menyampaikan hasil analisis manfaat-biaya program KB. Menurutnya, setiap Rp1 investasi KB akan menghasilkan manfaat Rp108 pada periode 2020–2045.

Ia menekankan bahwa optimasi KB tidak hanya dilihat dari sisi fiskal, tetapi juga harus berbasis masyarakat. Pemberdayaan keluarga, penguatan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) komunitas, serta partisipasi aktif masyarakat menjadi faktor kunci agar program KB benar-benar membumi dan berkelanjutan.

Dr. Zahera Mega dari Kantor Staf Presiden (KSP) menambahkan bahwa pembangunan manusia berkualitas hanya dapat dicapai bila kebijakan KB terintegrasi lintas sektor. KSP berperan mengawal agar kebijakan KB tidak berdiri sendiri, melainkan menjadi bagian dari agenda pembangunan nasional.

Ia juga menekankan pentingnya inovasi layanan KB, termasuk memperluas jangkauan layanan kontrasepsi ke daerah terpencil. Menurutnya, memastikan tidak ada satu pun keluarga tertinggal dari akses layanan KB merupakan syarat mutlak untuk mencapai Indonesia Emas 2045.

BACA JUGA:  Ratusan Remaja Desa Mengwi Antusias Ikuti Layanan dan Edukasi Kesehatan dalam PKM PPDM

Dari sisi pemerintahan daerah, Reza dari Kemendagri menegaskan bahwa keberhasilan KB sangat ditentukan oleh sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah. Ia menekankan peran pemerintah daerah dalam memastikan program KB masuk ke dalam dokumen perencanaan pembangunan, baik Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) maupun APBD.

Dengan begitu, program KB benar-benar menjadi prioritas pembangunan di daerah, selaras dengan target nasional. Reza menambahkan bahwa tanpa integrasi tersebut, capaian KB akan sulit merata di seluruh wilayah Indonesia.

Sementara itu, Prof. Omas Bulan Samosir dari Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UI menggarisbawahi korelasi erat antara KB dan pembangunan manusia. Ia menjelaskan bahwa kenaikan 1% prevalensi KB berasosiasi dengan kenaikan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 0,202 poin.

Prof. Omas menegaskan bahwa KB adalah investasi strategis untuk meningkatkan kualitas SDM. Namun, ia mengingatkan bahwa bonus demografi tidak otomatis membawa manfaat ekonomi. Karena itu, ia mendorong kebijakan pembiayaan KB yang lebih inovatif, termasuk opsi integrasi layanan kontrasepsi ke dalam BPJS, serta program "prosepsi" dan "natalis" cerdas.

Komitmen Bersama

Diskusi pakar ini menghasilkan rekomendasi bahwa program KB harus dijalankan sebagai pilar pembangunan manusia berbasis hak. Kebijakan diarahkan untuk menjamin akses kontrasepsi yang merata, non-diskriminatif, serta pembiayaan yang berkelanjutan.

Sebagai leading sektor dalam isu kependudukan dan pembangunan keluarga, Kemendukbangga/BKKBN menegaskan komitmennya untuk terus memimpin koordinasi lintas sektor, memperkuat sinergi dengan pemerintah daerah, serta menggandeng mitra internasional. Dengan peran ini, program KB diharapkan semakin terintegrasi dalam agenda pembangunan nasional.

Pada akhirnya, kegiatan ini menegaskan komitmen bersama bahwa investasi pada program KB adalah investasi pada masa depan bangsa. Dengan dukungan pemerintah, akademisi, dunia usaha, masyarakat sipil, dan mitra pembangunan, Indonesia diharapkan mampu memanfaatkan bonus demografi secara adil dan berkelanjutan menuju visi Indonesia Emas 2045.

Scroll to Top