Korupsi Upah Pungut, Matan Perbekel Pemecutan Kaja Diadili, Jaksa Hadirkan 2 Saksi Ahli 

(Last Updated On: 10/05/2020)

DENPASAR – fajarbali.com |  Setelah mengalami penundaan cukup lama, sidang kasus korupsi pungutan dana desa dengan terdakwa mantan Perbekal/Kepala desa Pemecutan Kaja, AA Ngurah Arwatha (47), Jumat (8/5/2020) lalu kembali dilanjutkan. 

 

 

Dalam sidang yang dipimpin oleh hakim Angeliki Handajani Day, Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Nengah stawa dkk., menghadirkan dua saksi ahli yaitu, saksi ahli pidana dan saksi ahli dari BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan). 

 

Ngatno, saksi ahli dari BPKP mengungkap bahwa, dari hasil audit yang dilakukannya ditemukan adanya kegiatan di tahun 2017 hingga Januari 2018 yang diduga mengakibatkan kerugian keuangan desa.

 

Kegiatan yang dimaksud adalah terdakwa selaku Perbekel/Kepa desa  telah membagi-bagikan uang hasil upah pungut tanpa melalui mekanisme.

 

“Artinya begini, uang upah pungut yang dipungut itu seharusnya masuk ke kas desa, bukan langsung dibagi-bagi. Ini sesuai dengan Peraturan Menteri dalam Negeri No. 113 tahun 2014 pengelolaan dana desa,” tegas Ngatno. 

 

Namun menurut Ngatno, uang hasil upah pungut senilai Rp 190.102.000 itu diambil oleh terdakwa dan langsung dibagikan ke aparatur desa, dan anggota BPD desa sebesar Rp 117.509.500. Kemudian sisanya baru dimasukkan ke kas desa. 

 

Saat ditanya hakim bagaimana mekanisme pembagiannya, saksi Ngatno menjawab tidak tahu. “Yang kami tahu uang hasil dari upah itu masuk ke Perbekel, setelah itu sisanya diberikan kepada perangkat desa lainnya seperti sekretaris desa dan kepala dusun,” jawabnya. 

 

Yang terakhir, terang Ngatno, dengan dengan langsung membagikan uang upah pungut tanpa memasukkan ke kas desa sebagaimana tertuang dalam Permendagri nomor 113 tahun 2014 maka ada potensi kerugian keuangan desa. 

 

Sementara saksi ahli pidana dari universitas Udayana yang dihadirkan dimuka sidang, menurut Jaksa Astawa adalah untuk mengungkap apakah ada perbuatan yang dilakukan terdakwa merupakan perbuatan melawan hukum pidana atau perbuatan melanggar administrasi.

 

Bahkan, kata Astawa, menurut ahli, dasar untuk melakukan pungutan itu bukanlah SK (surat keputusan) melainkan Perdes (peraturan desa). Sementara dalam perkara ini, pungutan yang dilakukan hanya berdasarkan SK Kepala Desa.(eli).

 Save as PDF

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Next Post

Pasien Sembuh Dari positif Covid-19 Di Karangasem Terus Bertambah

Ming Mei 10 , 2020
Dibaca: 15 (Last Updated On: 10/05/2020)  AMLAPURA – fajarbali.com | Jumlah pasien sembuh positif covid-19 dari Karangasem terus mengalami peningkatan. Dari akumulatif 20 orang terkonfirmasi positif, sampai saat ini, Minggu (10/5/2020), tercatat 12 orang dinyatakan sembuh. Namun mereka masih harus menjalani karantina ditempat yang disiapkan oleh pemkab Karangasem sebelum diijinkan […]

Berita Lainnya