Tim dari kantor hukum Teddy Law Firm melakukan aksi pesan moral menggunakan baju kaos oblong berwarna putih bertuliskan “Revolusi Mental STOP Kriminalisasi Pelaku Perbankan”.Foto/ist
DENPASAR-Fajarbali.com|Sidang kasus dugaan kejahatan Perbankan dengan terdakwa I Nyoman Supariyani Mantan Pemegang Saham Pengendali (PSP) sekaligus Direktur Utama PT. BPR KS Bali Agung Sedana tidak lama lagi akan memasuki babak akhir di Pengadilan Negeri Denpasar.
Pasalnya, usai dituntut Jaksa 8 tahun penjara pada sidang, Selasa (10/9/2024) lalu, Supariyani melalui kuasa hukumnya Teddy Raharjo terus melawan.Bahkan Teddy Raharjo tak henti hentinya menyuarakan jika kasus yang membelit kliennya itu sarat dengan rekayasa.
Hal ini pun kembali dituangkan dalam Duplik yang disampaikan dalam sidang, Selasa (8/10/2024) lalu. Teddy bahkan menuding jika Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah menzolimi kliennya dan menyelamatkan saksi MYD. Teddy menyebut jika terdakwa dizolimi oleh pihak pihak yang lebih percaya dengan omongan daripada bukti-bukti dan juga keterangan saksi selama persidangan.
BACA JUGA : Oknum Dokter Gigi Terdakwa Kasus Penipuan Minta Maaf, Begini Reaksi Korban
Salah satunya adalah soal jual beli gedung. Kata Teddy, jual beli gedung antara BPR KS Agung Sedana dengan saksi MYD benar dan nyata adanya. Ini dibuktikan dengan adanya PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli) yang ditandatangani oleh sakai MYD dan juga pihak BPR KS.
"Selain itu ada pula bukti penerimaan uang berupa kwitansi yang ditandatangani oleh saksi MYD. Selain itu ada pula bukti transfer ke rekening saksi MYD sebesar Rp 4,8 miliar. Nah, belakangan saksi mengatakan tidak ada jual beli, ini kan aneh, " ujar Teddy menyayangkan bantahan saksi MYD.
Teddy menerangkan, MYD mengaku tidak pernah menandatangani PPJB di depan persidangan, sehingga muncul putusan Nomor 450/Pdt.G/2020/PN Dps (15/2/2021. Akan tetapi saat dikonfrontasi dengan terdakwa (15/12/2022) di Polda Bali MYD mengakunya.
BACA JUGA : Kapolda Daniel Adityajaya Cek Barak dan Alutsista Mako Samapta Polda Bali
"Namun saat persidangan MYD tidak mengakui lagi. Jadi bagaimana bisa menjadikan omongan seorang yang tanpa dasar dan tanpa bukti dijadikan dasar dakwaan terhadap terdakwa Supariyani, ini aneh kan, " kata Teddy bertanya tanya. Dikatakan pula bahwa, jual beli gedung antara saksi MYD dan BPR KS sejatinya telah diakui oleh otoritas jasa keuangan (OJK) saat melakukan audit.
"Soal jual beli gedung ini sebenarnya sudah menjadi temuan OJK saat melakukan audit. Yang sangat kami sayangkan, bagaimana bisa audit dari OJK tidak diakui. Padahal menurut saya yang berhak melakukan audit terkait kasus perbankan itu adalah OJK, " terang Teddy Raharjo. Menariknya lagi, gedung yang menjadi masalah ini akhirnya dijual ke pihak lain.
Teddy juga mengatakan, perkara yang menjerat terdakwa ini berawal laporan Polisi pada tanggal 15 Desember 2020 silam dengan nilai kerugian sebesar Rp 4,8 miliar. Padahal saat sudah ada putusan perdata nomor.450/Pdt.G/2020/PN Dps (2021) dengan nilai kerugian Rp 3.550.000.000.
BACA JUGA : Jengkel Mandor Proyek Diejek, 3 Buruh yang Sedang Mabuk Bogem Temannya Sendiri
"Ini artinya terdakwa sudah digugat perdata, kasus sudah incraht masih juga dipidanakan lagi dengan nilai lebih besar. Ini menurut saya melanggar Hak Konstitusi sesuai ketentuan pasal 28 D ayat (1) UUD 1945, yang menyatakan “ setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,perlindungan dan kepastian yang adil serta perlakukan yang sama dimata hukum, " tutup Teddy Raharjo.
Menariknya, dalam sidang setidaknya ada 10 orang dari kantor hukum Teddy Law Firm melakukan aksi pesan moral menggunakan baju kaos oblong berwarna putih bertuliskan “Revolusi Mental STOP Kriminalisasi Pelaku Perbankan”. Aksi pesan moral diduga ditujukan kepada hakim dan JPU.W-007